Mantv7.id | Kabupaten Tangerang – Kalau rumah miring itu sudah biasa, tapi kalau hati pejabat ikut miring, itu masalah besar. Program Bedah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang seharusnya menjadi penyembuh luka rakyat miskin, kini justru disinyalir berubah menjadi ajang proyek asal jadi. Temuan di lapangan oleh Tim Media Center Jayanti (MCJ) pada Senin (21/07/25) menunjukkan kondisi yang jauh dari manisnya laporan di atas kertas. Di Kampung Cibogo RT 002/RW 004, Desa Pasanggrahan, Kecamatan Solear, Ketua RT setempat, Lina, mengungkapkan bahwa ada empat warganya yang seharusnya sudah mendapatkan bantuan bedah rumah. Namun, hingga kini, tak satu pun yang dikerjakan. “Iya, ada empat warga, tapi sampai sekarang belum ada yang dikerjakan,” keluh Lina tanpa tedeng aling-aling. Entah menunggu apa, atau siapa, yang jelas ini menimbulkan dugaan permainan prioritas. Mungkin, siapa yang punya “akses khusus” duluan, dia yang dilayani.
Berpindah ke Kampung Munjul Tegal RT 01/RW 007, rumah milik Lina (45) memang sedang dibedah. Tapi, bedah macam apa? Dindingnya miring, corannya diduga kurang isi, bata selkonnya dipasang ala kadarnya. Kalau ini standar “layak”, mungkin kita perlu kamus baru untuk mendefinisikan ulang arti kata tersebut.
Ketua MCJ, Bonai, merespons keras temuan ini. “Pejabat Desa Pasanggrahan, jangan pura-pura tuli! Empat rumah mangkrak dan rumah miring adalah bukti kegagalan Anda. Kursi itu amanah, bukan tempat duduk manis. Kalau hanya sibuk laporan tanpa peduli derita rakyat, lebih baik mundur sebelum rakyat sendiri yang mengguncang kursi Anda,” tegasnya.

Foto Bonai atau Supriyadi, aktivis dan pemerhati kebijakan publik. (Foto: Mantv7.id)
“Ingat, Pak Kades: doa orang miskin tak butuh birokrasi untuk sampai ke langit. Laporan bisa Anda tipu, tapi Tuhan tidak. Satu bata yang hilang karena kelalaian Anda bisa jadi bara api yang membakar nama Anda, di dunia dan akhirat,” tambah Bonai.
Dinas Perumahan, Permukiman dan Pemakaman (Perkim) Kabupaten Tangerang pun tak lepas dari sorotan. Bidang Perumahan, Seksi Perumahan Swadaya, dan para Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang menangani program ini seolah hanya piawai menyusun laporan rapi. Sementara itu, di lapangan, rakyat cuma menerima rumah tambal sulam.
Dugaan pemotongan material pun bukan lagi bisik-bisik, tapi mulai tercium baunya.
Camat Solear dan Kepala Desa Pasanggrahan juga dipertanyakan. Pengawasan sosial yang seharusnya mereka jalankan justru seperti macet total. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pun terlihat seperti hanya jadi pajangan. Jika seperti ini keadaannya, jangan salahkan rakyat jika kelak berkata: “Pejabat desa kita hanya ramai saat pilkades, sepi saat rakyat butuh pengawasan.”
Tak ketinggalan, Komisi IV DPRD Kabupaten Tangerang yang memiliki fungsi pengawasan turut disorot. Di saat suara rakyat membutuhkan pembela, mereka justru terkesan adem ayem. Inspektorat Kabupaten Tangerang pun belum menunjukkan taringnya, padahal fungsi mereka jelas: mengendus lebih awal sebelum kerugian negara terjadi.

Foto Donny Putra T. S.H., aktivis Sosial – Lingkungan juga selaku Kabid advokasi di DPD YLPK PERARI Banten (Foto: Mantv7.id)
Kabid Advokasi YLPK PERARI DPD Banten, Donny Putra T., S.H., turut bersuara tegas. “Program bedah rumah itu uang rakyat, bukan amal pribadi pejabat. Kalau kualitas bangunan diduga tak sesuai RAB, itu bisa masuk ranah Tipikor. Jangan ada pejabat pura-pura lupa bahwa UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 masih berlaku. Kalau kami temukan kerugian negara, kami dorong PPNS dan APH bergerak,” tandasnya.

Foto aktivis kerohanian Kabupaten Tangerang asal Balaraja, Ustad Ahmad Rustam. (Foto: Mantv7.id)
Sementara itu, Ustad Ahmad Rustam, aktivis sosial dan keagamaan, melempar kritik bernuansa spiritual. “Satu bata yang dikorupsi dari rumah orang miskin bisa jadi bara api di akhirat. Jangan jadikan rakyat sebagai objek proyek. Kalau hati nurani sudah mati, lepaskan jabatan, jangan tunggu azab datang,” sindirnya.

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
Masyarakat kini berharap agar PPNS Dinas Perkim, Inspektorat, hingga aparat penegak hukum (Polres Kabupaten Tangerang dan Kejari Tigaraksa) tidak lagi tidur panjang. BPK Perwakilan Banten juga didesak untuk turun tangan melakukan audit forensik. Ini bukan isu sepele ini soal hak dasar hidup layak bagi rakyat kecil.
Yang paling ditunggu: Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tangerang. Jangan hanya jadi penonton di atas podium. Rakyat menuntut agar kepala daerah turun langsung, perintahkan audit total, dan bila perlu, copot camat atau kepala desa yang diduga lalai. Visi-misi tak akan berarti bila di bawahnya masih banyak pejabat yang bekerja setengah hati.
Sampai di sini, publik wajar bertanya: Apa artinya program bedah rumah jika yang dibedah justru hati rakyat miskin? Jangan-jangan, rumah miring itu hanyalah cerminan dari moral birokrasi yang juga ikut miring.
Dan bagi para pejabat yang merasa terusik, bercerminlah pada satu kalimat sederhana: Jabatan itu amanah, bukan mahkota. Siapa pun yang mengkhianatinya, cepat atau lambat akan diadili rakyat di dunia, dan dihisab Tuhan di akhirat.
REDAKSI | OIM