Mantv7.id | Kabupaten Tangerang – Penggantian Jembatan Pasir Gadung menuju Pasir Jaya yang dilakukan tanpa papan informasi serta indikasi spesifikasi asal-asalan menjadi wajah gelap dari praktik pengelolaan anggaran yang diduga penuh rekayasa, pembiaran, dan pembodohan publik yang sistematis. Berawal dari tidak dipasangnya papan proyek yang wajib secara hukum, dugaan demi dugaan mengalir deras. Jarak cincin (begel) pada tulangan struktur jembatan diduga melebihi standar, yakni mencapai 20–30 cm dari semestinya 10–15 cm. Hal ini memunculkan indikasi pengurangan material. Seorang pekerja di lokasi mengaku tidak tahu siapa pelaksananya dan membenarkan bahwa papan proyek memang tidak dipasang. Ia juga menyebut penggunaan APD sudah jarang diterapkan di lapangan.
Dari spesifikasi pembesian yang tidak sesuai standar teknis, hingga pelaksana lapangan yang tidak mengenal pengawas atau pelaksana teknisnya. Negara seakan diam. Dinas pun seolah mati rasa. Padahal ini uang rakyat, bukan celengan pribadi pejabat.
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kabupaten Tangerang melalui Bidang Jembatan, Seksi Perencanaan, Seksi Pengawasan, hingga PPK dan Kepala Bidangnya seolah kehilangan akal dan hati nurani. Proyek jalan terus, namun pengawasan tiarap. Siapa yang mengawal mutu dan transparansi? Jawabnya: entah.
Tak hanya DBMSDA, Camat Cikupa, Kasi Ekbang Kecamatan, serta Pemerintah Desa Pasir Gadung dan Pasir Jaya ikut terseret dalam lingkaran dugaan kelalaian. Dari Kepala Desa, Sekdes, hingga Kaur Pembangunan, tak satu pun menampakkan fungsi kontrol sosial yang seharusnya melekat dalam tugas mereka.
Inspektorat Daerah sebagai pengawas internal pun tak terdengar suaranya. APIP seakan tertidur panjang. Di sisi eksternal, Komisi III DPRD Kabupaten Tangerang justru lebih sibuk rapat formalitas ketimbang meninjau proyek yang potensial merugikan negara. Lalu di mana fungsi kontrol legislatif yang diagung-agungkan?
PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang seharusnya punya kewenangan dalam menindak pelanggaran administrasi dan teknis proyek, ikut hilang dalam kabut. Apakah mereka benar-benar tidak tahu, atau justru terlalu tahu tapi tak berani bersuara?

Foto Kabid Humas DPP YLPK PERARI, Siarruddin. (Foto: Mantv.id)
Kondisi ini mendapat sorotan tajam dari Kabid Humas YLPK PERARI, Siarruddin, yang menyatakan, “Kalau papan informasi saja disembunyikan, lalu apa yang bisa dipercaya dari prosesnya? Jangan-jangan kualitasnya pun dikompromikan. Ini bukan sekadar kelalaian, ini persekongkolan berjamaah yang harus ditindak.”
Senada, aktivis sosial Buyung E. menyebut, “Ini proyek yang tumbuh subur karena pembiaran. Kalau jembatan roboh, bukan hanya material yang runtuh, tapi juga kepercayaan rakyat. Hukum harus naik kelas, jangan tunduk pada permainan elite lokal.”

Foto Buyung, Aktivis Sosial Kabupaten Tangerang. (Foto: IST. Mantv7.id)
Dalam temuan di lapangan, tidak ada konsultan pengawas yang hadir. Pekerja tanpa APD, material diduga dikurangi, dan tidak ada dokumentasi teknis yang bisa diakses publik. Siapa yang akan bertanggung jawab kalau nanti bencana terjadi?
Masyarakat mendesak agar Bupati Kabupaten Tangerang tak tinggal diam. Warga ingin pemimpin yang turun tangan, bukan naik podium. Harus ada tindakan nyata dari pimpinan daerah, termasuk memerintahkan audit menyeluruh, pembongkaran jika terbukti cacat, dan proses hukum bagi yang bermain di balik layar.
YLPK PERARI sebagai lembaga kontrol sosial membuka Hotline Pengaduan Publik di 0814-0168-1139, siap menerima laporan dugaan penyimpangan, keluhan, atau ketidakadilan pelayanan publik. Semua laporan akan diverifikasi, ditindaklanjuti secara hukum, dan dijamin kerahasiaannya. Suara rakyat tak boleh diredam.

Gambar logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri). (Foto: Mantv7.id)
YLPK PERARI juga mengajak media, ormas, LSM, aktivis, hingga masyarakat umum yang peduli agar bersama-sama mengawal anggaran publik. Jika ke depan masih ditemukan dugaan penyimpangan serupa, maka YLPK PERARI mengajak semua pihak untuk laporkan dan viralkan ke Kejaksaan Tinggi dan KPK. Ini bukan soal proyek, tapi soal keadilan dan martabat rakyat.
Warga berharap Kabupaten Tangerang benar-benar jadi kota yang gemilang. Tapi untuk itu, harus dimulai dari membasmi pejabat yang lalai, abai, dan santai. Karena tidak ada kemajuan tanpa keberanian untuk membongkar kebusukan yang selama ini ditutup rapi.
(OIM)