Mantv7.id | Tangerang – Bau busuk proyek-proyek di Kabupaten Tangerang kian menyengat. Proyek Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kecamatan Kronjo yang dikerjakan CV Berkah Putra Pantura bukan hanya diduga asal jadi, tapi juga mencoreng dunia pers dengan sikap arogan oknum lapangan oleh Pelaksana proyek, yang diduga mengintimidasi wartawan. Tindakannya. Pelaksana proyek sempat melaporkan puluhan media ke Dewan Pers, namun laporan itu dicabut diam-diam. Celakanya, sejumlah media justru muncul membela membuat berita pencitraan yang tidak menjawab fakta lapangan yang diungkap media lokal. Aneh bin ajaib, di tengah gempuran kritik membangun, masih ada yang tega menjilat proyek amburadul pakai tinta wartawan.
Tak hanya di Kronjo, bau busuk itu juga menyusup ke proyek Gedung Serba Guna (GSG) di Cisoka, yang nilainya nyaris Rp4 miliar. Fakta di lapangan menyedihkan: pekerjaan asal, estetika amburadul, seperti kontraktor warungan yang menang tender skala besar. Begitu pula pembangunan arena climbing di RTH Balaraja yang diduga tidak memenuhi spesifikasi teknis.

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
Erwin, aktivis sosial dan lingkungan yang juga anggota DPP RJN sekaligus Humas DPD YLPK PERARI Banten, menyentil keras bobroknya pengawasan dalam proyek RTH Kronjo. Dengan nada tajam, ia menyoroti berbagai kejanggalan teknis dan lemahnya tanggung jawab struktural dalam tubuh Dinas Tata Ruang dan Bangunan (DTRB) Kabupaten Tangerang.
“Papan informasi nihil, material diduga tidak sesuai standar, pekerja di lapangan bahkan tak tahu siapa kontraktornya. Ini bukan proyek pembangunan ini akrobat anggaran! Rakyat dibohongi pakai APBD. Dari Kepala Dinas, Sekretaris, Kabid, Kasi, PPK, hingga konsultan perencana dan pengawas semua harus bertanggung jawab! Jangan cuma duduk manis dan percaya laporan di meja, tapi buta terhadap kondisi di lapangan,” tegasnya
Meski Pemborong Proyek Cabut Pengaduan ke Dewan Pers, RJN Tetap akan Layangkan Laporan ke Polisi. Ia menegaskan bahwa langkah hukum adalah keharusan demi menjaga marwah pers dan mengawal anggaran rakyat. “Ini bukan soal satu dua media, ini soal menjaga nyawa demokrasi. Kalau jurnalis dibungkam, besok rakyat yang ditindas,” ucap Erwin lantang.

Logo Hefi Sanjaya & Partners. (Foto:Mantv7.id)
Donny Putra T, S.H., pengamat hukum dan pengurus Hefi Sanjaya and Partners, menegaskan, “ASN yang diam terhadap kebobrokan bisa dianggap lalai dalam tanggung jawab hukum dan administratifnya. Termasuk bila membiarkan pelaksana proyek berbuat semena-mena terhadap jurnalis.”
Ustad Ahmad Rustam, aktivis kerohanian dan sosial, ikut menyuarakan amarah dari sisi moralitas. “Bekerja dari pajak rakyat, tapi malah menindas suara rakyat? Ini pengkhianatan terhadap amanah Allah dan hukum negara!” tegasnya.
Media yang memilih diam atau malah membuat berita tandingan pencitraan di tengah kondisi carut-marut proyek pemerintah, kini dipertanyakan etikanya. “Jangan jual profesi untuk upeti proyek. Jurnalisme mati kalau jurnalisnya rakus,” kritik Arfendy.
Di sisi lain, DPRD Kabupaten Tangerang juga tak luput dari sorotan. “Dewan jangan cuma tidur siang di gedung ber-AC. Turun ke lapangan, lihat sendiri proyek yang kalian sahkan anggarannya. Kalian digaji bukan untuk main HP dan selfie di ruang komisi,” sindir Erwin.
Lebih ironis lagi, di tengah kebusukan ini, Bupati dan Wakil Bupati malah sibuk keliling seremoni. “Pak Bupati, tolong bangun dari mimpi. Jangan biarkan rakyat disuguhi proyek busuk berbalut senyum pejabat,” sindir Ustad Rustam.
Seluruh lini dinas harus dibedah. Bukan hanya DTRB, tapi juga inspektorat daerah, ULP (Unit Layanan Pengadaan), bagian pembangunan Setda, hingga pengawasan eksternal seperti BPK dan Kejaksaan. “Kalau semua jalankan tupoksi, tak akan mungkin pekerjaan serampangan ini lolos dan jadi pemandangan sehari-hari,” ucap Donny.

Pengamat hukum Donny Putra T, S.H., dari Law Firm Hefi Sanjaya & Partners. (Foto: Mantv7.id)
Rakyat sudah cerdas, tak bisa dibungkam dengan pencitraan. Proyek bermasalah bukan soal teknis semata, tapi soal amanah anggaran. Jika kritik dibungkam, maka itu pengkhianatan. Jabatan adalah titipan, bukan tameng. Jangan bungkus kegagalan dengan seremonial. Jika suara rakyat terus diabaikan, hukum akan bicara.
REDAKSI | OIM