Sebuah momen menyentuh hati terekam dalam video yang diunggah oleh akun Instagram kanal youtube KDM (Kang Dedi Mulyadi) dalam postingan 2 tahun lalu. Dalam video itu, terlihat interaksi antara Gubernur Jawa Barat, dengan seorang pria paruh baya pencari kerja sebagai kuli bangunan Pak Sutrisno. Namun yang membuat peristiwa ini viral bukan hanya karena pertemuan keduanya, melainkan karena sikap sang bapak kuli yang menolak pemberian uang dari Dedi Mulyadi dengan alasan Islam tidak mengajarkan mengemis.
Kejadian bermula saat Dedi Mulyadi bertemu pria tersebut dan menanyakan pekerjaannya. Setelah tahu sang bapak sedang mencari pekerjaan bangunan, Dedi pun mengajaknya naik mobil untuk dicarikan pekerjaan. Sesampainya di mobil, Dedi memberikan sejumlah uang sebagai uang muka atau DP pekerjaan yang akan diberikan kepadanya.
Namun, yang terjadi justru tak terduga. Pria itu dengan sopan menolak uang tersebut. “Loh, saya belum kerja kok, Pak,” ujar sang bapak. “Bukan enggak kerja, ini DP, tanda jadi,” jawab Dedi Mulyadi.
Tetap teguh pada prinsipnya, sang bapak menolak dengan alasan bahwa dalam Islam, meminta-minta atau menerima uang tanpa bekerja merupakan hal yang tidak dianjurkan.
“Islam itu enggak mengajarkan mengemis, Pak. Ini masih punya tenaga,” tegasnya sambil mengepalkan tangan, menunjukkan bahwa ia masih kuat untuk bekerja.
Dedi pun mencoba menjelaskan bahwa uang itu bukan sedekah, tetapi bagian dari perjanjian kerja. Ia menyebutkan bahwa uang tersebut sebaiknya diberikan kepada istri bapak itu sebagai bekal selama ia bekerja jauh dari rumah.
Setelah penjelasan yang cukup panjang dan menenangkan hati, akhirnya sang bapak luluh dan menerima uang tersebut dengan pemahaman bahwa itu adalah bagian dari kontrak kerja, bukan bentuk belas kasihan.

Foto aktivis kerohanian asal Balaraja, yang juga sebagai Ketua Divisi Keagamaan YLPK-PERARI DPD Banten. (Foto: MANtv7.id)
Ustad Ahmad Rustam, aktivis dakwah dan anggota DPD YLPK PERARI Provinsi Banten, menyatakan bahwa sikap Pak Sutrisno tersebut mencerminkan akhlak Islam sejati yang mulai langka di tengah masyarakat modern.
“Apa yang dilakukan oleh bapak tersebut adalah bentuk nyata dari semangat tauhid dan kepercayaan diri seorang Muslim. Ia tidak rela hidup dari belas kasihan orang lain, karena yakin bahwa rezeki harus diusahakan, bukan diminta-minta. Ini pelajaran penting bagi kita semua, bahwa menjaga kehormatan diri adalah bagian dari iman,” tegas Ustad Ahmad.
Ia juga mengingatkan bahwa dalam kondisi sulit sekalipun, seorang Muslim dianjurkan untuk tetap berusaha semampunya dan tidak mudah tergoda oleh pemberian yang bisa meruntuhkan semangat kerja.
“Jangan jadikan tangan di bawah sebagai jalan hidup. Jika mampu bekerja, maka bekerjalah. Jangan nodai kehormatan diri hanya demi receh dunia. Karena Allah mencintai hamba-Nya yang kuat, mandiri, dan menjaga harga diri,” tambahnya.
Sikap Pak Sutrisno ini mencerminkan ajaran Islam yang kuat tentang pentingnya menjaga harga diri dan bekerja keras. Dalam banyak hadis, Nabi Muhammad SAW mengingatkan umatnya untuk tidak menjadikan meminta-minta sebagai kebiasaan, terlebih jika masih mampu bekerja.
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang meminta kepada masyarakat karena untuk memperkaya diri, sesungguhnya ia hanya meminta bara api neraka.” (HR Muslim)
Dan dalam hadis lain: “Sesungguhnya Allah membenci tiga hal dari kalian: banyak berkata-kata, menghamburkan harta, dan banyak meminta-minta.” (Muttafaq ‘Alaih)
Larangan ini bukan berarti Islam tidak memperbolehkan meminta bantuan dalam keadaan darurat. Namun, menjadikannya sebagai cara hidup atau alasan untuk tidak bekerja dianggap merendahkan kehormatan diri dan bertentangan dengan semangat Islam yang mendorong kerja keras dan kemandirian.
Kisah ini memberi pelajaran penting bahwa kehormatan dan harga diri bukan ditentukan oleh status sosial atau seberapa besar penghasilan, melainkan oleh integritas dan prinsip hidup. Pak Sutrisno tersebut membuktikan bahwa dalam kondisi sulit sekalipun, nilai-nilai keislaman tetap menjadi pegangan hidup yang tak tergoyahkan.
(OIM)