Mantv7.id-Kabupaten Tangerang-Dugaan praktik jual beli proyek fiktif yang menyeret oknum Kepala Desa (Kades) Kampung Kelor, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, kembali mencuat ke permukaan. Dalam laporan Serangraya.com edisi Kamis, 8 Mei 2025, seorang kontraktor berinisial DN (43) secara resmi melaporkan Kades berinisial AH ke Polres Metro Tangerang Kota atas dugaan penipuan dan penggelapan dana sebesar Rp150 juta. Kasus ini tidak bisa dipandang sebagai persoalan pribadi antara dua individu semata, melainkan sebagai cermin buram dari lemahnya sistem pengawasan terhadap roda pemerintahan desa. Lebih jauh, dugaan jual beli proyek fiktif ini menjadi peringatan keras bagi Pemerintah Kabupaten Tangerang, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD), Inspektorat Daerah, hingga Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) untuk tidak menutup mata dan berpura-pura tidak tahu.
Menurut keterangan DN kepada media, peristiwa bermula dari kesepakatan yang dijalin pada 14 Juli 2024. Dalam perjanjian tersebut, DN menyerahkan cek senilai Rp150 juta sebagai bentuk ‘dana free’ untuk mendapatkan paket proyek desa. Namun, proyek yang dijanjikan tak kunjung terealisasi. Bahkan hingga kini, tak ada tanda-tanda proyek dimaksud benar-benar ada.
DN melalui kuasa hukumnya, Nurhadi Sutia, mengaku telah mengirimkan surat somasi kepada Kades AH. Namun surat tersebut tidak pernah mendapat tanggapan, bahkan terkesan diabaikan. Hal ini mempertegas dugaan adanya itikad buruk dari pihak terlapor. Laporan resmi pun akhirnya dibuat ke Polres Metro Tangerang Kota dengan Nomor LP/B/336/III/2025/SPKT/Polres Metro Tangerang Kota/Polda Metro Jaya.
Ironisnya, Kades AH saat dikonfirmasi di kantornya, justru mengaku mengetahui laporan tersebut dari kerabat. Ia mengatakan akan berusaha menyelesaikan permasalahan secara musyawarah. Narasi “jalur damai” seperti ini justru menunjukkan bahwa penyelesaian masalah hukum rentan dipelintir menjadi urusan personal, padahal telah menyangkut dana publik dan potensi penyalahgunaan kekuasaan.
Pertanyaannya, di mana peran Inspektorat Kabupaten Tangerang? Apa sikap BKPSDM dalam menanggapi dugaan pelanggaran etika aparatur negara? Bagaimana DPMPD mengontrol kebijakan pengadaan proyek desa agar tidak diselewengkan oleh oknum kades nakal?
Peristiwa ini seharusnya menjadi momen evaluasi serius. Kinerja pengawasan aparatur sipil negara (ASN) di tingkat desa selama ini terlalu longgar. Jika dibiarkan, praktik-praktik seperti ini akan menjadi pola sistemik dan menjamur di desa-desa lain. Pemerintah kabupaten harus turun tangan, bukan sekadar membuat klarifikasi basa-basi.
Pemkab Tangerang sebagai garda terdepan dalam reformasi birokrasi desa tak bisa tinggal diam. Sudah saatnya seluruh dinas teknis terkait DPMPD, Inspektorat, hingga Bagian Hukum bekerja sama menuntaskan persoalan ini secara transparan, terbuka kepada publik, dan bertindak tegas bila terbukti bersalah.
Secara hukum, dugaan perbuatan ini dapat dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan. Selain itu, tindakan semacam ini jelas bertentangan dengan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 26 ayat (4) huruf c yang menegaskan bahwa Kepala Desa wajib melaksanakan prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi.
Ustad Ahmad Rustam, aktivis kerohanian sekaligus anggota DPD YLPK PERARI Provinsi Banten, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus yang mencoreng nama baik kepemimpinan desa. Ia menyebut bahwa perilaku oknum kades yang diduga memperdagangkan proyek fiktif adalah bentuk nyata dari kepemimpinan yang dzalim.
Kepala desa bukanlah raja kecil yang boleh bertindak semaunya. Jika benar terjadi penipuan, itu adalah bentuk khianat terhadap amanah rakyat dan dosa besar dalam pandangan agama. Rasulullah bersabda: ‘Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”. Ujarnya tegas.
Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Desa juga mengatur bahwa setiap penggunaan dana desa harus disertai bukti fisik dan akuntabilitas yang jelas. Jika proyek yang dijanjikan ternyata fiktif, maka patut diduga telah terjadi pelanggaran berat terhadap prinsip keuangan negara.
Pemeriksaan internal dari Inspektorat serta pengawasan dari Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) tidak boleh ditunda lagi. Ini bukan sekadar konflik antara warga dan kades. Ini adalah masalah integritas penyelenggara negara yang menyangkut kepercayaan publik dan penggunaan uang rakyat.
Kami dari media berharap aparat penegak hukum (APH) dan pengawas ASN di Kabupaten Tangerang tidak menutup mata atas dugaan pelanggaran ini. Penegakan hukum tidak boleh tebang pilih. Semua pejabat publik wajib tunduk pada hukum dan etika jabatan. Kejadian ini harus menjadi momentum pembenahan menyeluruh.****
(oim)