Balaraja, MANtv7 – Dugaan pelanggaran dan kelalaian mencuat dalam proyek lanjutan rekonstruksi Jalan Irigasi Tobat-Balaraja, Kp. Tegal Murni Rt.03/03 Kelurahan Balaraja Kecamatan Balaraja Kabupaten Tangerang Banten Kecamatan Balaraja, yang dibiayai dari APBD Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp2.368.130.000. Proyek yang dikerjakan CV. Habib Ridho selama 120 hari ini menuai sorotan tajam dari masyarakat dan pemuda setempat akibat banyaknya kejanggalan di lapangan.
Proyek infrastruktur yang seharusnya menjadi wujud pelayanan publik justru menyisakan deretan persoalan yang tidak bisa dibiarkan. Mulai dari ketiadaan petugas lalu lintas, batas kerja, penjaga alat berat, hingga standar keselamatan kerja (K3) yang semuanya disebutkan telah tercantum dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB), namun nihil di lapangan.
Yang lebih memprihatinkan, pengawasan dari Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kabupaten Tangerang nyaris tidak terlihat. Padahal, proyek bernilai miliaran ini bersumber dari uang rakyat. Ketidakhadiran pengawas dari dinas terkesan menyepelekan tanggung jawab profesional dan membuka celah penyimpangan.
Kritik keras juga datang dari elemen kepemudaan setempat yang selama dua hari terakhir secara sukarela mengatur lalu lintas di lokasi proyek demi keselamatan pengguna jalan. Ironisnya, mereka mengaku tidak mendapatkan perhatian sedikit pun dari pihak kontraktor maupun oknum lapangan yang diduga sebagai perpanjangan tangan pelaksana, seorang tokoh yang dikenal sebagai Jaro 03 inisial AW Kp. Tegal Murni.
Sikap kritis juga disampaikan H. Ucu, yang akrab disapa Bacung, Ketua LMPI MAC Balaraja. Ia menilai proyek ini sarat kejanggalan dan berpotensi menjadi ajang bancakan anggaran jika tidak segera diaudit menyeluruh.
“Ini proyek miliaran rupiah tapi dikerjakan seperti proyek kampung tanpa standar, tanpa pengawasan. Ini jelas ada yang bermain dan diduga kuat ada pembiaran dari pihak-pihak yang seharusnya mengawasi,” ujarnya tegas.

Papan proyek pekerjaan lanjutan rekonstruksi Jalan Irigasi Tobat-Balaraja, Kp. Tegal Murni Rt.03/03 Kelurahan Balaraja Kecamatan Balaraja Kabupaten Tangerang Banten. (Foto: MANtv7)
Bacung juga mempertanyakan peran Pemkab Tangerang dalam memastikan proyek berjalan sesuai spesifikasi. “Jangan cuma bisa bangga menggelontorkan anggaran, tapi lemah dalam pengawasan. Kalau begini caranya, sama saja membiarkan uang rakyat dibakar hidup-hidup,” kecamnya.
Ia mendesak aparat hukum, termasuk Kejaksaan dan Kepolisian, turun langsung untuk menelisik proyek ini, serta memeriksa semua pihak yang terlibat dari hulu ke hilir.
“Kami bantu supaya tidak ada kecelakaan. Tapi makan, rokok, dan keperluan lainnya semua dari kocek sendiri. Tidak ada yang peduli. Diduga Jaro AW yang katanya punya kuasa di lapangan justru terkesan masa bodoh,” ungkap salah satu pemuda kepada media MANtv7.
Berikut tambahan paragraf yang menyisipkan pernyataan tajam dari Zarkasih, yang dikenal dengan nama Rizal:

Foto Zarkasih yang dikenal dengan Rizal, Ketua DPD YLPK-PERARI Provinsi Banten
Zarkasih, tokoh masyarakat Balaraja yang dikenal luas dengan nama Rizal, turut angkat bicara mengenai kejanggalan proyek ini. Ia mengecam keras lemahnya pengawasan dan ketidakseriusan aparat terkait.
