Mantv7.id – Di tengah arus tren hidup sehat dan maraknya aplikasi kebugaran digital yang menjanjikan tubuh ideal dalam waktu singkat, ada satu bentuk aktivitas fisik yang telah diwariskan selama ribuan tahun. Ia hadir tanpa biaya, tanpa alat bantu, dan tanpa eksibisionisme: gerakan sholat.
Mungkinkah gerakan sholat merupakan bentuk olahraga terbaik yang selama ini tak kita sadari? Sholat: Ibadah atau Olahraga? Atau Keduanya?
Para cendekia Muslim seperti Dr. Zakir Naik serta para akademisi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah lama menjelaskan bahwa sholat bukan hanya ritual spiritual, melainkan juga aktivitas fisik yang terstruktur. Rangkaian gerakan dari takbir, rukuk, sujud hingga duduk di antara dua sujud membentuk pola peregangan dan relaksasi yang alami.
Sejumlah universitas di Malaysia dan Indonesia turut mengkaji manfaat sholat bagi kesehatan. Hasilnya, sholat terbukti membantu sirkulasi darah, memperbaiki postur tubuh, serta meningkatkan fleksibilitas dan keseimbangan terutama pada lansia.
Lebih jauh, sejumlah peneliti non-Muslim dari India, Inggris, hingga Amerika Serikat juga telah meneliti sholat dari sudut pandang biomekanika dan neurosains. Salah satu studi yang melibatkan kolaborasi lintas agama bahkan menyebut sujud sebagai gerakan yang mampu memperlancar aliran darah ke otak secara lebih alami dibandingkan teknik inversi dalam yoga.
Olahraga modern mengukur keberhasilan lewat angka: kalori, detak jantung, atau langkah harian. Tapi sholat? Ia hadir minimal 17 kali sehari, sebagai bentuk gerakan repetitif yang menyatukan tubuh dan kesadaran spiritual.
Jika dibandingkan:
1. Yoga memang kaya akan fleksibilitas, namun sering terbatasi akses dan diliputi tren spiritualisme yang tidak selalu cocok bagi semua kalangan.
2. Jogging tidak selalu ideal untuk usia lanjut atau mereka dengan keterbatasan fisik.
3. Gym memerlukan biaya, komitmen waktu, dan tidak jarang menjadi ajang pencitraan visual.
Sementara sholat ia hadir universal, tak memandang usia, status, atau tempat.
Gerakan sholat dapat menjadi terapi fisik ringan bagi lansia, sarana refleksi bagi dewasa muda, hingga latihan postur bagi anak-anak yang lelah menatap gawai seharian. Bahkan, beberapa jurnal kedokteran mencatat bahwa sholat efektif membantu mereduksi tekanan darah serta stres emosional.
Sholat menyatukan olah tubuh, olah rasa, dan olah jiwa dalam satu rangkaian. Ia adalah sistem rehabilitasi spiritual sekaligus fisik yang tersedia gratis, setiap hari, lima kali sehari.
Mari berbicara jujur. Untuk Kita yang berkata “sholat itu berat” coba bandingkan dengan berat badan Kita yang tak kunjung turun meski sudah ikut gym berbulan-bulan. Untuk kita yang mengaku “belum sempat sholat” anehnya, Kita sempat menonton serial drama, membaca komentar TikTok berjam-jam, dan scrolling Instagram hingga dini hari.
Tubuh Kita mencatat semua alasan itu. Dan suatu hari, ia akan menyerang balik: dalam bentuk encok, insomnia, hipertensi, atau kekosongan yang tak bisa diisi bahkan oleh ‘healing trip’ ke Bali. Tuhan tidak meminta Kita bersujud semata-mata untuk mendapat pahala. Bisa jadi, Dia sedang berusaha menyelamatkan Kita dari tubuh Kita sendiri.
Sholat bukan sekadar ibadah. Ia adalah warisan agung yang menyatukan gerakan tubuh, ketenangan jiwa, dan kedekatan dengan Sang Pencipta semuanya dalam satu tarikan takbir.
Jadi, pertanyaannya bukan lagi: Apakah sholat adalah olahraga terbaik? Melainkan: Mengapa kita harus menunggu dokter, penyakit, atau kehilangan baru tersadar bahwa ternyata Tuhan sudah memberikan resep sehat paling sempurna sejak dulu?
Jangan tunggu tubuh Kita protes, baru sujud jadi berarti.
(OIM)