Mantv7.id | Tangerang — Proyek pemasangan jaringan Sistem Air Bersih (SAB) di Perumahan Griya Sutra, Desa Talagasari, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang, menuai sorotan. Pekerjaan yang seharusnya meningkatkan layanan dasar ini justru menimbulkan pertanyaan publik terkait kualitas pengerjaan dan lemahnya pengawasan teknis. Pantauan di lapangan menunjukkan aktivitas seperti penggalian dan penyambungan pipa dilakukan tanpa perlengkapan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai. Beberapa pekerja terlihat bekerja tanpa helm, rompi keselamatan, ataupun sepatu pelindung. Tak tampak pula keberadaan pengawas teknis dari instansi terkait yang seharusnya memastikan pelaksanaan proyek sesuai spesifikasi teknis dan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
“Saya melihat langsung para pekerja menggali tanah dan mengangkat pipa tanpa perlindungan apa pun. Kalau sampai terjadi kecelakaan, siapa yang bertanggung jawab?” ujar seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya.
Situasi ini memunculkan kekhawatiran akan potensi pelanggaran prosedur keselamatan kerja serta lemahnya pengawasan dari Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kabupaten Tangerang. Bidang Permukiman, Seksi Pelaksanaan Teknis, dan Seksi Pemeliharaan Prasarana dinilai gagal hadir secara maksimal dalam memastikan proyek sesuai standar.
Saat media mencoba meminta klarifikasi dari Ketua RT setempat, hingga berita ini ditulis, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan meski telah dihubungi beberapa kali. Namun Humas DPD YLPK PERARI Banten, Buyung, yang turut memantau kasus ini, menyatakan dirinya telah menanyakan langsung kepada Ketua RT berinisial “K”. “Ini proyek saya, saya yang ajukan. Kalau mau tahu lebih lanjut, tanya aja ke dinasnya,” ujar K dengan nada enteng, sebagaimana dikutip Buyung kepada redaksi Mantv7.id.

Foto Buyung, Aktivis Sosial Kabupaten Tangerang. (Foto: IST. Mantv7.id)
Ironisnya, Ketua RW di lingkungan Griya Sutra sendiri mengaku tidak mengetahui adanya proyek tersebut. “Saya tidak pernah dilibatkan atau diberi informasi apa pun soal proyek air bersih itu. Tahu-tahu sudah dikerjakan,” ungkap RW saat ditemui secara terpisah. Hal ini makin memperkuat dugaan bahwa proses sosialisasi dan pelibatan warga tidak dijalankan secara terbuka.
Sejumlah warga pun mempertanyakan urgensi dari proyek tersebut. Menurut mereka, wilayah Griya Sutra sejatinya telah memiliki layanan air bersih dari penyedia swasta sejak lama. “Kalau air bersih sudah ada, lalu kenapa harus dipaksakan proyek baru? Kami menduga ini hanya proyek formalitas yang dipaksakan tanpa kajian kebutuhan riil,” ungkap salah satu warga.
Aktivis lingkungan dan pemerhati kebijakan publik, Donny Putra, T. S.H., menyampaikan keprihatinan terhadap pelaksanaan proyek di kawasan yang belum memiliki kejelasan status aset. “Jika sebuah perumahan belum secara resmi diserahkan asetnya kepada pemerintah, pelaksanaan program pemerintah seperti SAB harus melalui kajian hukum dan teknis yang komprehensif. Apalagi jika ditemukan indikasi pelanggaran prosedur keselamatan kerja, ini perlu dievaluasi secara menyeluruh,” ujarnya.
Pemerintah Desa Talagasari dan Kecamatan Balaraja juga diharapkan dapat lebih responsif terhadap pelaksanaan proyek di wilayahnya. Sebagai pemangku kepentingan tingkat lokal, perangkat desa dan kecamatan memegang peran penting dalam menjaga tata kelola pembangunan yang transparan dan akuntabel.
Buyung menekankan pentingnya pengawasan berbasis regulasi. “Dalam setiap pelaksanaan proyek fisik yang bersumber dari anggaran publik, wajib dilakukan verifikasi teknis, survei lapangan, dan penilaian kebutuhan yang objektif. Jika hal ini diabaikan, proyek berpotensi menjadi ladang penyimpangan dan pemborosan anggaran,” tuturnya.
Ia menambahkan, proses serah terima aset dari pengembang ke pemerintah menjadi faktor utama dalam menentukan kelayakan intervensi program pembangunan. “Kita harus pastikan bahwa tidak ada pelanggaran administratif yang justru berisiko hukum di kemudian hari,” imbuhnya.

Foto aktivis kerohanian Kabupaten Tangerang asal Balaraja, Ustad Ahmad Rustam. (Foto: Mantv7.id)
Ustadz Ahmad Rustam, tokoh masyarakat sekaligus pembina majelis setempat, mengingatkan pentingnya menjaga nilai-nilai moral dalam pelaksanaan pembangunan. “Program seperti air bersih itu amanah, bukan sekadar proyek. Jika dilaksanakan tidak sesuai ketentuan, maka manfaatnya bisa tidak dirasakan maksimal oleh masyarakat,” ujarnya.
Mengacu pada Permendagri No. 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, setiap proyek pembangunan wajib melalui tahapan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban yang ketat. Proyek yang tidak melalui tahapan tersebut berisiko mengalami ketidaksesuaian sasaran.

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
Menanggapi kompleksitas persoalan tersebut, YLPK PERARI menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil termasuk organisasi kemasyarakatan (ormas), lembaga swadaya masyarakat (LSM), aktivis, dan media lokal untuk bersama-sama turun langsung ke lapangan, memverifikasi kondisi proyek, dan mengkonfirmasi ke dinas teknis terkait.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan laporan formal. Pengawasan sosial harus aktif dan partisipatif. Jika semua diam, maka praktik asal-asalan ini akan terus terjadi,” tegas Buyung, Humas DPD YLPK PERARI Banten.
Masyarakat pun mendorong agar Inspektorat Daerah, DPUPR Kabupaten Tangerang sebagai pengawas teknis umum, serta Komisi IV DPRD Kabupaten Tangerang segera turun tangan melakukan evaluasi menyeluruh atas pelaksanaan proyek SAB ini. Tujuannya agar setiap rupiah dari APBD digunakan secara efektif, transparan, dan tepat sasaran.
Redaksi Mantv7.id membuka ruang klarifikasi bagi pihak-pihak yang disebutkan dalam berita ini, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
(OIM)