Menu

Dark Mode
Sugani Ditangkap, Perjuangan 6 Bulan YLPK PERARI Berbuah Hasil: Terima Kasih Jajaran Polresta Kabupaten Tangerang Betonisasi Busuk di Kabupaten Tangerang: Dari Bukit Gading ke Vila Balaraja, Proyek Siluman Menari di Atas Pajak Rakyat Silaturahmi Strategis YLPK PERARI dan Dishub Tangkab: Membangun Sinergi demi Kepentingan Masyarakat Rentenir Berkedok Koperasi, Bunga Over Tinggi, Dokumen Pribadi Disandera: Soala Gogo Jadi Teror Baru Warga Sugani Kebal Hukum: Perkosa Anak Bawah Umur, Tak Ditahan, Didampingi Kades, Istrinya Berdalih, Nama Pengacara Dilempar ke Lumpur ANAK PEMILIK KAMPUS TERKENAL JADI PREDATOR: Remaja 15 Tahun Diperkosa Berulang Hingga Hamil, Lalu Bungkam Dengan Uang Melalui Orang Suruhan

Pendidikan

Jeritan Hati Sang Juara O2SN, Pulang Dapat Janji Tanpa Apresiasi, Dinas Pendidikan Dalam Prahara!

badge-check


					Foto sang juara Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) Pencak Silat tahun 2024 - 2025 Allen Chaerunnisa dan Muhammad Dzikry Dzakwan. (Foto: Mantv7.id) Perbesar

Foto sang juara Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) Pencak Silat tahun 2024 - 2025 Allen Chaerunnisa dan Muhammad Dzikry Dzakwan. (Foto: Mantv7.id)

Mantv7.id | Kabupaten Tangerang – Mereka berdiri tegak di atas podium, mewakili sekolah, daerah, bahkan membawa harapan bangsa. Tapi saat kembali, sambutan hangat itu tak pernah datang. Hanya sepi, hanya janji, hanya luka yang tak diobati. Juara O2SN 2024 – 2025 dari SMPN 1 Balaraja, anak-anak pencak silat yang gagah dan berani itu, diperlakukan seperti tak berarti. Orang tua mereka, yang mengiringi dengan doa dan semangat, hanya bisa menahan amarah dalam diam. Saat bertanya ke sekolah, hanya dijawab ketus: “Ambil sendiri ke dinas.” Lalu ke dinas? Malah dilempar ke pusat. Seakan prestasi anak-anak ini hanya beban birokrasi yang tak penting dibahas. Inikah yang disebut pendidikan berkarakter?

Andai tidak ada anggaran dari pusat, apakah sekadar piagam, simbol penghargaan, atau sekotak bingkisan kecil pun tak bisa diusahakan? Lalu apa arti kata “penghargaan” di mata pejabat pendidikan kita? Apakah anak-anak ini harus juara dunia dulu baru dianggap pantas dipeluk dan dihargai?

Yang lebih ironis, saat mereka menang, semua pejabat berebut tampil di media sosial. Saat giliran bertanggung jawab, semuanya mendadak lenyap. Kepala sekolah diam. Guru-guru seolah bisu. Dinas Pendidikan mendadak tuli. Yang mereka lakukan bukan pembinaan, tapi eksploitasi prestasi demi pencitraan.

Kolase foto sang juara O2SN SMP tingkat kabupaten tahun 2024 dan 2025 asal sekolah SMPN I BALARAJA. Muhammad Dzikry Dzakwan dan Allen Chaerunnisa. (Foto: Mantv7.id)

O2SN disebut sebagai wadah mencari bibit unggul bangsa. Tapi perlakuan seperti ini malah mencetak benih trauma kolektif. Anak-anak ini diajarkan satu hal: jadi juara pun tak menjamin dihargai. Ini bukan pendidikan, ini pembusukan moral dari sistem yang seharusnya mendidik.

Foto Ketua DPD YLPK PERARI, Rizal bersama Legal hukumnya Donny Putra S.H, dan aktivis sosial Nurdin di depan kantor Dinas Pedidikan. (Foto: Mantv7.id)

YLPK PERARI menyebut kondisi ini sebagai bentuk pembiaran sistematis. Bukan sekadar kelalaian, tapi pengabaian yang menciderai semangat anak-anak yang telah berjuang. Mereka menuntut evaluasi total, bukan hanya pada SMPN 1, tapi juga seluruh rantai birokrasi pendidikan dari daerah hingga kementerian.

Jajaran yang harus bertanggung jawab bukan hanya kepala sekolah. Ada Wakil Kesiswaan, guru pendamping, Kasi Kesiswaan Dinas Pendidikan, Kepala Bidang SMP, Sekretaris Dinas, hingga Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang. Bahkan Kementerian Pendidikan RI yang terlalu kaku menyusun juknis juga layak disorot. Tidak ada ruang untuk cuci tangan dalam ironi ini.

