Mantv7.id | Kabupaten Tangerang – Dugaan pelanggaran hak-hak pekerja kembali menjadi sorotan tajam. Kali ini, dua perusahaan di Kabupaten Tangerang, yakni PT Gema Maju Glass yang berlokasi di Kecamatan Cikupa dan PT Marta Berdikari Nusantara (MBN) di Tigaraksa, dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) oleh Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri (YLPK PERARI). Laporan ini bukan tanpa dasar. YLPK PERARI menerima sejumlah keluhan dan bukti awal dari pekerja dan mantan pekerja yang merasa hak normatif mereka diduga dilanggar. Hak-hak tersebut meliputi keterlambatan atau kekurangan upah, tidak terdaftar pada program BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, jam kerja yang tidak sesuai regulasi, serta ketidakjelasan status hubungan kerja.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, dugaan pelanggaran tersebut menyentuh pasal-pasal penting dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, antara lain:
– Pasal 90 ayat (1): Melarang pengusaha membayar upah di bawah UMR.
– Pasal 99 dan 100: Mewajibkan pengusaha mendaftarkan pekerja ke jaminan sosial nasional.
– Pasal 77-78: Mengatur waktu kerja maksimum serta hak atas waktu istirahat.
– Ditambah UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, serta Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
“Sudah jelas dalam UU, perusahaan wajib memberikan hak dasar pekerja. Tapi praktik di lapangan masih banyak dugaan manipulasi dan pengabaian. Ini bukan kelalaian biasa, ini bisa dikategorikan pembangkangan terhadap hukum,” tegas Erwin, Humas DPC YLPK PERARI.
YLPK PERARI resmi mengantarkan surat pengaduan langsung ke Disnaker Kabupaten Tangerang pada hari ini, sebagai bentuk protes hukum terhadap dugaan pembiaran dan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan yang patut diduga melanggar hak pekerja.

Logo Hefi Sanjaya & Partners. (Foto:Mantv7.id)
Sorotan tajam juga datang dari pengamat hukum Donny Putra T, S.H., yang juga pengurus di Law Firm Hefi Sanjaya & Partners. Menurutnya, tanggung jawab atas kondisi ini bukan hanya di pundak perusahaan, tetapi juga pada ASN yang memegang mandat pelayanan publik.
“Ketika laporan pekerja tidak ditindak, pengawasan dibiarkan lemah, maka ASN dalam struktur Disnaker ikut menanggung tanggung jawab hukum. Ada konsekuensi pidana bagi aparatur yang dengan sadar membiarkan pelanggaran sistematis. Kita bicara tentang pelanggaran atas hak konstitusional pekerja,” ujar Donny tegas.

Foto Donny Putra T. S.H., aktivis Sosial – Lingkungan juga selaku pengurus Law Firm Hefi Sanjaya And Partners. (Foto: Mantv7.id)
Lembaga ini juga menyoroti seluruh lini internal Disnaker Kabupaten Tangerang, mulai dari Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan, yang memiliki wewenang utama melakukan inspeksi dan penindakan, Seksi Hubungan Industrial, yang seharusnya aktif menyelesaikan konflik ketenagakerjaan, hingga Bidang Pembinaan dan Pelatihan, yang berperan dalam edukasi hukum kepada perusahaan.
“Kalau semua lini di Disnaker hanya sekadar formalitas dan stempel dokumen, maka siapa lagi yang bisa melindungi pekerja? Jangan biarkan birokrasi jadi kuburan keadilan buruh,” ujar Buyung, aktivis sosial yang turut mendampingi kasus ini.
Menurut pantauan redaksi, kasus ini bukan pertama kalinya mencuat ke publik. Media ini, mantv7.id, sebelumnya telah beberapa kali memberitakan indikasi dugaan pelanggaran ketenagakerjaan di perusahaan-perusahaan tersebut. Namun ironisnya, respon instansi teknis dinilai lamban dan minim tindakan nyata.
“Kami menduga ada pembiaran sistematis. Laporan media sudah berkali-kali. Di mana pengawasan? Di mana sanksinya? Disnaker jangan hanya jadi penonton dalam pertunjukan penderitaan buruh!” imbuh Erwin.
Tidak hanya Disnaker, YLPK PERARI juga mendorong BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Kabupaten Tangerang agar tidak sekadar menunggu laporan dari perusahaan, namun proaktif melakukan investigasi dan verifikasi lapangan, sesuai amanat Pasal 14 dan 15 UU 24/2011.

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
Sebagai bagian dari upaya advokasi lanjutan, YLPK PERARI menyatakan siap mengadukan masalah ini ke Ombudsman RI, Komnas HAM, dan Kementerian Ketenagakerjaan, serta mendampingi korban untuk menempuh jalur hukum, jika tidak ada itikad baik dari perusahaan maupun tindakan tegas dari pemerintah daerah.
Hingga berita ini diturunkan, pihak manajemen PT Gema Maju Glass dan PT MBN belum memberikan tanggapan, begitu juga dengan Disnaker Kabupaten Tangerang. Redaksi masih membuka ruang hak jawab sebagai bentuk tanggung jawab jurnalistik.
Buruh bukan budak, hukum bukan hiasan, dan pengawasan bukan formalitas. Jika institusi gagal, maka suara rakyat yang akan bersuara.
REDAKSI | OIM