Mantv7.id | Kabupaten Tangerang — Enam bulan sudah berlalu sejak kasus dugaan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur mengguncang Kampung Hauan, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang. Namun hingga hari ini, nama Sugani pria yang disebut telah berstatus tersangka belum juga mengenal jeruji. Tidak ada penahanan. Tidak ada ketegasan. Seolah hukum sedang memilih diam, atau mungkin sedang diperdaya oleh kuasa di balik layar. Kemarin siang, Senin 16 Mei di kantor Polresta Tangerang, Sugani terlihat hadir di ruang Unit PPA. Namun kehadirannya bukan untuk diperiksa secara intensif, apalagi ditahan.
Ia datang hanya untuk “melengkapi data”, sebuah frasa lunak yang justru menyingkap ironi hukum yang semakin keruh. Lebih mengejutkan lagi, Sugani tidak datang sendiri. Ia didampingi oleh Kepala Desa Tobat, Endang Suherman sebuah kehadiran yang mengundang pertanyaan tajam dari masyarakat: apa kapasitas seorang kepala desa dalam mendampingi tersangka kejahatan seksual terhadap anak?
Apakah ini bentuk dukungan diam-diam terhadap pelaku, atau justru gambaran betapa sistem nilai dalam birokrasi lokal telah bengkok? Jika kepala desa memilih berdiri di sisi pelaku, maka siapa yang berdiri di sisi korban? Dimana posisi moral seorang pejabat publik ketika kejahatan seksual terhadap anak justru disikapi dengan pendampingan, bukan kecaman?

Istri Sugani sedang diruang tunggu Polresta Tangerang. (Foto: Mantv7.id)
Lebih menyayat lagi, pernyataan dari seorang perempuan yang mengaku sebagai istri Sugani. Saat dimintai keterangan, di ruang tunggu ia melontarkan kalimat yang mengundang amarah publik: “Padahal mah ini suka sama suka. Udah senyap, cuma ada yang dorong lagi… katanya Rustam, pengacara dari Perum Vila Balaraja.”
Sebuah ucapan yang tak hanya mencederai nurani, tapi juga menampar logika hukum. Dalam UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, ditegaskan bahwa anak di bawah umur tidak dapat memberikan persetujuan dalam hubungan seksual dalam bentuk apa pun. Maka dalih “suka sama suka” tidak lain adalah pembelaan sesat yang meremehkan penderitaan korban dan mempermainkan konstitusi.
Lebih parah lagi, ucapan tersebut mencatut nama Rustam seorang pengacara yang dikenal vokal dalam isu perlindungan anak. Rustam membantah keras tuduhan bahwa ia menjadi “penggerak” kasus ini mencuat kembali. “Saya tidak pernah terlibat dalam pelaporan kasus ini. Tapi jika nama saya dijadikan alat pengalihan isu, maka saya akan menempuh jalur hukum. Ini bentuk pencemaran nama baik yang keji,” tegas Rustam saat dikonfirmasi.
Pertanyaannya kini mengarah pada hal yang lebih sistemik: mengapa Sugani belum ditahan, meski berstatus tersangka? Adakah relasi kekuasaan, uang pesangon dari tempat kerja lamanya PT EDS Manufacturing Indonesia (PEMI), atau permainan politik lokal yang melindunginya? Sugani diketahui menerima pensiun dini saat proses hukum mulai berjalan. Sebuah momentum yang terlalu sempurna untuk disebut kebetulan.

Foto Zarkasih yang dikenal dengan Rizal, Ketua DPD YLPK-PERARI Provinsi Banten
Zarkasih, Ketua YLPK PERARI DPD Banten, menyampaikan pernyataan keras: “Kami menuntut penahanan segera terhadap Sugani. Kepala Desa Endang Suherman harus diperiksa dan dicopot jika terbukti mendampingi pelaku alih-alih membela korban. Dan pencemaran nama baik terhadap saudara Rustam harus diproses hukum. Ini bukan soal personal, ini soal keadilan!”
Saat seorang tersangka pemerkosaan anak bisa bebas keluar- masuk kantor polisi, didampingi pejabat publik, dan dibela dengan narasi sesat, maka yang diuji bukan hanya nyali aparat hukum, tapi integritas seluruh sistem peradilan. Kepada Polresta Tangerang, masyarakat kini menunggu lebih dari sekadar jawaban normatif. Kami menagih tindakan konkret.
Jangan biarkan kasus ini terkubur dalam tumpukan arsip. Jangan tunggu korban kedua. Jangan tunggu kemarahan rakyat menyala di luar ruang sidang. Dan kepada masyarakat, media, aktivis, serta semua elemen sipil: jangan biarkan kasus ini tenggelam. Jangan biarkan pelaku kekerasan seksual pada anak bebas karena jabatan dan jaringan.
Ini bukan sekadar kasus pidana. Ini peringatan keras: keadilan sedang dilucuti perlahan tapi nyata.
(OIM)