Mantv7.id – Kabupaten Tangerang | Pembangunan sarana sanitasi pesantren (Sanitren) yang digadang-gadang menjadi proyek unggulan Kabupaten Tangerang kini berubah menjadi sorotan kelam. Salah satu titik proyek yang terletak di Pondok Pesantren Al Barkah, Desa Cireundeu, Kecamatan Solear, ditemukan dalam kondisi mangkrak, tak layak pakai, dan jauh dari kata selesai. Temuan lapangan oleh Tim YLPK PERARI, Mantv7.id, dan Kasi PD Pontren Kemenag Kabupaten Tangerang, menyebut progres pembangunan baru 65% tanpa air, listrik, toren, dan finishing bangunan. Sama seperti pemberitaan yang Mantv7.d tayangkan sebelumnya, tidak ada respon dan tindakan sama sekali.
Ironisnya, proyek yang dibiayai dengan skema cash di muka ini justru ditinggalkan setengah jadi, tanpa jejak papan informasi proyek dan tanpa pertanggungjawaban yang jelas dari pelaksana. Siapa yang mengerjakan? Atas dasar apa pesantren ini dipilih? Siapa pengawas lapangan dan konsultan teknisnya? Pertanyaan-pertanyaan itu menggantung, sementara bangunan berdiri lesu di tengah kebutuhan umat.
Ketika dikonfirmasi, Kementerian Agama Kabupaten Tangerang melalui Kasi PD Pontren, Deden, mengaku tak punya kewenangan terhadap pelaksanaan proyek. “Kami hanya penyedia data pesantren,” ujarnya. Pernyataan ini justru mempertegas dugaan bahwa proyek Sanitren dikelola tanpa koordinasi lintas sektor yang memadai, serta minim keterlibatan institusi keagamaan yang seharusnya menjadi garda terdepan pelayanan umat.

Kolase foto Proyek Pondok Pesantren Al Barkah, Desa Cireundeu, Kecamatan Solear, ditemukan dalam kondisi mangkrak, tak layak pakai, dan jauh dari kata selesai. Progres pembangunan baru 65% tanpa air, listrik, toren, dan finishing bangunan. Sama seperti pemberitaan yang Mantv7.d tayangkan sebelumnya, tidak ada respon dan tindakan sama sekali. (Foto: Mantv7.id)
Kondisi ini mengindikasikan kelalaian masif dalam sistem pengawasan proyek pemerintah daerah. Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra), Dinas Perkim, hingga Inspektorat Daerah patut disorot tajam. Dugaan pembiaran terhadap pelaksanaan proyek yang tidak sesuai spesifikasi membuka kemungkinan terjadinya penyimpangan anggaran, bahkan potensi kerugian negara.
“Anggaran ini bukan berasal dari langit, tapi dari pajak rakyat yang dipungut dengan sistemik. Maka, ketika pelaksanaannya diseret ke jurang ketidakjelasan, itu berarti rakyat yang dizalimi,” ujar Siarruddin, Humas DPP YLPK PERARI. Ia menyentil keras seluruh dinas terkait yang seolah buang badan dan saling lempar tanggung jawab.
Pembangunan proyek publik, terlebih di ranah keagamaan seperti pesantren, mestinya dikelola dengan penuh amanah. Tapi fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya: bangunan terbengkalai, dana habis, umat kecewa. Ini bukan sekadar kegagalan teknis ini adalah pengkhianatan terhadap amanah publik.
Rian, aktivis sosial Kabupaten Tangerang, menyampaikan seruan keras bernada religi. “Siapa yang membangun proyek atas nama umat, maka wajib atasnya bersikap jujur, transparan, dan amanah. Jika tidak, maka kelak akan ditanya: dari mana dan ke mana harta umat itu digunakan. Jangan sampai proyek ini menjadi sebab murka Allah atas kebohongan yang dibungkus simbol agama,” tegasnya.

Logo YLPK PERARI, Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
YLPK PERARI mendesak seluruh aparat penegak hukum BPK, Kejaksaan, hingga Kepolisian untuk melakukan audit menyeluruh terhadap proyek Sanitren. Jangan biarkan uang negara menguap tanpa pertanggungjawaban. Jika terbukti ada praktik curang, maka proses hukum harus ditegakkan, seadil-adilnya.
Masalah ini bukan hanya tanggung jawab satu-dua instansi. Ini cermin dari lemahnya sistem pengawasan dan pengendalian internal pemerintahan daerah. Di mana peran DPRD sebagai lembaga pengawas anggaran? Di mana suara para wakil rakyat ketika dana umat terbuang sia-sia?
YLPK PERARI mengajak seluruh elemen kontrol sosial LSM, ormas, asosiasi, wartawan, hingga warga desa untuk bahu-membahu mengawal proyek-proyek publik, terutama yang bersentuhan langsung dengan fasilitas keumatan. Jangan biarkan “proyek siluman” merajalela atas nama pembangunan umat.
Kegagalan proyek Sanitren ini harus menjadi cermin sekaligus peringatan. Jika pembangunan hanya berhenti di atas kertas dan seremoni, tanpa realisasi yang menyentuh masyarakat, maka yang tertinggal hanyalah kekecewaan. Dan jika itu terjadi di tempat ibadah, maka luka umat akan lebih dalam dari sekadar tembok yang tak selesai dicat.
Maka, sebelum rakyat bersuara lebih keras, sebelum langit mencatat pengkhianatan ini, bertobatlah para pelaksana proyek. Bangun sistem yang bersih, amanah, dan transparan. Sebab proyek yang dibangun dari doa umat tak layak berakhir menjadi tumpukan bata penuh dusta.
(OIM)