Menu

Dark Mode
Santunan Anak Yatim BK DPD IKM (Ikatan Keluarga Minangkabau) Kabupaten Tangerang Berlangsung di Masjid Minang Al-Kabawi Polemik RTLH Cikande: Tudingan Kades ke Wartawan Kian Panaskan Suasana, Celah Dugaan Penyelewengan Kian Terbuka Tiga Tahun Misterius: Skandal Tanah Desa Bunar, Kades dan BPN di Kursi Panas Proyek 3,9 Miliar di Cisoka: Pelaksanaan Pekerjaan Serampangan, Lalai K3, Semua Lini Pengawasan Disorot Sosialisasi Edukasi Kebersihan Gigi dan Mencuci Tangan di SD Negeri Cinumpi Sambut Hari Anak Nasional, KKM 70 Universitas Bina Bangsa Gelar Parenting Day di KB Al Firdaus Desa Malanggah Kecamatan Tunjung Teja Kabupaten Serang

Daerah

PT Gema Maju Glass: Kaca Bening, Nurani Buram – Retak di Pabrik, Retak di Hati, Retak di Doa Buruh

badge-check


					Foto logo PT Gema Maju Glass, Cikupa, Kabupaten Tangerang. (Foto: IST. Mantv7.id) Perbesar

Foto logo PT Gema Maju Glass, Cikupa, Kabupaten Tangerang. (Foto: IST. Mantv7.id)

Mantv7.id | Kabupaten Tangerang – Kaca bening bisa memantulkan bayangan, tapi tidak bisa memantulkan nurani yang sudah buram. Di PT Gema Maju Glass, Cikupa, Kabupaten Tangerang, kilau kaca hanya menutupi sisi gelap: buruh harian dibayar Rp80 ribu sampai Rp130 ribu per hari, tanpa BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Murahnya upah ini lebih mirip lembaran belas kasihan ketimbang penghargaan atas keringat manusia. Mereka bekerja di antara serpihan kaca yang bisa merobek kaki, tapi hidupnya lebih rapuh daripada kaca yang mereka produksi. Satu luka kecil saja bisa berarti bencana; tak ada jaminan kesehatan, tak ada perlindungan. Hanya nasib yang berjudi di setiap langkah. Di kantin pabrik, mungkin ada tawa. Tapi di rumah mereka, ada anak-anak yang menunggu orang tua pulang dengan harapan bisa membeli susu. Sementara pemilik pabrik mungkin sedang asyik membolak-balik laporan laba, buruhnya membolak-balik sisa uang receh untuk sekadar beli beras.

Foto Buyung saat investigasi PT Gema Maju Glass. (Foto: Mantv7.id)

Buyung. E, Kabid Humas YLPK Perari DPD Banten, melempar peringatan tajam: “Ini bukan soal kecil atau besar. Ini soal martabat manusia. Status harian lepas bukan izin untuk memperlakukan buruh seperti budak. Tidak mendaftarkan mereka ke BPJS adalah pelanggaran serius. Ada sanksi administratif bahkan pidana. Jangan pura-pura lupa; ini kewajiban hukum, bukan kebaikan hati.”

Foto Donny Putra T. S.H., aktivis Sosial – Lingkungan juga selaku Kabid advokasi di DPD YLPK PERARI Banten (Foto: Mantv7.id)

Donny Putra. T, S.H., dari Law Firm Hefi Irawan & Partners menambahkan nada hukum yang lebih tegas: “Hukum ketenagakerjaan bicara soal kepatutan dan kelayakan. Upah ini jauh dari layak, jauh dari pantas. PT sebesar ini tak bisa bersembunyi di balik alasan tradisi industri. Membiarkan buruh tanpa BPJS itu bukan hanya melawan hukum, tapi juga melukai kepastian hukum. Dan setiap luka pada hukum, cepat atau lambat akan berdarah di meja pengadilan.”

Buyung, YLPK Perari, justru melempar sindiran pedas ke instansi pemerintah: “Disnakertrans Kabupaten Tangerang, Bidang Hubungan Industrial, Seksi Pengupahan, Seksi Jaminan Sosial, Bidang Pengawasan, hingga Seksi Penegakan Norma Ketenagakerjaan – kalian semua digaji dari pajak rakyat. Kalian dibayar bukan untuk mengisi kursi rapat dan foto di spanduk acara seremonial, tapi untuk memastikan hak buruh terjaga. Kalau pabrik sebesar ini bisa lolos, kalian ini kerja atau hanya pandai menulis laporan manis untuk atasan?”

