Mantv7.id – Kabupaten Tangerang | Mangkraknya proyek Sanitasi Pesantren (Sanitren) di Pondok Pesantren Al Barkah, Desa Cireundeu, Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang, membuka tabir buram tata kelola anggaran publik berbasis keagamaan. Proyek yang sedianya menjadi wujud perhatian pemerintah terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan pondok pesantren, justru menyisakan bangunan tak layak pakai tanpa air, listrik, maupun kejelasan pelaksanaan. Dalam pemneritaan sebelumnya Mantv7.id menjelaskan bahwa proyek mangkrak tanpa ada penjelasan dan informasi jelas.
Tim YLPK PERARI bersama media Mantv7.id dan Kasi PD Pontren Kemenag Kabupaten Tangerang telah meninjau langsung lokasi proyek. Hasilnya mengejutkan: kabel listrik kecil dan tak standar, bangunan belum diplester, toren air nihil, dan progres baru sekitar 65 persen. Siapa pelaksana proyek ini? Mengapa tidak ada papan informasi yang semestinya menjadi instrumen transparansi sesuai amanat UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik?
Saat dikonfirmasi, Deden dari Kemenag Kabupaten Tangerang secara tegas menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki wewenang terhadap proyek Sanitren. Kemenag hanya dilibatkan dalam pendataan pesantren aktif. Lalu siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan proyek bernilai miliaran rupiah ini?
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, setiap proyek pemerintah harus memuat kejelasan pelaksana, spesifikasi teknis, serta mekanisme pengawasan berlapis. Dugaan pelanggaran muncul ketika proses pengadaan dilakukan tanpa dokumentasi informasi proyek secara terbuka kepada publik, dan pelaksanaan tidak diawasi oleh konsultan teknis independen.
Apakah Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra), Dinas PUPR, Dinas Perkim, Bappeda, serta Inspektorat Daerah telah lalai dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas teknis dan administratif? Mengapa tidak ada alarm sejak dini ketika proyek tak menunjukkan perkembangan signifikan? Kelalaian ini berpotensi mengarah pada dugaan kerugian keuangan negara.

Logo YLPK PERARI, Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
Siarruddin, Humas DPP YLPK PERARI, menyampaikan sentilan keras terhadap dinas terkait. Ia menegaskan bahwa proyek publik, apalagi yang menyentuh ranah keumatan, harus dikelola dengan penuh amanah. “Kalau uang rakyat digunakan tanpa akuntabilitas, maka bukan hanya uang yang terbuang, tapi kepercayaan masyarakat yang hancur,” ucapnya.
Buyung, aktivis sosial Kabupaten Tangerang, turut memberikan peringatan keras. “Jangan sampai proyek keumatan justru menjadi proyek kemunafikan. Siapa yang mengkhianati amanah publik, maka sungguh ia telah menggadaikan jiwanya untuk dunia. Bangunan ini dibangun atas dasar pajak masyarakat, bukan untuk dipermainkan oleh tangan-tangan kotor yang mengaku beriman.”
Ketiadaan koordinasi antarinstansi dan lemahnya sistem pengawasan membuat proyek Sanitren berpotensi menjadi proyek siluman. Dimana laporan? Siapa bertanggung jawab jika pondok hanya menerima material setengah jadi? Apakah kita hanya akan menunggu BPK atau Kejaksaan yang turun tangan baru semua pihak terbirit-birit mencari pembenaran?
Dalam sebuah negara demokrasi, media adalah pilar keempat yang menjaga keseimbangan kekuasaan. Mantv7.id hadir bukan untuk menghakimi, tapi untuk menyuarakan kegelisahan masyarakat. Konfirmasi demi konfirmasi telah dilakukan, dan fakta di lapangan tidak bisa disembunyikan oleh narasi seremonial semata.
Kegagalan proyek ini tidak semata soal teknis, tapi tentang kelalaian sistemik dalam pelaksanaan pekerjaan pemerintah. Jika proyek sebesar ini tidak diawasi, bagaimana dengan proyek lainnya? Bukankah kita sedang membiarkan lubang kerugian negara makin menganga hanya karena sikap acuh dari para pemangku kebijakan?
Mantv7.id melalui berita ini mengingatkan seluruh pejabat publik dan penyelenggara negara bahwa pemberitaan bukan ancaman, melainkan pengingat. Bahwa kekuasaan tanpa pengawasan hanyalah jalan pintas menuju kezaliman administratif. Jangan jadikan media sebagai musuh, tapi sebagai mitra evaluatif bagi pemerintahan yang lebih bersih.
Kami menyerukan kepada semua elemen masyarakat ormas, LSM, asosiasi profesi, jurnalis, dan seluruh kontrol sosial untuk ikut serta mengawasi proyek-proyek publik. Keberpihakan kepada kebenaran tidak cukup lewat doa, tapi harus diiringi aksi nyata dan solidaritas lintas sektor.
Proyek Sanitren seharusnya menjadi mercusuar kebersihan fisik dan spiritual. Tapi ketika ia ditelantarkan dalam gelapnya niat dan manipulasi anggaran, maka ia tak lebih dari monumen kegagalan moral. Negeri ini tidak kekurangan dana, hanya kekurangan niat baik. Maka kami akhiri dengan seruan: bangunlah proyek dengan akhlak, agar berkahnya sampai pada umat, bukan hanya pada kuitansi.
(RIAN)