Mantv7.id | Nasional – Di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang semakin terhimpit, dana sedekah dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) seharusnya menjadi harapan dan penopang hidup bagi mereka yang membutuhkan. CSR bukan sekadar program pencitraan perusahaan, tetapi amanah sosial dan moral yang wajib disalurkan tepat sasaran. Namun, mirisnya, di sejumlah wilayah, dana CSR justru diduga berubah arah. Bukan lagi murni untuk rakyat miskin, melainkan mampir lebih dulu di meja orang-orang yang haus kuasa dan bernafsu mengutak-atik hak kaum kecil.
Pertanyaannya, di mana suara lantang para ulama saat amanah suci ini dinodai? Dalam sebuah diskusi di Institute for Humanitarian Islam (IFHI) di Menteng, Profesor Mahmud Erol Kilic, Guru Besar Tasawuf asal Turki, mengungkapkan bahwa para ulama di Indonesia sering kali lebih fokus pada ibadah ritual seperti shalat dan puasa, namun jarang menggaungkan bahwa korupsi adalah haram.
Padahal, menurut survei Pew Research Center 2024, Indonesia adalah negara paling religius di dunia. Ironisnya, dalam Indeks Persepsi Korupsi 2024, peringkat kita justru melorot ke posisi 99 dari 180 negara. Religius di bibir, tapi korupsi termasuk menyalahgunakan dana sedekah tetap merajalela.
Kalau dana sedekah saja masih dilahap dengan nafsu, apa lagi yang bisa tersisa dari nurani? CSR itu bukan kue lebaran yang boleh dipotong seenaknya. Itu adalah titipan masyarakat yang secara hukum agama memiliki kedudukan tinggi, dan pengkhianatannya termasuk dosa besar.

Foto. Dok. (IST. Mantv7.id)
Rasulullah SAW telah menegaskan bahwa setiap amanah akan diminta pertanggungjawaban. Mengambil dana CSR untuk kepentingan pribadi sama saja memakan hak anak yatim, orang miskin, dan kaum lemah yang seharusnya terbantu.
Fenomena ini tak hanya mencoreng moral pelaku, tetapi juga menodai wajah agama ketika tokoh yang seharusnya menjadi penjaga nilai malah memilih diam. “Mengapa masih banyak kasus korupsi di negara yang terkenal paling religius?” tanya seorang peserta diskusi di IFHI.
Jawaban Prof. Mahmud Erol Kilic sederhana namun menohok: “Ulama lebih sering mengajarkan bahwa setelah shalat dan puasa, selesai kewajiban. Tidak banyak yang menyerukan bahwa korupsi itu haram.”

Pengamat hukum Donny Putra T, S.H., dari Law Firm Hefi Sanjaya & Partners. (Foto: Mantv7.id)
Pengurus Law Firm Hefi Sanjaya & Partners Donny Putra T., S.H juga aktivis hukum dan sosial menegaskan bahwa dalam perspektif hukum, segala bentuk dugaan pelanggaran, baik itu korupsi, penyalahgunaan wewenang, maupun praktik yang merugikan masyarakat, tidak boleh dibiarkan berlalu begitu saja. “Aparatur negara, pejabat publik, maupun pihak swasta yang mendapat amanah, wajib mengelola anggaran dan program dengan transparan, akuntabel, dan sesuai hukum. Jika ditemukan pelanggaran, proses hukum adalah konsekuensi logisnya, tanpa pandang bulu,” ujarnya.
Ironisnya, penyalahgunaan CSR sering dibungkus dengan laporan indah di atas kertas. Masyarakat penerima manfaat mengaku tidak pernah menerima bantuan tersebut, atau hanya mendapatkan sisa-sisa yang tidak layak.

Foto Buyung E, Humas DPD YLPK PERARI Banten. (Foto: Mantv7.id)
Humas YLPK Perari DPD Banten Buyung E., juga sekaligus pemerhati sosial dan lingkungan mengingatkan bahwa fungsi pengawasan publik bukan hanya tanggung jawab lembaga pemerintah, tetapi juga bagian dari hak konsumen dan masyarakat untuk memastikan layanan publik berjalan sesuai ketentuan.

Gambar logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri). (Foto: Mantv7.id)
“YLPK Perari hadir untuk memastikan hak-hak masyarakat terlindungi. Dugaan pelanggaran, apalagi yang berdampak pada hajat hidup orang banyak, harus diusut tuntas. Tidak ada alasan pembiaran, karena pembiaran adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanat rakyat,” tegasnya.
Jika ulama, tokoh agama, dan pejabat publik menutup mata, kebusukan ini akan terus menjadi budaya. Setiap dana sosial akan dianggap sebagai peluang memperkaya diri, dan kata “amanah” akan kehilangan maknanya.

Foto Ustad Ahmad Rustam aktivis kerohanian dan sosial Kabupaten Tangerang. (Foto: Mantv7.id)
Aktivis Kerohanian & SosialUstad Ahmad Rustam menyampaikan bahwa dari sudut pandang agama, amanah adalah sesuatu yang akan dimintai pertanggungjawaban di dunia dan akhirat. “Siapapun yang berkhianat terhadap amanah publik, baik melalui korupsi, penyalahgunaan jabatan, maupun kebohongan publik, berarti ia telah menyalahi janji di hadapan manusia dan Tuhan. Keadilan dan kebenaran adalah kewajiban, bukan pilihan,” ucapnya dengan nada yang menohok.
Padahal, jihad di masa kini tidak selalu berarti mengangkat senjata. Menyuarakan kebenaran di hadapan penguasa zalim, membela hak rakyat miskin, dan menolak penyalahgunaan dana sedekah adalah jihad moral yang justru paling dibutuhkan.
Sudah saatnya semua pihak perusahaan pemberi CSR, pemerintah sebagai pengawas, ulama sebagai penjaga moral, dan masyarakat sebagai penerima bersatu melawan penyalahgunaan dana sosial. Transparansi bukan sekadar pilihan, tetapi kewajiban yang tak bisa ditawar.
Ingatlah satu kalimat bijak: Harta yang kau ambil dengan mengkhianati amanah akan berubah menjadi duri di jalanmu, bahkan sebelum kaki melangkah ke liang lahat.
REDAKSI | Mantv7.id