Mantv7.id | Tangerang – Anggaran jumbo untuk kenyamanan DPRD Kabupaten Tangerang kembali memicu reaksi publik. Dalam suasana rakyat masih berjuang dengan got mampet, jalan rusak, dan pelayanan dasar yang karut-marut, para wakil rakyat justru disebut-sebut lebih sibuk rapat di hotel berbintang. Dugaan pemborosan anggaran pun menguat, terutama setelah data total anggaran untuk rapat dan penginapan mencapai lebih dari Rp15,4 miliar hanya dalam satu tahun anggaran.
1. Rp11,3 Miliar untuk rapat dan konsumsi.
2. Rp4,1 Miliar untuk sewa hotel.
3. Total: Rp15.466.494.800 uang rakyat.
Sebuah angka yang menyengat nalar, di tengah berbagai krisis infrastruktur di desa-desa.
Sementara rakyat mengajukan proposal bantuan dana rehab mushola dan perbaikan jalan gang yang tak kunjung cair, para legislator justru terindikasi menikmati berbagai fasilitas mewah dalam agenda rapat dan kunjungan kerja. Ironisnya, banyak kegiatan itu yang hanya berujung pada dokumentasi seremonial tanpa hasil yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat.
Lebih miris, masih ditemukan kasus anak tidak sekolah, sekolah rusak, banyak pengangguran dan bantuan sosial macet. Tapi alokasi anggaran untuk kenyamanan legislatif justru tampak “lancar jaya”.
Menurut Donny Putra. T, S.H., pengamat hukum dan ASN aktif yang juga pengurus di Law Firm Hefi Sanjaya & Partners, kinerja dewan harus dikawal dengan prinsip akuntabilitas yang adil. “Kalau kepala desa bisa diaudit, dipanggil, bahkan dipermalukan karena kesalahan administrasi, kenapa dewan seolah steril dari tekanan yang sama? Mereka juga pejabat publik, bukan bangsawan demokrasi,” tegasnya.

Logo Hefi Sanjaya & Partners. (Foto:Mantv7.id)
Ia menilai ada indikasi pembiaran struktural, di mana legislatif dianggap ‘wilayah tabu’ untuk dikritik. “Diamnya mereka saat rakyat menjerit bukan sekadar kelalaian, tapi bisa dikategorikan sebagai pengkhianatan terhadap fungsi representasi,” katanya tajam.

Foto aktivis kerohanian Kabupaten Tangerang asal Balaraja, Ustad Ahmad Rustam. (Foto: Mantv7.id)
Ustadz Ahmad Rustam, aktivis kerohanian dan sosial, menyentil dari sudut pandang moral Islam. “Wakil rakyat yang tidur saat sidang dan diam saat rakyat susah adalah bentuk khiyanah amanah. Dalam Islam, jabatan itu bukan kehormatan tapi beban berat. Setiap kemewahan dari uang rakyat akan diminta pertanggungjawaban di akhirat,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa pemimpin yang hidup nyaman dari uang umat tapi tak peka terhadap penderitaan rakyat, telah jatuh dalam dosa sosial yang nyata.
Buyung E., Humas DPD YLPK PERARI Banten dan aktivis sosial lingkungan, menuding bahwa DPRD saat ini sedang terjebak dalam kegagalan moral institusional. “Kalau diam saat rakyat butuh pembelaan, lalu mendadak muncul bikin RDP pas isu viral, itu bukan kerja, itu akrobat politik,” kritiknya.
Buyung menyebutkan, YLPK PERARI akan terus mengawal agar penderitaan masyarakat tidak dijadikan panggung pencitraan. “Cukup sudah korban dipakai untuk konten. Rakyat bukan latar belakang selfie kekuasaan,” tandasnya.
Publik bertanya-tanya: seberapa besar kemanfaatan dari rapat-rapat dan kunjungan itu? Apakah benar untuk menyerap aspirasi, atau sekadar menikmati pendingin ruangan hotel berbintang sambil meneken daftar hadir?
Di sisi lain, kebutuhan masyarakat untuk layanan dasar masih timpang: puskesmas kekurangan dokter, sekolah kekurangan kursi, petani kekurangan pupuk, dan anak-anak mengais air bersih dari sumur keruh.
Jika ditelisik lebih dalam, dugaan kuat ada ketidakwajaran dalam alokasi belanja. Program kegiatan DPRD justru lebih gemuk di sisi perjalanan dan publikasi, bukan pada hasil legislasi atau kebijakan yang berdampak.
Semua pihak, terutama legislatif, harus siap dikritik. “Jangan merasa kebal hanya karena duduk di kursi terhormat. Kita semua dibayar dari pajak rakyat, jadi pertanggungjawabannya juga harus terbuka,” tegas Buyung.

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
YLPK PERARI mendesak agar seluruh elemen sipil, media, LSM, lembaga perlindungan, lembaga sosial lainnya dan aktivis bersatu menuntut keterbukaan:Apa saja isi rapatnya? Siapa saja yang hadir? Apa hasilnya untuk rakyat?
Jangan biarkan demokrasi berubah jadi dinasti, di mana sebagian kebal kritik, sementara yang lain terus dikejar etik.
REDAKSI | Mantv7.id