Di mana empati? Di mana hati nurani para pemangku kebijakan? Apakah birokrasi telah begitu pekat menutupi sisi manusiawi pendidikan? Jangan lagi bersembunyi di balik dalih juknis. Ini bukan soal uang, ini soal penghargaan, soal menyentuh hati anak-anak yang telah berjuang melampaui batas.

Anak-anak ini latihan dari pagi buta hingga malam. Mereka menahan sakit, cedera, bahkan mengorbankan waktu belajar hanya demi membawa harum nama sekolah dan daerah. Tapi usai juara, yang mereka dapat hanya saling lempar tanggung jawab. Sungguh pilu.

Pejabat pendidikan yang sibuk rapat tapi enggan turun tangan, harus bercermin. Berhentilah jadi penonton. Anak-anak ini tak butuh pidato, mereka butuh pengakuan. Jangan biarkan mimpi mereka layu hanya karena kalian terlalu sibuk menghitung berkas dan menunda empati.

Kami dari Mantv7.id bersama YLPK PERARI menyerukan kepada semua pihak: media, LSM, aktivis, organisasi kepemudaan, tokoh masyarakat, dan pemuka agama – angkat suara! Jangan biarkan luka ini membusuk tanpa penawar. Jangan biarkan sistem pendidikan mencetak generasi yang kecewa pada negerinya sendiri.

Foto Rizal, Ketua DPD YLPK PERARI Banten. (Foto: Mantv7.id)

Rizal, Ketua DPD YLPK PERARI Banten sekaligus orang tua salah satu juara O2SN, mengungkapkan kekecewaannya, “Anak saya bangga bisa mewakili sekolah dan berhasil menjadi juara. Tapi saat kami bertanya ke sekolah dan dinas, semua justru saling lempar tanggung jawab. Masa kami disuruh ambil sendiri penghargaan ke sana ke mari? Ini bukan bentuk pelayanan pendidikan, ini sudah masuk kategori pelecehan moral terhadap perjuangan anak-anak.”

Jika hari ini sang juara diperlakukan seperti tak juara, maka esok tak akan ada yang mau berlomba. Jika penghargaan tidak pernah diberikan, maka anak-anak akan belajar bahwa prestasi hanyalah ilusi. Sebuah kemenangan tanpa makna di mata para pejabat yang mengabaikan.

Nurdin, aktivis sosial Kabupaten Tangerang juga menegaskan, “Ini bukan sekadar soal pencak silat atau O2SN. Ini soal bagaimana sistem pendidikan memperlakukan anak-anak berprestasi. Jika yang berprestasi saja diperlakukan seperti ini, bagaimana dengan yang sedang berjuang? Ini alarm bahwa ada yang sangat rusak dalam tata kelola apresiasi pendidikan kita.”

Saatnya nurani dikedepankan. Hentikan dalih, hentikan pembiaran. Beri penghargaan walau hanya simbolis, karena dari sanalah harga diri tumbuh. Jangan tunggu anak-anak ini berhenti bermimpi, lalu menjauh dari panggung bernama harapan. Sebelum semuanya benar-benar terlambat.

Kami tegaskan: Kepala Sekolah SMPN 1, seluruh guru, Wakil Kesiswaan, Kasi Kesiswaan Dinas, Kabid SMP, Sekretaris Dinas Pendidikan, Kepala Dinas, bahkan Kementerian, semua harus tampil. Jangan sembunyi di balik tumpukan aturan. Karena jika kalian gagal memberi teladan, maka kalian bagian dari masalah yang membunuh semangat anak-anak Indonesia.

(OIM)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Sugani Ditangkap, Perjuangan 6 Bulan YLPK PERARI Berbuah Hasil: Terima Kasih Jajaran Polresta Kabupaten Tangerang

18 June 2025 - 15:08 WIB

Betonisasi Busuk di Kabupaten Tangerang: Dari Bukit Gading ke Vila Balaraja, Proyek Siluman Menari di Atas Pajak Rakyat

18 June 2025 - 09:58 WIB

ANAK PEMILIK KAMPUS TERKENAL JADI PREDATOR: Remaja 15 Tahun Diperkosa Berulang Hingga Hamil, Lalu Bungkam Dengan Uang Melalui Orang Suruhan

16 June 2025 - 14:37 WIB

Sampah dan ASN: Ketika Apel Pagi Jadi Mitos, Balaraja Tenggelam Dalam Bau Busuk Sampah

16 June 2025 - 10:31 WIB

Senyum Ustad Tak Lagi Terbuka, Tangis Anak Tak Lagi Didengar: Ke Mana Sugani, Si Pemerkosa Itu?

16 June 2025 - 09:43 WIB

Trending on Daerah