Menu

Dark Mode
Rapat di Hotel, Rakyat di Kolam Kesedihan: DPRD Kabupaten Tangerang Disorot Publik Ketimpangan Perlakuan Pejabat Demokrasi: Antara Dewan Dengan Kades Layaknya Sinetron Bawang Merah Dan Bawang Putih Dewan Baru Goyang Mikrofon Setelah Tersangka Masuk Bui: RDP Kasus Sugani Dipertanyakan, Jangan-Jangan Hanya Formalitas SPJ-LPJ? Proyek GSG Cisoka Disorot: Diduga Rusak Aset Negara, YLPK PERARI Siap Ambil Langkah Hukum Oknum Ketua RT dan RW Terduga Pemeras Pemborong Terancam Hukuman 9 Tahun Penjara Mobil Dipinjam Tak Pernah Kembali, Pengurus Musala Kecil Ini Hanya Bisa Menatap Jalan Kosong

Lingkungan

Pungutan Seragam Rp360 Ribu di SDN Sukatani 1: Pendidikan atau Pemaksaan?

badge-check


					Pungutan Seragam Rp360 Ribu di SDN Sukatani 1: Pendidikan atau Pemaksaan? Perbesar

Mantv7.id | Tangerang – Pendidikan dasar yang seharusnya menjadi hak seluruh anak bangsa kembali dipertanyakan integritas dan keadilannya. Laporan dari sejumlah wali murid SDN Sukatani 1 mengungkap adanya dugaan pungutan seragam sekolah senilai Rp360 ribu per siswa, mencakup seragam batik, olahraga, dan muslim. Praktik pungutan ini bukan hanya menjadi beban finansial bagi keluarga siswa, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar: apakah ini benar hasil musyawarah bersama, atau hanya keputusan sepihak yang dibungkus rapi atas nama komite sekolah?

Sejumlah orang tua menyatakan bahwa pungutan ini terkesan wajib. Bahkan, ada sinyalemen bahwa siswa yang belum membayar atau belum mengenakan seragam dianggap berbeda ditegur, tidak diajak upacara, atau tidak dilibatkan dalam kegiatan. Jika benar demikian, maka praktik ini bukan hanya tidak adil, tapi juga bertentangan dengan semangat pendidikan inklusif.

Dalih klasik yang kerap digunakan adalah bahwa ini hasil rapat komite. Namun fakta di lapangan menunjukkan banyak wali murid yang tidak pernah dilibatkan dalam rapat tersebut. Tidak ada berita acara yang terbuka, tidak ada dokumentasi yang dibagikan, dan tidak ada transparansi soal siapa yang menentukan harga seragam.

Jika komite hanya digunakan sebagai “stempel legalitas” untuk memuluskan kebijakan sepihak dari pihak sekolah, maka fungsi komite sebagai representasi suara orang tua telah diselewengkan.

Logo Hefi Sanjaya & Partners. (Foto:Mantv7.id)

Donny Putra, T. S.H, pengamat hukum dan pengurus Law Firm Hefi Sanjaya & Partners, menyebut praktik pungutan ini sebagai bentuk pelanggaran jika tidak memiliki dasar hukum yang sah dan mengikat.

“Kalau nominal ditentukan sepihak, tidak ada mekanisme sukarela, dan bahkan memunculkan diskriminasi terhadap siswa yang tidak mampu, maka praktik ini bisa masuk kategori pungutan liar terselubung,” jelasnya.

Ia juga menyoroti posisi kepala sekolah sebagai ASN. “Aparatur sipil negara tidak boleh memanfaatkan jabatan untuk memfasilitasi aktivitas bisnis, apalagi jika itu dilakukan di lingkungan sekolah,” tambahnya.

Sementara itu, Ustadz Ahmad Rustam, aktivis kerohanian dan sosial, mengingatkan dari sudut pandang moral dan agama.

“Menarik pungutan dari orang tua tanpa pertimbangan kemampuan dan tanpa dasar syar’i, lalu memaksa siswa untuk memakainya atau menerima konsekuensi, itu adalah bentuk kezaliman struktural. Dalam Islam, pemimpin akan ditanya atas apa yang ia pimpin, termasuk kepala sekolah,” ujarnya tegas.

Foto Buyung E, Humas DPD YLPK PERARI Banten. (Foto: Mantv7.id)

Buyung ., Humas Ketua DPD YLPK PERARI Banten, menyatakan bahwa lembaganya sedang mengumpulkan bukti dan kesaksian dari para wali murid untuk ditindaklanjuti.

“Kami akan telusuri mulai dari mekanisme keputusan, transparansi keuangan, hingga relasi antara pihak sekolah dan penyedia seragam. Kalau ada unsur pelanggaran hukum, markup harga, atau indikasi kolusi, maka akan kami bawa ke jalur resmi: dinas, inspektorat, hingga aparat penegak hukum,” ujarnya.

Ia menambahkan, “Jangan main-main dengan uang rakyat. Sekolah negeri bukan ladang dagang. Seragam itu soal pilihan, bukan kewajiban yang membebani.”

Poin-Poin Kejanggalan yang Menjadi Sorotan:

1. Tidak ada transparansi laporan penggunaan dana pungutan.
2. Tidak diketahui siapa penyedia seragam dan bagaimana proses pengadaannya.
3. Tidak tersedia skema pembebasan atau subsidi bagi siswa dari keluarga tidak mampu.
4. Pengawasan dari Dinas Pendidikan dan Pengawas Sekolah dinilai lemah.
5. Dugaan pelanggaran etika dan disiplin ASN oleh pihak kepala sekolah.

YLPK PERARI membuka pengaduan publik dari masyarakat dan siap menyusun laporan resmi kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang, Inspektorat, hingga Ombudsman RI. Laporan ini akan dilengkapi dengan bukti kronologis, testimoni wali murid, dan kajian hukum terkait.

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)

“Kami tidak akan tinggal diam. Jika hari ini pungutan seragam dibiarkan, besok akan muncul pungutan buku, bangku, bahkan biaya masuk sekolah negeri. Harus dihentikan sekarang juga,” tutup Buyung.

Redaksi mantv7.id membuka ruang hak jawab dan klarifikasi kepada Kepala Sekolah SDN Sukatani 1, Komite Sekolah, serta Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan 18 UU Pers No. 40 Tahun 1999.

Pendidikan adalah hak, bukan barang dagangan. Anak-anak bukan komoditas. Dan sekolah negeri bukan pasar bebas yang dikelola semena-mena.

REDAKSI | OIM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Rapat di Hotel, Rakyat di Kolam Kesedihan: DPRD Kabupaten Tangerang Disorot Publik

1 August 2025 - 04:58 WIB

Dewan Baru Goyang Mikrofon Setelah Tersangka Masuk Bui: RDP Kasus Sugani Dipertanyakan, Jangan-Jangan Hanya Formalitas SPJ-LPJ?

31 July 2025 - 17:07 WIB

Proyek GSG Cisoka Disorot: Diduga Rusak Aset Negara, YLPK PERARI Siap Ambil Langkah Hukum

31 July 2025 - 16:14 WIB

Oknum Ketua RT dan RW Terduga Pemeras Pemborong Terancam Hukuman 9 Tahun Penjara

31 July 2025 - 11:42 WIB

Mobil Dipinjam Tak Pernah Kembali, Pengurus Musala Kecil Ini Hanya Bisa Menatap Jalan Kosong

31 July 2025 - 08:53 WIB

Trending on Ekonomi