Menu

Dark Mode
Ketika Rakyat Diminta Mengerti, Tapi Negara Tak Pernah Mau Mengerti Ngaku Profesional, Bertindak Preman: Proyek RSUD Tobat Diduga Sarat Arogansi dan Pelanggaran Ngaku Profesional, Bertindak Preman: Proyek RSUD Tobat Sarat Arogansi dan Pelanggaran Program RTLH Cikande Sarat Dugaan Ketertutupan: YLPK PERARI Soroti Semua Lini, Jangan Ada yang Sembunyi di Balik Meja Proyek Amburadul SDN Cikande III Jayanti Bukan Kasus Pertama: Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang Diduga Pelihara Sistem Gagal dan Pembiaran Terstruktur 13 Wajah Baru Perkuat Barisan Anggota Muda PWI Kabupaten Tangerang

Uncategorized

Ketika Rakyat Diminta Mengerti, Tapi Negara Tak Pernah Mau Mengerti

badge-check


					Ketika Rakyat Diminta Mengerti, Tapi Negara Tak Pernah Mau Mengerti Perbesar

Mantv7.id | Kabupaten Tangerang – Coba bayangkan: ada tanaman terlarang tumbuh di pekarangan rumahmu. Seketika, kamu bisa dianggap sebagai pemiliknya. Polisi datang, garis segel dipasang, dan kamu terancam dibawa ke ranah hukum. Tapi ketika yang ditemukan di tanah yang sama adalah gas alam atau minyak bumi, tiba-tiba semuanya berubah menjadi milik negara. Aneh? Ya, tapi itulah kenyataannya. Ironi seperti ini bukan sekadar opini kosong. Ini adalah gambaran nyata betapa aturan di negeri ini kadang terasa timpang. Ketika ada risiko atau masalah, rakyat yang diminta bertanggung jawab. Tapi ketika muncul potensi keuntungan besar, negara yang langsung mengambil kendali.

Uraian tajam semacam ini bahkan ramai dibicarakan di media sosial, seperti dalam video yang diunggah akun TikTok @76bansitioo, yang menggugah kesadaran publik soal keadilan kebijakan negara terhadap rakyatnya.

Hal serupa juga terjadi ketika seseorang memutuskan untuk buka usaha. Modal dari mana? Bukan dari negara. Semua ditanggung sendiri dari keringat, tabungan, bahkan kadang utang. Tapi begitu usaha itu mulai ramai, omzet naik, pajak pun datang mengetuk.

Negara hadir, bukan untuk menyokong, melainkan memungut. Pajak diambil, kewajiban diminta, meskipun saat si pengusaha merintis sendirian, nyaris tak ada fasilitas yang diberikan secara konkret. Birokrasi pun kadang lebih sering jadi penghalang ketimbang penolong.

Listrik pun begitu. Saat PLN padamkan aliran listrik ke rumah-rumah, masyarakat diminta maklum. Disuruh sabar, disuruh pengertian. Alasannya bisa macam-macam: gangguan teknis, pemeliharaan jaringan, atau bahkan cuaca. Tapi coba sekali saja rakyat telat bayar tagihan, langsung saja meteran bisa dicabut. Tanpa ba-bi-bu.

Ini bukan soal tak mau patuh aturan. Tapi ketika keadilan tak terasa berimbang, wajar kalau rakyat mulai bertanya: sebenarnya siapa yang dilayani? Siapa yang dilindungi?

Keadilan itu mestinya punya rasa. Bukan cuma tertulis di undang-undang, tapi terasa di kehidupan sehari-hari. Negara dan rakyat seharusnya jadi mitra, bukan seperti atasan dan bawahan.

Kalau semua sumber daya diambil negara, lalu rakyat cuma dijadikan objek kebijakan, bagaimana mereka bisa tumbuh mandiri? Bagaimana mereka bisa merasa dihargai sebagai pemilik sah dari tanah air ini?

Regulasi yang adil seharusnya memperlakukan rakyat sebagai subjek yang bermartabat. Ada hak, ada kewajiban, tapi semuanya berjalan seimbang. Bukan yang satu menindas, yang lain harus pasrah.

Kritik seperti ini bukan untuk memusuhi negara, tapi untuk menyadarkan. Negara yang kuat justru lahir dari kritik yang sehat. Karena kalau semua diam, maka ketimpangan akan terus dianggap biasa.

Generasi muda perlu mulai sadar bahwa demokrasi bukan sekadar ikut pemilu lima tahun sekali. Demokrasi adalah soal suara yang didengar, soal keadilan yang dirasakan.

Dan terakhir, jangan biarkan keanehan-keanehan semacam ini dianggap lumrah. Karena kalau rakyat terus disuruh mengerti, tapi negara tak pernah benar-benar mau mengerti, maka ketimpangan akan terus jadi warisan.

Keadilan butuh empati. Perubahan butuh suara.

REDAKSI | OIM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Ngaku Profesional, Bertindak Preman: Proyek RSUD Tobat Diduga Sarat Arogansi dan Pelanggaran

2 August 2025 - 12:25 WIB

Ngaku Profesional, Bertindak Preman: Proyek RSUD Tobat Sarat Arogansi dan Pelanggaran

2 August 2025 - 10:35 WIB

Program RTLH Cikande Sarat Dugaan Ketertutupan: YLPK PERARI Soroti Semua Lini, Jangan Ada yang Sembunyi di Balik Meja

1 August 2025 - 16:24 WIB

Proyek Amburadul SDN Cikande III Jayanti Bukan Kasus Pertama: Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang Diduga Pelihara Sistem Gagal dan Pembiaran Terstruktur

1 August 2025 - 14:31 WIB

13 Wajah Baru Perkuat Barisan Anggota Muda PWI Kabupaten Tangerang

1 August 2025 - 12:32 WIB

Trending on Figur