Menu

Dark Mode
Bupati dan Wabup Sibuk Hadiri Acara, Sementara Proyek Beton Amburadul di Kabupaten Tangerang RUU KUHAP Disepakati Tambahkan Pasal Impunitas Advokat, DPR Tegaskan Lindungi Pembela Hukum Klontongan Hukum dan Buzzer Keadilan: Ketika Negara Dibisniskan Lewat Opini Palsu Petani di Pringsewu Dikeroyok di Jalan Umum, Kuasa Hukum Desak Polisi Tangkap Pelaku Sugani Ditangkap, Perjuangan 6 Bulan YLPK PERARI Berbuah Hasil: Terima Kasih Jajaran Polresta Kabupaten Tangerang Betonisasi Busuk di Kabupaten Tangerang: Dari Bukit Gading ke Vila Balaraja, Proyek Siluman Menari di Atas Pajak Rakyat

Pendidikan

Proyek Pendidikan Asal Jadi, Generasi Terdzalimi: Saat Sekolah Menjadi Korban Tata Kelola yang Tak Tertata

badge-check


					Foto kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang. (Foto: IST. Mantv.id) Perbesar

Foto kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang. (Foto: IST. Mantv.id)

Mantv7.id | Kabupaten Tangerang — Ironi terjadi di jantung dunia pendidikan Kabupaten Tangerang. Alih-alih memberikan ruang belajar yang aman dan bermartabat, proyek pembangunan dan rehabilitasi sekolah di wilayah Balaraja dan Tigaraksa justru menunjukkan wajah buram tata kelola yang nyaris tanpa kontrol. Siswa belajar berdampingan dengan debu proyek dan material berserakan. Apakah ini hasil dari sebuah perencanaan? Atau buah dari pembiaran sistemik yang sengaja dibiarkan tumbuh?

Ditemukan bahwa beberapa proyek yang dibiayai oleh anggaran negara tidak dilengkapi dengan batas pekerjaan. Area kerja terbuka begitu saja di tengah lingkungan sekolah aktif. Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang seharusnya menjadi syarat mutlak dalam pekerjaan konstruksi, terabaikan. Bahkan fabrikasi dan pengerjaan dilakukan di dalam ruang kelas. Apa yang sebenarnya sedang dirancang? Proyek pembangunan, atau pola pembiaran?

Dalam tata kelola anggaran publik, asas efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas bukan sekadar semboyan. Itu adalah keharusan. Namun ketika proyek fisik dibiarkan tanpa rambu, tanpa pengawasan memadai, dan tanpa standar keselamatan, maka publik patut bertanya: di mana tanggung jawab Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang?

PPK dan PPTK sebagai ujung tombak pelaksanaan teknis harus dimintai pertanggungjawaban. 

Mereka bukan hanya pemegang pena pada dokumen, tetapi juga penjaga pelaksanaan kegiatan. Jika proyek tidak terkendali, maka pelanggaran pertama bermula dari lemahnya fungsi kendali mereka. Ini bukan sekadar lalai, tapi kelalaian yang membawa dampak langsung terhadap keamanan dan kenyamanan peserta didik.

Pengawas lapangan dan konsultan pengawas juga tidak dapat bersembunyi di balik laporan yang rapi. Ke mana mereka ketika anak-anak terpapar debu dan potensi kecelakaan? Apakah mereka hadir di lapangan? Ataukah hanya menanti dokumen progres bulanan tanpa pernah benar-benar menyaksikan kondisi nyata?

Pelaksana proyek juga harus menjelaskan mengapa standar pelaksanaan diabaikan. Apakah karena mengejar target pencairan? Ataukah karena merasa tidak akan pernah disentuh oleh sanksi hukum? Tanpa koordinasi dengan pihak sekolah, pekerjaan dilakukan seolah-olah area pendidikan adalah milik pribadi.

Inspektorat Kabupaten Tangerang dan APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintah) perlu tampil menjelaskan ke publik. Mengapa fungsi pengawasan internal tidak mampu mendeteksi potensi pelanggaran sejak dini? Mengapa tidak ada evaluasi menyeluruh ketika pelanggaran mendasar seperti ini terus berulang? Jika mekanisme deteksi dini lumpuh, maka untuk apa keberadaan mereka?

DPRD Kabupaten Tangerang, khususnya Komisi II dan Komisi IV, perlu menyampaikan sikap tegas. Rakyat menanti suara legislatif. Apakah wakil rakyat bersedia membela hak anak-anak yang sekolahnya dijadikan lokasi proyek sembarangan? Ataukah memilih bungkam karena terlalu banyak kepentingan yang harus diselamatkan?