Foto Buyung, pengurus YLPK PERARI DPD Banten, aktivis lingkungan dan sosial. (Foto: IST. Mantv7.id)

BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan pun kena tamparan telak: “Bidang Kepesertaan, Bidang Kepatuhan Perusahaan, Seksi Penegakan Kepatuhan – kalian bukan penonton. Jangan hanya sibuk pasang spanduk di hotel bintang empat lalu foto bareng artis. Kalian dibentuk untuk menindak, bukan untuk selfie.”

Ustad Ahmad Rustam, aktivis kerohanian dan sosial , bicara dengan nada getir: “Buruh itu manusia, bukan mesin. Upah layak dan perlindungan sosial itu hak dasar. Mengabaikan itu zalim. Jangan kira doa buruh yang dizalimi akan diam. Kalau manusia menutup mata, langit yang akan membuka.”

Foto aktivis kerohanian Kabupaten Tangerang asal Balaraja, Ustad Ahmad Rustam. (Foto: Mantv7.id)

Ustad Rustam pun mengingatkan kutukan sosial yang sering dilupakan: “Keringat yang menetes tanpa penghargaan itu menjadi saksi. Tangan yang memegang serpihan kaca itu membawa doa. Doa orang teraniaya itu langsung naik ke langit, dan kalau sudah sampai, tak ada yang bisa menahannya. Jangan tunggu azab datang baru kalian sibuk cari alasan di media.”

Camat Cikupa dan Kades Sukamulya pun disindir habis-habisan: “Jangan hanya pamer senyum di panggung seremonial, jangan hanya pandai pasang baliho ucapan selamat. Buruh itu warga kalian. Diam kalian adalah dosa. Dosa sosial tidak akan hilang hanya dengan tanda tangan di buku tamu acara resmi.”

Secara tupoksi, kalian tak bisa berdalih: Camat Cikupa melalui Seksi Pemerintahan, Ketertiban Umum, Ketentraman dan Perlindungan Masyarakat wajib bertindak. Kades Sukamulya melalui Kasi Kesejahteraan dan Kasi Pemerintahan wajib jadi mata dan telinga rakyat. Kalau kalian pura-pura tak tahu, berarti nurani kalian sudah laku murah di meja pertemanan pengusaha.

PT Gema Maju Glass boleh memamerkan teknologi modern, boleh berkoar ramah lingkungan. Tapi bagaimana mau peduli pohon kalau pada manusia saja tak peduli? Kaca bening itu mudah pecah, tapi nurani yang buram akan pecah lebih dulu – dan bunyinya lebih memalukan.

Buyung memberi sinyal keras: “YLPK Perari siap mendampingi pekerja yang berani bersuara. Jangan tunggu ada mayat di lantai produksi baru pura-pura sibuk sidak. Buruh bukan budak, mereka manusia yang punya hak, punya harga diri.”

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)

Dan ini bukan sekadar peringatan, ini doa yang sudah menggantung di langit: YLPK Perari mendesak Disnakertrans, BPJS, Camat Cikupa, dan Kades Sukamulya untuk bertindak nyata. PT Gema Maju Glass harus buka suara, sebelum doa buruh yang kalian abaikan itu menjelma jadi kutukan sosial.

Karena kaca yang bening akan mudah pecah, tapi nurani yang pecah tak akan pernah bisa diperbaiki lagi.

REDAKSI | OIM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Polemik RTLH Cikande: Tudingan Kades ke Wartawan Kian Panaskan Suasana, Celah Dugaan Penyelewengan Kian Terbuka

25 July 2025 - 15:43 WIB

Tiga Tahun Misterius: Skandal Tanah Desa Bunar, Kades dan BPN di Kursi Panas

25 July 2025 - 15:10 WIB

Proyek 3,9 Miliar di Cisoka: Pelaksanaan Pekerjaan Serampangan, Lalai K3, Semua Lini Pengawasan Disorot

25 July 2025 - 13:22 WIB

Kebobrokan Terstruktur, Proyek Halaman SMPN 2 Jayanti Menelanjangi Wajah Asli Dinas Pendidikan: Material KW, K3 Diabaikan, Semua Lini Bungkam!

25 July 2025 - 02:53 WIB

Tak Kantongi Izin Resmi, Pembangunan Tower INDOSAT di Pabuaran Jayanti Terus Berjalan, Kemana Para Pejabat Yang Digaji Oleh Uang Rakyat?

25 July 2025 - 01:06 WIB

Trending on Daerah