Mantv7.id | Tangerang Raya – Warung sembako seharusnya menjual kebutuhan dapur, bukan racun untuk anak-anak sekolah. Tapi kenyataannya, di Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang, satu kios terang-terangan menjual Tramadol dan Eximer obat keras daftar G yang seharusnya hanya bisa ditebus dengan resep dokter dan pembelinya bukan pasien, melainkan anak-anak berseragam SD, SMP, bahkan SMK. Aparat Polsek Sepatan akhirnya turun tangan. Kapolsek AKP Fahyani, S.H., bersama personel Samapta, langsung menyegel kios haram tersebut, Kamis (10/7). Gerak cepat ini berkat laporan warga yang muak dengan aktivitas yang jelas-jelas merusak generasi muda di depan mata, sementara para pejabat dan pengawas daerah hanya sibuk rapat dan seremoni.
“Ini bukan warung sembako, ini warung racun. Dan kami pastikan, siapa pun yang berani mengedarkan obat keras tanpa izin di wilayah kami, akan kami kejar dan tindak tegas,” tegas AKP Fahyani di hadapan awak media.
Obat Keras Beredar, Pengawasan Melayang
Fakta ini menyentil banyak pihak. Ke mana Dinas Kesehatan? Ke mana BPOM? Satpol PP? Pemkab Tangerang? Camat? Kepala Desa? RW? RT? Jangan-jangan semua tahu, tapi memilih tutup mata. Jangan-jangan pengawasan hanya berlaku untuk pedagang kaki lima dan baliho tanpa izin, tapi tidak untuk perusak anak-anak di kampung sendiri.
Kalau warung sembako bisa seenaknya menjual Tramadol, berapa banyak lagi warung yang belum ketahuan? Jangan tunggu anak kita sendiri yang tumbang dulu baru berlagak sibuk.

Foto Buyung, Humas DPD YLPK PERARI Banten. (Foto: IST. Mantv7.id)
Buyung E., Humas YLPK PERARI DPD Banten, tidak tinggal diam. Ia menyebut kasus ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi sudah masuk ke ranah kejahatan moral terhadap masa depan bangsa. Anak-anak sekolah yang seharusnya belajar, justru dipasok zat pemicu keberanian palsu untuk tawuran, begal, dan aksi kriminal lainnya.
“Kalau negara gagal lindungi anak-anak dari barang beracun begini, lalu siapa lagi yang bisa mereka harapkan? Ini soal moral, bukan hanya hukum,” tegas Buyung.
YLPK PERARI mendesak agar penyegelan ini bukan jadi tontonan heroik sesaat. Penegak hukum harus mengembangkan kasus ini sampai ke akar-akarnya: siapa distributornya, siapa bandarnya, siapa bekingnya.

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
“Jangan berhenti di penjual. Bongkar sampai siapa yang kirim, siapa yang lindungi. Kalau perlu, libas sampai ke pejabat yang tutup mata,” tambah Buyung.
YLPK PERARI juga menuntut audit menyeluruh terhadap seluruh toko obat, apotek, dan warung mencurigakan di seluruh Tangerang Raya. Bukan hanya Sepatan. Bukan hanya kalau sudah viral.
“Tangerang ini besar. Jangan sampai warung Tramadol cuma jadi puncak gunung es. Kita butuh langkah masif, sistemik, bukan sekadar reaktif,” katanya.
Tak hanya itu, YLPK PERARI secara terbuka mengajak semua media lokal, LSM, ormas, lembaga perlindungan anak, pegiat sosial, dan aktivis kampus untuk turun bersama mengawal kasus ini.
“Ini bukan sekadar berita. Ini alarm untuk kita semua. Kalau anak-anak rusak hari ini karena kita diam, jangan sok kaget kalau mereka tumbuh jadi pelaku kekerasan besok. Kita harus lawan bersama, jaga anak-anak ini. Mereka bukan hanya tanggung jawab keluarga, tapi tanggung jawab negara dan kita semua,” tutup Buyung.

Ilustrasi gambar “kursi jabatannya ada, bayangan orangnya pun ada namun tak terlihat wujud kerjanya”. (Foto: IST. Mantv7.id)
Perlu ditegaskan: kalau pengawasan di tingkat desa dan kecamatan saja bisa jebol, berarti sistem pengawasan Pemkab Tangerang sedang bobrok. Tak ada gunanya bimtek, sosialisasi, dan program kerja, jika warung depan rumah bisa jual obat keras ke bocah SD dan tak satu pun RW atau kepala desa tahu.
Saatnya semua kepala OPD bangun dari tidur panjang. Jangan tunggu ribuan anak jadi korban baru mulai pura-pura peduli.
REDAKSI | Mantv7.id