“Ini bukan proyek ecek-ecek. Duit rakyat yang dipakai, tapi pelaksanaannya seperti proyek bayangan. Mana pengawasnya? Mana tanggung jawab dinas? Jangan cuma duduk di ruangan ber-AC lalu tutup mata terhadap kekacauan di lapangan,” tegas Rizal dengan nada geram.
Ia juga menyoroti keberadaan sosok Jaro 03 inisial AW Kp. Tegal Murni diduga yang disebut-sebut sebagai ‘penguasa lapangan’, namun tak memberikan kontribusi apa pun kepada masyarakat yang justru bekerja sukarela. “Kalau hanya jadi perpanjangan tangan kontraktor tapi tidak paham etika sosial, lebih baik minggir. Ini proyek publik, bukan ladang main-main atau ajang kuasa-kuasaan,” lanjut Rizal.
Menurutnya, jika hal ini terus dibiarkan, maka bukan hanya kredibilitas Pemkab Tangerang yang rusak, tetapi juga semangat gotong royong warga akan hancur karena merasa dimanfaatkan dan diabaikan.
Kondisi ini memunculkan dugaan kuat bahwa ada unsur pembiaran atau bahkan kongkalikong antara pelaksana proyek dan pengawas, baik dari internal kontraktor maupun dari instansi terkait. Apalagi ketika anggaran yang seharusnya digunakan untuk pos-pos keselamatan dan ketertiban justru tidak terealisasi sebagaimana mestinya.
Pemerintah Kabupaten Tangerang, Dinas Bina Marga dan SDA, hingga Inspektorat serta aparat penegak hukum seperti Kejaksaan dan Kepolisian diminta untuk tidak tutup mata. Penanganan dugaan penyimpangan ini harus transparan dan tuntas, bukan sekadar teguran administratif.
Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, diancam pidana penjara. Dalam konteks proyek ini, jika terbukti ada mark-up, penggelapan, atau kelalaian terstruktur, maka unsur pidananya jelas terbuka.
Selain itu, Peraturan Menteri PUPR Nomor 28 Tahun 2016 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi mewajibkan setiap proyek konstruksi memiliki rencana dan pelaksanaan K3 yang jelas. Tidak adanya K3 dapat dinilai sebagai pelanggaran berat atas standar teknis pembangunan.
Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik juga menegaskan bahwa penyelenggara pelayanan publik wajib memberikan pelayanan yang berkualitas, tidak diskriminatif, dan bertanggung jawab. Jika pengawasan tidak dilakukan secara aktif, maka Pemkab dan dinas terkait patut diperiksa oleh lembaga pengawasan yang independen.
Di tengah banyaknya temuan lapangan dan keluhan warga, publik kini menanti langkah nyata dari Bupati Tangerang dan seluruh OPD terkait. Jangan sampai kasus ini hanya menjadi catatan kritik di media tanpa tindak lanjut konkret dari pemangku kebijakan dan penegak hukum.
Jika dibiarkan, kasus ini bukan hanya mencoreng citra pemerintah daerah, tetapi juga menciptakan preseden buruk dalam tata kelola anggaran daerah. Proyek yang dibayar dari pajak rakyat tidak boleh dijalankan dengan manajemen asal-asalan dan tanpa pengawasan ketat.
Kami dari MANtv7 mengajak masyarakat untuk terus mengawal proyek ini hingga tuntas, dan mendesak agar Inspektorat, Kejaksaan Negeri, Kepolisian, dan DPRD Kabupaten Tangerang segera memanggil pihak-pihak terkait.
Harapannya, semua pihak sadar bahwa ini bukan sekadar soal proyek jalan, tetapi soal keadilan, akuntabilitas, dan amanah dalam mengelola uang rakyat. Pemerintah harus hadir, bukan abai.
(D.D)