Mantv7.id | Tangerang – Sidang praperadilan atas penetapan tersangka terhadap seorang nenek berusia 68 tahun bernama Li Sam Ronyu resmi ditunda oleh Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Rabu (25/6/2025). Penundaan ini terjadi lantaran pihak termohon dari Polres Metro Tangerang Kota dan Kejaksaan Negeri Kota Tangerang tidak hadir dalam persidangan.
Li Sam Ronyu adalah pemilik tanah seluas 3,2 hektare di Kampung Nangka, Desa Teluk Naga, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, yang saat ini tengah terjerat kasus hukum terkait tuduhan pemalsuan dokumen. Ia telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 27 Mei 2025.

Foto Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. (Foto: IST. Mantv7.i)
“Sidang ditunda hingga tanggal 2 Juli 2025 karena termohon tidak hadir,” ujar Hakim Agung Suhendro saat membuka sidang yang berlangsung tak lebih dari lima menit.
Penundaan ini disayangkan oleh Charles Situmorang, S.H., M.H., kuasa hukum dari Li Sam Ronyu. Ia menilai ketidakhadiran penyidik dan jaksa sebagai bentuk pengabaian terhadap perintah pengadilan, sekaligus memperlambat proses pembelaan hukum bagi kliennya.
“Faktanya, pengadilan sudah memanggil termohon secara resmi. Tapi mereka mangkir. Ini jelas mencederai prinsip keadilan,” tegas Charles kepada wartawan.
Lebih lanjut, Charles mengingatkan bahwa praperadilan memiliki batasan waktu sesuai Pasal 78 dan 82 KUHAP. Hakim wajib menyidangkan dalam waktu cepat, yaitu dalam tujuh hari sejak sidang pertama digelar. Ia pun khawatir ada upaya mengulur waktu agar proses hukum kliennya tetap bergulir hingga naik ke persidangan.
“Kalau sidang praperadilan ditunda dan perkara dipaksakan untuk dilimpahkan ke kejaksaan, maka praperadilan otomatis gugur. Ini berbahaya,” jelasnya.
Pihak kuasa hukum menyebut telah lebih dulu menempuh jalur hukum, termasuk permintaan gelar perkara di Itwasum Mabes Polri. Hasil gelar perkara itu menyebut tidak ditemukan unsur pidana dan kurangnya alat bukti.
“Irwasum Polri bahkan menyarankan agar penyidik memeriksa enam AJB induk dan saksi tambahan. Tapi rekomendasi itu tidak dijalankan oleh penyidik. Justru klien kami tetap ditetapkan sebagai tersangka,” tambah Charles.
Ia menduga ada intervensi dari pihak ketiga dan potensi keterlibatan mafia tanah dalam pelaporan terhadap Li Sam Ronyu. Tuduhan pemalsuan dokumen itu, kata dia, didasarkan atas klaim sepihak dari seseorang yang mengaku sebagai ahli waris.
Menurut Charles, kliennya telah membeli tanah tersebut secara sah sejak 1994 dari seorang bernama Sucipto dan selama ini rutin membayar pajak hingga tahun 2024. Namun karena belum bersertifikat, tanah tersebut hanya dilengkapi dokumen Akta Jual Beli (AJB).
Rencana Li Sam Ronyu untuk mensertifikatkan tanahnya pada 2021 justru berujung pelaporan polisi di akhir 2024. Kini, ia dijerat dengan Pasal 263, 264, dan 266 KUHP tentang pemalsuan surat dan keterangan palsu.
“Kami tetap berkeyakinan bahwa hukum harus berdiri netral dan tidak menjadi alat untuk menindas warga yang lemah. Kami akan terus lawan ketidakadilan ini,” tutup Charles.
Redaksi | OIM