Menu

Mode Gelap
Kuota Haji 2024: Doa yang Tertahan, Harapan yang Dirampas, Nurani Umat Tertikam Kursi KSB APDESI: Antara Amanah dan Tantangan Bongkar Pejabat Pemkab Tangerang yang Lalai: Digaji Uang Rakyat, Kerja Bobrok, Pilih Vendor Asal Jadi, Pelaksana Asal Ngoceh Temuan Lagi Nih, Pak Bupati: Jalan Paving Block Mulus Dihotmix, Jalan Rusak Dibiarkan — Kecamatan Cuma Jadi “Penonton”! Investigasi Tajam: Hotelisasi Boros Rp10 Miliar, Intimidasi Pers, Blokir Wartawan, dan Proyek Asal Jadi – Bupati Tangerang Harus Angkat Bicara Peringati Maulid Nabi Muhammad SAW, Warga Desa Saga Kompak Gelar Acara Meriah di Stadion Mini Balaraja

Daerah

Tidak Ada Rahasia di Desa: UU KIP Memaksa Pejabat Desa Terbuka demi Hukum dan Kepercayaan Publik

badge-check


					Tidak Ada Rahasia di Desa: UU KIP Memaksa Pejabat Desa Terbuka demi Hukum dan Kepercayaan Publik Perbesar

Transparansi Dana Desa Bukan Pilihan, Tapi Kewajiban. Kalau Masih Menutup-nutupi, Jangan Heran Kalau Rakyat Menilai Ada Permainan Kotor Di Balik Meja.

Mantv7.id | Tangerang – Di era digital, rahasia sudah basi. Aplikasi Jaga Bansos dan kanal pengawasan publik seharusnya menjadi “mata rakyat” untuk mengawal dana desa. Tapi ironisnya, masih ada kepala desa yang menutup-nutupi APBDes, seolah desa adalah panggung sandiwara dan warga hanyalah penonton bodoh. UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP Pasal 9 dan 11 menegaskan informasi publik terkait keuangan wajib diumumkan. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 24 huruf d menekankan asas transparansi dan partisipasi masyarakat, sementara Pasal 68 memberi hak warga untuk mengawasi APBDes. Permendagri No. 20 Tahun 2018 menegaskan APBDes harus terbuka dan bisa diakses publik.

Foto. Dok (IST)

Tapi masih ada pejabat desa yang ngotot menutup data, camat yang pura-pura buta, dan Inspektorat yang hanya duduk manis. Jangan lupa, audit dana desa diatur UU No. 15 Tahun 2004 tentang BPK, dan pelanggaran bisa masuk ranah pidana dengan ancaman 20 tahun penjara (UU Tipikor Pasal 3) serta pidana berdasarkan UU KIP Pasal 52. Menutup data bukan lagi drama administratif; ini urusan hukum dan nurani.

Foto. Dok (IST)

Jika kepala desa masih menutup-nutupi informasi, dampaknya bukan hanya pada ranah hukum, tetapi juga pada kepercayaan masyarakat. Masyarakat yang merasa dibohongi akan kehilangan rasa hormat dan partisipasi dalam pembangunan desa.

Foto. Dok (IST)

Camat dan Inspektorat juga memiliki tanggung jawab pengawasan yang tidak bisa diabaikan. Jika mereka diam saja, itu berarti mereka ikut lalai dan membiarkan potensi penyalahgunaan dana desa terjadi tanpa kontrol.

Penutupan informasi bisa berujung pidana, karena UU KIP Pasal 52 memberi sanksi bagi pejabat yang menolak menyediakan informasi publik. Ini menunjukkan bahwa transparansi bukan sekadar formalitas, tapi kewajiban hukum yang nyata.

Lebih parah lagi, jika penutupan data menimbulkan kerugian negara, pejabat desa bisa dijerat UU Tipikor Pasal 3 dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara. Ancaman ini jelas bukan sekadar teori, tapi kenyataan yang menunggu pejabat desa yang lalai atau sengaja menyembunyikan informasi.

Aktivis Kabupaten Tangerang, Solihin menegaskan: “Desa bukan kotak hitam. Setiap rupiah dana desa adalah hak rakyat. Kepala desa yang menutup data sedang menabur bibit korupsi. Jangan tunggu murka rakyat, segera buka data dan hentikan sandiwara rahasia ini.”

Foto Donny Putra T. S.H., aktivis Sosial – Lingkungan juga selaku pengurus Law Firm Hefi Sanjaya And Partners. (Foto: Mantv7.id)

Donny Putra T, S.H., pengamat hukum dan pengurus Law Firm Hefi Sanjaya & Partners, menambahkan: “ASN dan perangkat desa itu penyelenggara negara, bukan raja kecil. Menutup APBDes jelas melawan UU KIP, UU Desa, dan UU Tipikor. Camat dan Inspektorat yang diam pun ikut tercatat lalai. Jangan main-main, konsekuensi pidana nyata menunggu.”

Dari sisi sosial-keagamaan, Ustad Ahmad Rustam menegaskan: “Islam mengajarkan amanah dan keterbukaan. Pemerintah desa yang menutup data anggaran berkhianat pada amanah. Itu zalim; secara hukum negara bisa korupsi. Jangan tunggu murka rakyat dan Allah, segera buka data.”

Foto Buyung, pengurus YLPK PERARI DPD Banten, aktivis lingkungan dan sosial. (Foto: IST. Mantv7.id)

Buyung E, pemerhati sosial-lingkungan juga sebagai Humas DPD YLPK Perari Banten, menegaskan: “Desa adalah rumah rakyat, bukan gudang rahasia. Menutup data memunculkan aroma penyalahgunaan. Kalau pejabat desa alergi transparansi, jangan salahkan rakyat bila turun langsung mengawasi.”

Pernyataan ini menampar keras: kepala desa yang bermain “petak umpet” dengan APBDes, camat yang acuh, dan Inspektorat yang lemah pengawasan sedang berada di bawah sorotan tajam publik.

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)

YLPK PERARI menegaskan: tanpa transparansi, dana desa akan berubah menjadi ladang subur korupsi berjamaah. Pertanyaannya pedas dan langsung: Beranikah kepala desa, camat, dan Inspektorat membuka semua data anggaran di hadapan rakyat sendiri? Atau masih mau main sandiwara rahasia APBDes?

Kalau tidak, wajar publik menduga ada permainan kotor di balik meja.

REDAKSI | Mantv7.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Kuota Haji 2024: Doa yang Tertahan, Harapan yang Dirampas, Nurani Umat Tertikam

16 September 2025 - 13:11 WIB

Kursi KSB APDESI: Antara Amanah dan Tantangan

15 September 2025 - 20:17 WIB

Bongkar Pejabat Pemkab Tangerang yang Lalai: Digaji Uang Rakyat, Kerja Bobrok, Pilih Vendor Asal Jadi, Pelaksana Asal Ngoceh

15 September 2025 - 16:27 WIB

Temuan Lagi Nih, Pak Bupati: Jalan Paving Block Mulus Dihotmix, Jalan Rusak Dibiarkan — Kecamatan Cuma Jadi “Penonton”!

14 September 2025 - 23:55 WIB

Investigasi Tajam: Hotelisasi Boros Rp10 Miliar, Intimidasi Pers, Blokir Wartawan, dan Proyek Asal Jadi – Bupati Tangerang Harus Angkat Bicara

14 September 2025 - 16:24 WIB

Trending di Daerah