Mantv7.id – Kabupaten Serang | Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur nasional, ironi tajam justru menampar wajah Pemerintah Kabupaten Serang. Sebuah jembatan yang berada di Blokang Cikande KM.07, Kampung Babakan, Desa Blokang, Kecamatan Bandung, Kabupaten Serang, diduga telah rusak parah sejak lama, hanya ditambal ala kadarnya dengan pelat baja, tanpa penanganan serius. Warga setempat melaporkan bahwa kerusakan ini sudah menelan banyak korban jatuh, luka-luka.
Dugaan kuat mengarah kepada kelalaian pemerintah desa hingga dinas terkait yang tampak abai terhadap keselamatan publik. Dalam pengamatan tim redaksi, kondisi jembatan ini bukan sekadar tak layak, tapi cenderung menjadi perangkap maut. Mengapa tidak ada perbaikan permanen? Apakah keselamatan masyarakat bukan lagi prioritas?
Menurut keterangan warga sekitar yang enggan disebutkan namanya, kerusakan sudah terjadi berbulan-bulan, namun hingga kini belum ada perbaikan struktural yang signifikan. Dimana tanggung jawab Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air? Seolah jembatan ini tidak terlihat oleh para pemangku anggaran dan jabatan, padahal letaknya berada di jalur vital masyarakat desa.
Dugaan pembiaran ini menjadi tamparan keras bagi Kecamatan Bandung dan Pemerintah Desa Blokang yang seolah terlelap dalam rutinitas administrasi tanpa kepekaan sosial. Bagaimana mungkin fasilitas publik yang rusak dibiarkan berbulan-bulan? Apakah karena wilayah ini tidak bernilai politik atau ekonomi, maka keselamatan warganya dianggap sepele?
Kepala Desa Blokang dan Camat Kecamatan Bandung hingga berita ini disusun belum memberikan keterangan resmi meski sudah dihubungi melalui berbagai kanal komunikasi. Mengapa diam di tengah jeritan korban? Dugaan ketidakseriusan dan minimnya transparansi anggaran menjadi pertanyaan besar yang patut diusut tuntas.

Logo YLPK PERARI, Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
Humas DPP YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri), Siarruddin, ia menyampaikan pernyataan tegas, “Kami mendesak Pemerintah Kabupaten Serang, terutama Dinas terkait dan aparat Kecamatan Bandung, untuk segera mengambil langkah konkret. Dugaan kelalaian terhadap keselamatan publik adalah bentuk nyata pelanggaran hak dasar warga.”
Siarrdudin menambahkan bahwa pihaknya akan memantau kasus ini dan siap melaporkan ke Ombudsman hingga Kementerian PUPR bila tidak ada tindakan. “Ini bukan soal jembatan saja, ini soal nyawa rakyat. Jika dibiarkan, ini bisa masuk dalam unsur kelalaian yang mengakibatkan luka atau kematian sebagaimana diatur dalam Pasal 359 KUHP, dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun,” ujarnya.
Selain itu, jika terbukti ada penggunaan anggaran yang tidak tepat atau sengaja ditunda, maka dapat dikaitkan dengan Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik yang mengakibatkan kerugian rakyat, dengan ancaman pidana penjara dua tahun delapan bulan.
Aparat penegak hukum, Inspektorat, dan Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD) patut turun tangan. Apalagi jika ada dana pemeliharaan atau pembangunan infrastruktur yang sudah dikucurkan tapi tidak terealisasi. Dugaan korupsi dalam bentuk pengalihan anggaran juga harus diusut berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Masyarakat, yang seharusnya dilindungi, kini justru menjadi korban dari apa yang bisa disebut sebagai kelalaian sistematis. Setiap kendaraan yang melintas di atas jembatan itu berpotensi menjadi berita duka. Dimana hati nurani pejabat desa? Atau apakah mereka lebih sibuk menghadiri seremoni seremonial ketimbang mendengar derita rakyatnya?
YLPK Perari dalam himbauannya menyatakan, “Kami mendorong keterlibatan semua elemen masyarakat untuk mengawasi dan menuntut transparansi, serta mendesak pemimpin yang telah diberikan amanah, agar tidak menjadikan jembatan rusak sebagai simbol mentalitas bobrok birokrasi desa.”
Sementara itu, Mantv7.id membuka ruang konfirmasi bagi semua pihak terkait, agar informasi yang disampaikan publik tetap seimbang dan sesuai etika jurnalistik. Namun, fakta lapangan, bukti visual, dan testimoni warga menunjukkan adanya dugaan kuat pengabaian fungsi oleh pejabat setempat.
Akhirnya, di tengah gelapnya realita jembatan rusak ini, kita bertanya: Berapa banyak lagi yang harus jatuh, sebelum mereka yang duduk di atas anggaran sadar? Mungkin bukan karena mereka tidak tahu, tapi karena mereka tidak peduli. Dan jika pejabat hanya diam, maka rakyat yang akan bersuara dengan cara yang tak selalu damai.
Kita tidak butuh pemimpin yang banyak bicara, kita butuh pemimpin yang bergerak.
(OIM & BUYUNG)