Mantv7.id – Kabupaten Tangerang | Satu toilet tak berfungsi, satu nyawa keadilan sekarat. Proyek Sanitren yang digadang-gadang Pemkab Tangerang sebagai program religius berbasis sanitasi kini mulai terbukti meninggalkan lebih banyak tanya daripada berkah. Satu pondok pesantren ditemukan proyeknya mangkrak tanpa air, tanpa fungsi, hanya bangunan sunyi yang menyisakan kecewa. Lalu bagaimana dengan 699 pondok lainnya?
Sanitren kini dipertanyakan publik. Bagian Kesra menyodorkan data, Dinas Perkim menjalankan teknis, Kemenag Kabupaten Tangerang menyerahkan daftar pondok, Inspektorat mengawasi (konon), dan DPRD mengetok anggaran. Namun saat satu kasus mencuat, semua pihak seolah kehilangan suara. Yang bicara hanya rakyat, lagi dan lagi.
Tak ada papan proyek, tak ada kejelasan, tapi dana dikabarkan cair 100 persen di awal. Pihak ketiga kenyang, pondok pesantren gigit jari. Ini bukan semata kelalaian. Ini mengarah pada dugaan praktik pembiaran sistemik dan pola kerja yang harus diusut lebih dalam. Apalagi proyek ini mengatasnamakan nilai-nilai agama. Padahal yang dibangun bukan sanitasi, tapi warisan kebisuan dan minim tanggung jawab.

Gambar foto kantor Kemenag Kabupaten Tangerang. (Foto: IST. Mantv7.id)
Kemenag Kabupaten Tangerang hingga kini belum memberikan keterangan resmi. Bahkan, beberapa jurnalis menyebut nomor mereka diblokir saat mengajukan konfirmasi. Jika tidak ada yang salah, mengapa harus menghindar? Jika program ini bersih, mengapa takut disorot?
YLPK PERARI menegaskan: “Ini baru satu kasus yang terkuak. Ada 699 lainnya yang perlu dicek satu per satu. Kami minta segera dibentuk tim independen untuk audit menyeluruh. BPK, APIP, APH, semua harus turun tangan. Jangan tunggu bau busuk menyebar ke seluruh kabupaten!”
Pejabat-pejabat Perkim, Kesra, Kemenag, dan Diskominfo tampak memilih diam. Tidak ada konferensi pers, tidak ada transparansi. Evaluasi dilakukan tertutup, dan berita positif justru yang dikedepankan. Mereka lupa, bahwa tugasnya bukan menutup-nutupi, melainkan melayani rakyat.
Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tangerang tak bisa lagi menyerahkan ini pada staf teknis. Ini proyek strategis dan sensitif. Jika dibiarkan terus tanpa tindakan tegas, maka kepercayaan publik terhadap pemerintah bisa runtuh. Sanitren bukan sekadar pembangunan fisik, tapi cermin integritas pemerintahan.
Diskominfo pun harus dievaluasi. Fungsi mereka adalah membuka ruang informasi, bukan menutupnya. Jika jurnalis tidak diberi akses, maka ada yang salah. Pemerintahan yang sehat justru tumbuh dari keterbukaan, bukan dari sensor terselubung.

Foto Kabid Humas DPP YLPK PERARI, Siarruddin. (Foto: Mantv.id)
Kemarin, Suarruddin, Kabid Humas YLPK PERARI, bahkan turun langsung ke Kantor Bagian Kesra Setda Kabupaten Tangerang untuk mengantar surat permintaan klarifikasi dan audiensi resmi. Menurutnya, komunikasi dengan pihak Kesra sangat sulit dilakukan.
“Kami kirim surat bukan karena kami tak bisa komunikasi, tapi karena Kesra tampaknya sudah kehilangan etika dasar pelayanan publik. Diangkat tidak, dibalas pun tidak. Maka kami datangi langsung, agar mereka tahu: publik tidak akan diam,” ujar Suarruddin.

Logo YLPK PERARI, Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
YLPK PERARI mengajak seluruh media, LSM, aktivis mahasiswa, dan masyarakat sipil untuk bersama-sama memverifikasi langsung 700 pesantren penerima Sanitren. “Jangan percaya laporan meja. Mari lihat langsung kondisi toilet dan aliran airnya. Kalau negara tak mau kerja, rakyat yang harus bergerak.”
Kepada Kejaksaan, Polda Banten, BPKP, dan Inspektorat: cukup sudah tidur panjang. Ini sudah masuk wilayah dugaan korupsi, bukan sekadar kesalahan administrasi. Bentuk segera tim audit forensik, buka data, telusuri aliran dana. Siapa yang main, siapa yang dapat, siapa yang diam.
DPRD Kabupaten Tangerang juga tak boleh cuci tangan. Fungsi pengawasan bukan hanya saat rapat seremonial atau kunjungan formal. Rakyat menuntut Pansus Sanitren segera dibentuk. Jangan tunggu viral, baru bereaksi.
Aktivis sosial Buyung menyindir tajam: “Toiletnya mangkrak, pejabatnya masih bisa tertawa. Saya tantang semua kepala OPD itu tidur semalam di toilet pontren yang mangkrak itu. Rasakan sendiri hasil kerja kalian. Kalau malu, mundur. Kalau tak malu, audit sekarang juga.”
Dari sisi keagamaan, Ustaz Ahmad Rustam, pengasuh pesantren dan da’i muda Tangerang, menyatakan: “Kami sangat kecewa. Pemerintah menjanjikan sanitasi, tapi yang kami terima hanya pondasi kekecewaan. Santri-santri kami berhak atas tempat bersuci yang layak. Kalau agama sudah dijadikan proyek bancakan, tunggulah azab sosial. Tak ada barokah dalam program yang diselimuti kebohongan dan pengabaian.”
Jangan anggap satu toilet tak berarti. Karena bisa jadi, dari situlah nurani rakyat bangkit. Jika pejabat masih punya iman, nalar, dan tanggung jawab, maka datanglah ke lapangan, selesaikan persoalan ini, dan mintalah maaf kepada rakyat. Sebab, tidak ada keberkahan dalam jabatan yang dibangun di atas kebohongan dan pembiaran.
(OIM)