Mantv7.id | Kabupaten Tangerang – Di Kampung RT 10/03, Desa Kemuning, Kecamatan Kresek, tinggal sepasang lansia yang nyaris terlupakan negara. Bapak Saram dan Ibu Sumawi hidup di rumah tua yang lebih mirip gubuk reyot: atapnya bolong, dindingnya rapuh, lantainya lembab setiap hujan datang. Di tengah euforia Pemkab Tangerang yang membanggakan penurunan angka stunting, kisah dua orang tua ini justru menjadi tamparan keras. Tanpa bantuan, tanpa perhatian, dan tanpa satu pun perangkat desa yang benar-benar peduli. Ironisnya, kantor desa berdiri kokoh dengan struktur lengkap. Ada Seksi Kesejahteraan Sosial yang seharusnya paling peka terhadap kondisi semacam ini. Namun jangankan bantuan, mendata saja tampaknya tidak pernah dilakukan. Apakah mungkin mereka terlalu sibuk mengurus kegiatan yang lebih “menguntungkan”?
Bidang pembangunan desa pun setiap tahun bangga dengan proyek fisik dan infrastruktur. Namun, apakah membangun tembok dan trotoar lebih penting daripada memperbaiki atap rumah bocor milik lansia tak berdaya? Atau karena rumah seperti ini tidak menarik untuk difoto dalam laporan kegiatan?
Seksi pemerintahan desa juga tak menunjukkan geliat. Padahal, urusan data kependudukan dan pengawasan sosial masuk dalam tupoksi mereka. Namun tampaknya rutinitas apel dan absen pagi jauh lebih dianggap penting ketimbang memantau kondisi warga secara langsung.
Staf desa lainnya pun seperti tak bersuara. Ada yang pegang keuangan, ada yang urus data, ada pula yang mengurus surat-menyurat. Tapi rumah Saram dan Sumawi tetap jebol, tetap basah, dan tetap sunyi dari perhatian. Ini bukan sekadar kelalaian individu ini potret lemahnya sistem pelayanan publik yang kehilangan rasa.
Pertanyaannya, di mana peran kepala desa? Apakah beliau benar-benar tidak mengetahui kondisi warganya? Jika tidak tahu, maka sistem pengawasan dan komunikasi di desa patut dievaluasi. Tapi jika tahu dan membiarkan, itu mencerminkan pembiaran yang lebih serius daripada sekadar abai.
Camat Kresek pun tak bisa bersembunyi di balik meja dan tanda tangan dokumen monitoring. Jika satu rumah saja di wilayahnya luput dari perhatian, maka fungsi koordinatif kecamatan patut dipertanyakan. Pengawasan bukan slogan dalam rapat, tetapi aksi nyata yang harus dirasakan rakyat.
Setiap tahun ada alokasi Dana Desa, bantuan sosial, hingga anggaran penanggulangan kemiskinan. Namun ke mana semua itu mengalir? Jika setiap seksi dan bidang bekerja sesuai tugasnya, mestinya rumah tidak layak huni seperti ini sudah lama tersentuh program perbaikan.

Foto Zarkasih yang dikenal dengan Rizal, Ketua DPD YLPK-PERARI Provinsi Banten
Ketua YLPK PERARI DPD Banten, Rizal, menegaskan, “Jangan hanya bangga pada angka. Satu rumah jebol yang dibiarkan, itu aib untuk seluruh sistem. Kepala desa, camat, dan semua lini harus bertanggung jawab, bukan saling lempar beban.”

Foto Sekjen MAC LMPI (Laskar Merah Putih Indonesia) Kresek, Otoy, bersama keluarga Bapak Saram dan Ibu Sumawi tinggal di rumah tua yang lebih layak disebut gubuk. (Foto: Mantv7.id)
Sekjen LMPI (Laskar Merah Putih Indonesia) MAC Kresek, Otoy, juga menyindir keras dalam pernyataannya, “Kami tidak minta rumah mewah. Kami hanya minta negara hadir. Kalau perangkat desa tak bisa bantu satu rumah, lalu buat apa ada struktur sebanyak itu?”
Mantv7.id mendorong agar pengawasan eksternal seperti Inspektorat, BPKP, hingga Ombudsman RI segera turun langsung ke lapangan, khususnya ke wilayah Kecamatan Kresek. Jangan hanya percaya laporan kertas realita di lapangan tak bisa dipoles oleh SPJ dan lembar evaluasi.
Program seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), hibah, hingga bantuan sosial lainnya perlu diaudit menyeluruh. Siapa penerimanya? Ke mana alirannya? Mengapa masih ada warga seperti Bapak Saram dan Ibu Sumawi yang terabaikan?
Kami mengajak Bupati dan Wakil Bupati Tangerang untuk tidak menutup mata. Ini bukan sekadar kasus satu rumah bocor ini soal nurani dan moral kepemimpinan. Siapa yang diam saat rakyatnya menderita, akan tercatat sebagai pemimpin yang gagal memahami derita warganya sendiri.
Jika dalam waktu dekat tidak ada tindakan nyata dari pemerintah desa dan kecamatan, maka hilangnya kepercayaan publik adalah konsekuensi logis. Karena satu rumah yang kalian abaikan, bisa menjadi awal dari runtuhnya seluruh kepercayaan masyarakat terhadap wajah pelayanan publik di Kabupaten Tangerang.
(OIM)