Fungsi kontrol kelembagaan seperti monitoring, evaluasi, audit, dan pendampingan teknis dari Dinas Pendidikan, seharusnya bukan sekadar formalitas administratif. Bila fungsi-fungsi ini mati, maka sistem akan berjalan di luar kendali. Maka, publik berhak menuntut pertanggungjawaban penuh kepada Sekretaris Dinas, Kabid Sarpras, dan seluruh pejabat struktural terkait.

Buyung, Kabid Humas DPD YLPK PERARI Provinsi Banten. (Foto: Mantv7.id)

Buyung, Kabid Humas DPD YLPK PERARI Provinsi Banten, menyampaikan tegas: “Kami meminta seluruh unsur terlibat untuk menjawab kepada publik. Kepala Dinas, PPTK, PPK, pengawas, pelaksana, hingga Inspektorat harus hadir menjelaskan. Tidak cukup dengan alasan teknis. Ini soal tanggung jawab moral terhadap generasi yang dirugikan.”

Rian, aktivis sosial Kabupaten Tangerang, menambahkan: “Kami tidak bicara soal proyek gagal. Kami bicara tentang potensi pelanggaran asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Jika tidak ada yang bertanggung jawab, maka kami anggap semua terlibat. Karena diam adalah bentuk persetujuan.”

Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tangerang juga tidak dapat terus diam di tengah kondisi darurat mutu dan pengawasan proyek pendidikan yang merugikan masa depan anak-anak daerah ini. Kami mendesak keduanya untuk segera turun langsung melakukan inspeksi mendalam ke SDN 6 Balaraja, SDN 1 Saga, dan SDN Cisereh 1 sebagai tiga titik awal yang telah teridentifikasi dalam investigasi awal YLPK PERARI.

Logo YLPK PERARI, Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)

Fakta-fakta di lokasi menunjukkan bukan sekadar kekurangan teknis, melainkan potensi kelalaian struktural dan lemahnya pengawasan yang mengancam hak anak-anak atas lingkungan belajar yang aman dan sehat.

Bupati dan Wakil Bupati harus menginstruksikan pembentukan Tim Investigasi Independen lintas sektor, terdiri dari unsur pengawasan internal pemerintah, tokoh masyarakat, serta lembaga pengawasan eksternal masyarakat sipil, untuk mengevaluasi seluruh proyek sejenis yang dibiayai dari APBD di sektor pendidikan.

Selain itu, kami mendesak agar Bupati dan Wakil Bupati menerbitkan Surat Keputusan Khusus untuk melakukan emergency audit terhadap semua proyek pembangunan sekolah tahun anggaran 2024–2025 di seluruh Kabupaten Tangerang, serta mewajibkan Dinas Pendidikan membuat laporan terbuka kepada publik mengenai status pengawasan, pelaksanaan K3, serta hasil uji mutu pekerjaan secara transparan.

Pada akhirnya, kerugian negara bukan hanya soal angka pada neraca. Tapi hilangnya kualitas, hilangnya rasa aman, dan hilangnya hak anak-anak untuk belajar di lingkungan yang layak. Jika seluruh unsur Dinas Pendidikan, Pelaksana, Pengawas, Inspektorat, APIP, dan DPRD tidak segera melakukan evaluasi menyeluruh dan bertanggung jawab, maka publik berhak menilai: inilah kegagalan kolektif yang tidak bisa lagi ditutup-tutupi.

Jika pendidikan adalah pilar bangsa, maka siapa pun yang merobohkan tiangnya dengan kelalaian, pembiaran, atau diam seribu bahasa telah menjadi bagian dari kehancuran itu sendiri. Rakyat tidak meminta lebih hanya meminta keadilan dan tanggung jawab dari pemimpin yang digaji melalui pajak mereka.

(OIM)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Bupati dan Wabup Sibuk Hadiri Acara, Sementara Proyek Beton Amburadul di Kabupaten Tangerang

19 June 2025 - 09:57 WIB

Petani di Pringsewu Dikeroyok di Jalan Umum, Kuasa Hukum Desak Polisi Tangkap Pelaku

19 June 2025 - 00:04 WIB

Sugani Ditangkap, Perjuangan 6 Bulan YLPK PERARI Berbuah Hasil: Terima Kasih Jajaran Polresta Kabupaten Tangerang

18 June 2025 - 15:08 WIB

Betonisasi Busuk di Kabupaten Tangerang: Dari Bukit Gading ke Vila Balaraja, Proyek Siluman Menari di Atas Pajak Rakyat

18 June 2025 - 09:58 WIB

Silaturahmi Strategis YLPK PERARI dan Dishub Tangkab: Membangun Sinergi demi Kepentingan Masyarakat

18 June 2025 - 09:40 WIB

Trending on Daerah