Mantv7.id-Kabupaten Tangerang-Kemacetan parah yang terjadi di sekitar Pasar Sentiong, Desa Tobat, Kecamatan Balaraja, tak hanya memengaruhi kenyamanan warga, namun juga memperburuk citra tata kelola ruang publik. Menurut pengamatan, lapak-lapak liar yang berdiri sepanjang jalan utama itu seolah diberi restu oleh oknum-oknum yang seharusnya menjaga ketertiban. Praktik pungutan liar yang terjadi di sana mencurigakan, dengan biaya sewa lapak yang dibebankan kepada pedagang mencapai Rp2 juta per titik, ditambah dengan biaya bulanan sebesar Rp500 ribu dan pungutan harian Rp10 ribu yang diklaim untuk listrik dan kebersihan.
Pertanyaan pun muncul, apakah lapak-lapak liar ini memang sengaja dibiarkan tumbuh dan berkembang? Dan lebih memprihatinkan lagi, dugaan adanya praktik pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum-oknum pengurus desa yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Kepala Desa Tobat, Eman, yang dihubungi untuk memberikan penjelasan, justru memberikan respons yang dianggap menyepelekan masalah ini dengan mengatakan, “Kurang rapi, kurang wah beritanya.” Sebuah pernyataan yang tentunya tidak mencerminkan sikap seorang pejabat publik yang seharusnya memberikan solusi konkret bagi permasalahan yang ada.
Dalam situasi ini, banyak pihak yang mempertanyakan langkah-langkah yang akan diambil oleh pemerintah Kecamatan Balaraja dan Pemkab Tangerang. Mengingat bahwa kemacetan yang ditimbulkan oleh lapak-lapak liar ini mengganggu aksesibilitas warga dan menciptakan ketidaktertiban di ruang publik, sudah saatnya pemerintah turun tangan dengan serius. Keberadaan instansi terkait seperti Dinas Perhubungan, Satpol PP, dan Dinas UMKM harusnya dapat segera melakukan penertiban dan menanggapi aduan masyarakat dengan tindakan yang jelas dan tegas.
Menurut sejumlah saksi mata dan pengguna jalan, mereka merasa geram setiap harinya terjebak macet di jalan utama yang seharusnya lebih lancar. Salah satu pemilik lapak yang tidak mau disebutkan namanya mengungkapkan, “Kami bayar Rp2 juta untuk buka, lalu Rp500 ribu sebulan, dan Rp10 ribu per hari. Katanya buat listrik dan kebersihan.” Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa ada praktik pungli yang merugikan masyarakat dan membiarkan kesemrawutan terjadi di tengah jalan utama tersebut.
Desakan dari masyarakat pun semakin besar agar lembaga pengawasan seperti BPK, Inspektorat, dan Dinas terkait turun langsung ke lapangan untuk menyelidiki dugaan pungli ini. Mengingat bahwa dana yang digunakan dalam hal ini berasal dari pajak masyarakat, sudah semestinya setiap tindakan dari pejabat publik dan instansi pemerintah dapat dipertanggungjawabkan dengan transparan.
Ustad Ahmad Rustam, aktivis kerohanian dan anggota DPD YLPK PERARI Provinsi Banten, turut memberikan pandangannya. Ia mengingatkan bahwa dalam Islam, pemimpin adalah pelayan rakyat, bukan pemungut upeti dari rakyat. “Jika benar ada pungli dalam bentuk sewa liar di jalan umum, itu bukan hanya pelanggaran hukum negara, tetapi juga pengkhianatan terhadap amanah Allah. Jalan umum adalah milik umat, dan tidak boleh dimonopoli untuk keuntungan kelompok tertentu,” ujarnya.
Ironisnya, selama ini, pemerintahan di tingkat desa dan kecamatan seolah tutup mata terhadap keluhan masyarakat. Padahal, mereka memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa ruang publik digunakan dengan baik dan adil bagi semua pihak. Warga pun mempertanyakan, di mana peran Satpol PP yang bertugas menegakkan peraturan daerah, Dinas Perhubungan yang seharusnya mengatur lalu lintas, dan Dinas UMKM yang mengelola dan memfasilitasi usaha mikro, kecil, dan menengah? Mengapa mereka diam membiarkan pelanggaran ini terjadi di depan mata mereka?
Dugaan adanya pungli ini jelas bukan masalah sepele. Jika dibiarkan terus-menerus, hal ini tidak hanya mencederai keadilan sosial, tetapi juga menunjukkan lemahnya sistem pengawasan yang ada di tingkat desa dan kecamatan. Semua ini berpotensi menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, yang seharusnya hadir untuk melindungi hak-hak mereka.
Oleh karena itu, harapan masyarakat pun sangat sederhana: Pemerintah Kabupaten Tangerang dan semua dinas terkait harus segera mengambil langkah tegas, melakukan investigasi yang transparan, dan menindak oknum-oknum yang terlibat dalam praktik ilegal ini. Jangan sampai rakyat semakin kehilangan kepercayaan, karena jika hukum tak mampu menjangkau pelanggaran di tingkat desa, masyarakat pasti akan mencari cara lain untuk menuntut keadilan.
Tentu saja, tindakan yang jelas dan cepat dari pemerintah akan membuktikan bahwa mereka peduli pada kesejahteraan masyarakat dan siap bertanggung jawab atas anggaran yang berasal dari pajak mereka. Ini adalah momen bagi semua pihak yang terlibat untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap tata kelola pemerintahan yang bersih dan berkeadilan.****
(Oim)