Menu

Mode Gelap
Kuota Haji 2024: Doa yang Tertahan, Harapan yang Dirampas, Nurani Umat Tertikam Kursi KSB APDESI: Antara Amanah dan Tantangan Bongkar Pejabat Pemkab Tangerang yang Lalai: Digaji Uang Rakyat, Kerja Bobrok, Pilih Vendor Asal Jadi, Pelaksana Asal Ngoceh Temuan Lagi Nih, Pak Bupati: Jalan Paving Block Mulus Dihotmix, Jalan Rusak Dibiarkan — Kecamatan Cuma Jadi “Penonton”! Investigasi Tajam: Hotelisasi Boros Rp10 Miliar, Intimidasi Pers, Blokir Wartawan, dan Proyek Asal Jadi – Bupati Tangerang Harus Angkat Bicara Peringati Maulid Nabi Muhammad SAW, Warga Desa Saga Kompak Gelar Acara Meriah di Stadion Mini Balaraja

Nasional

Merdeka di Atas Kertas, Terkekang di Lapangan: Janji vs Realitas yang Membelenggu  

badge-check


					Merdeka di Atas Kertas, Terkekang di Lapangan: Janji vs Realitas yang Membelenggu  Perbesar

Mantv7.id | Tangerang, 16 Agustus 2025 –Setiap 17 Agustus, negeri ini riuh dengan bendera dan sambutan meriah. Tapi di balik gegap gempita, ada dugaan bahwa kemerdekaan sejati masih terbelenggu oleh kepentingan segelintir pihak. Tan Malaka pernah menegaskan: merdeka bukan sekadar bebas dari penjajah, tapi bebas menentukan nasib sendiri tanpa terikat kekuatan yang menindas. “Merdeka sejati bukan hanya lepas dari penjajah, tapi bebas dari kemiskinan, kebodohan, dan ketergantungan yang membuat rakyat tetap terjajah di negeri sendiri.” Dalam perspektif Islam, kemerdekaan adalah hak yang dibingkai tanggung jawab moral. Rakyat merdeka adalah mereka yang terbebas dari penindasan, mampu menegakkan keadilan, dan menolak tunduk pada hawa nafsu kekuasaan. Nyatanya, indikasi dominasi politik dan ekonomi masih terlihat jelas, membuat sebagian rakyat tetap terkungkung dalam jerat sistem yang timpang.

Pers yang merdeka seharusnya bisa menelisik fakta tanpa takut atau dibeli kenyamanannya. Namun, ada indikasi intervensi halus: tekanan ekonomi, politik, hingga ancaman terselubung. Media yang hanya menjaga “relasi” demi kepentingan pemilik modal atau kekuasaan sejatinya bukan merdeka. Ia jadi corong kepentingan tersembunyi, bukan penjaga kebenaran.

Ilustrasi gambar wartawan dalam aturan bisnis. (Foto: IST. Mantv7.id)

Ketika kebenaran dijual demi amplop atau iklan, publik kehilangan kontrol atas kekuasaan. Wartawan sejati bukan hanya menulis tanpa takut, tapi berani menulis meski takut, selama fakta ada di pihaknya. Jika pers diam, rakyat menjadi korban senyap dari narasi yang disusun untuk menutup pelanggaran.

Pengamat hukum Donny Putra T, S.H., dari Law Firm Hefi Sanjaya & Partners. (Foto: Mantv7.id)

Di lapangan, dugaan ketidakmerdekaan terlihat dari pelayanan publik yang lamban, pungutan liar yang merajalela, hingga aparat yang menutup mata pada potensi pelanggaran. “ASN itu bukan sekadar pegawai negara, tapi pengemban amanah publik. Kalau lalai atau ikut bermain dalam pelanggaran, mereka sama saja mengkhianati sumpah jabatan,” tegas Donny Putra. T, S.H, pengamat hukum dan pengurus Law Firm Hefi Sanjaya & Partners.

Foto Ustad Ahmad Rustam aktivis kerohanian dan sosial Kabupaten Tangerang. (Foto: Mantv7.id)

Ustad Ahmad Rustam menegaskan, pemimpin yang abai pada rakyatnya sama dengan menantang murka Allah. “Kalau kekuasaan dijalankan untuk menindas atau memeras, itu zalim, dan kezalimannya pasti dibalas.” Pesan ini menusuk telinga penguasa yang nyaman di kursi empuk tapi tuli pada jeritan rakyat.

Foto Buyung E. Humas DPD YLPK PERARI

Foto Buyung E, Humas DPD YLPK PERARI Banten. (Foto: Mantv7.id)

Buyung E., aktivis sosial dan Humas DPD YLPK Perari Banten, menambahkan, kemerdekaan sejati juga berarti bebas dari kerusakan lingkungan. “Kalau air dan udara sudah tercemar oleh keserakahan, rakyat sejatinya sedang dijajah ulang. Bedanya, kali ini penjajahnya ber-KTP Indonesia.”

Ironisnya, kritik keras sering dibalas jargon birokrasi atau slogan pembangunan manis di spanduk. Padahal, fakta lapangan menunjukkan rakyat masih harus berjuang sendiri untuk hak dasar mereka. Kemerdekaan yang dijual demi kenyamanan pribadi hanyalah simbol kosong di kalender nasional.

Sejarah memperingatkan, bangsa yang membiarkan kemerdekaannya dicicil sedikit demi sedikit akan kembali terjajah beda halnya kali ini, penindasnya adalah bangsanya sendiri. Maka, merdeka harus dipahami sebagai tanggung jawab kolektif: pejabat, jurnalis, dan warga semua punya peran menjaga agar kebebasan tidak disalahgunakan atau dibungkam.

Merdeka bukan hanya soal mengibarkan bendera, tapi keberanian melawan segala bentuk penindasan, dari meja birokrasi hingga halaman rumah sendiri. Penjajah terkejam adalah anak negeri yang menggadaikan bangsanya demi kepentingan pribadi. Merdeka sejati adalah berani melawan salah dan menuntut keadilan, bukan diam membela kekuasaan yang menindas.

Jangan bangga merdeka di atas kertas jika di lapangan masih tunduk pada penjajah yang berwajah bangsamu sendiri.

REDAKSI | Mantv7.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Kuota Haji 2024: Doa yang Tertahan, Harapan yang Dirampas, Nurani Umat Tertikam

16 September 2025 - 13:11 WIB

Kursi KSB APDESI: Antara Amanah dan Tantangan

15 September 2025 - 20:17 WIB

Bongkar Pejabat Pemkab Tangerang yang Lalai: Digaji Uang Rakyat, Kerja Bobrok, Pilih Vendor Asal Jadi, Pelaksana Asal Ngoceh

15 September 2025 - 16:27 WIB

Temuan Lagi Nih, Pak Bupati: Jalan Paving Block Mulus Dihotmix, Jalan Rusak Dibiarkan — Kecamatan Cuma Jadi “Penonton”!

14 September 2025 - 23:55 WIB

Investigasi Tajam: Hotelisasi Boros Rp10 Miliar, Intimidasi Pers, Blokir Wartawan, dan Proyek Asal Jadi – Bupati Tangerang Harus Angkat Bicara

14 September 2025 - 16:24 WIB

Trending di Daerah