Mantv7.id | Bali – Pulau Dewata yang biasanya identik dengan senyum, tarian, dan panorama senja, kini dipeluk oleh air mata. Hujan ekstrem yang mengguyur sejak Selasa (9/9/2025) hingga Rabu (10/9/2025) meninggalkan luka besar bagi masyarakat Bali. Derasnya curah hujan yang melampaui 150 milimeter per hari tidak hanya menghadirkan genangan, tapi juga menyapu harapan. Jalan, rumah, hingga pasar terendam. Banjir bandang tak memberi waktu panjang bagi warga untuk menyelamatkan harta benda mereka. Di Denpasar, kawasan Tukad Badung meluap. Pasar yang biasanya ramai tawa pedagang dan pembeli, kini sunyi. Barang dagangan hanyut, kios-kios terendam. Suara tangis bercampur dengan riuh air yang terus mengalir.
Dari Jembrana, kabar duka menyesakkan dada. Dua warga meninggal dunia setelah banjir deras menghantam rumah mereka di Dusun Munduk, Desa Pengambengan. Kepergian mereka menjadi pengingat betapa rapuhnya manusia di hadapan alam.
Tabanan dan Karangasem pun tak luput dari dampak. Pohon-pohon yang selama ini menjadi peneduh tumbang diterjang angin, menimpa kabel listrik dan menutup akses jalan. Gelap, lumpuh, dan cemas menyelimuti warga di malam hari.
Jalur utama Denpasar–Gilimanuk, yang menjadi urat nadi pergerakan Bali, lumpuh total. Kendaraan mengular, sopir dan penumpang terjebak tanpa kepastian. Mereka hanya bisa menatap air yang menutup jalan, sembari berharap hujan segera reda.
Kepala BBMKG Wilayah III Denpasar, Cahyo Nugroho, menjelaskan bahwa kondisi ini dipicu oleh dinamika atmosfer yang sangat aktif. Gelombang Rossby dan kelembaban tebal hingga 12.000 meter membentuk awan konvektif raksasa yang memuntahkan hujan tanpa henti.
Ia mengingatkan, dalam tiga hari ke depan, potensi hujan masih tinggi. “Masyarakat diminta tetap waspada terhadap kemungkinan banjir, longsor, dan angin kencang,” ujarnya. Peringatan ini bukan sekadar imbauan, melainkan tanda bahwa duka belum sepenuhnya berakhir.
Bali yang selama ini dirayakan karena budaya, gadis cantik, arak keras, dan sunset pantainya, kini harus menerima kenyataan pahit. Suasana riuh malam di Kuta yang biasanya penuh canda, berubah muram oleh banjir dan lumpuhnya aktivitas.
Di tengah bencana, wajah-wajah Bali yang biasanya berseri kini berubah muram. Gadis-gadis yang biasa menari di panggung seni, kini ikut mengangkat barang dari rumah yang terendam. Lelaki tua yang biasanya tersenyum ramah, kini sibuk membantu tetangga mencari tempat aman.
Anak-anak yang biasanya bermain di pantai kini digendong orang tuanya melewati air setinggi pinggang. Senyum polos mereka seakan hilang, terganti dengan tatapan bingung menghadapi kenyataan yang begitu cepat berubah.
Di posko pengungsian, solidaritas kembali menyala. Warga saling berbagi makanan, selimut, dan doa. Namun kesedihan tetap mengalir, terutama bagi keluarga korban yang kehilangan orang terkasih. Luka itu terlalu dalam untuk segera disembuhkan.
Bali, yang selalu dirayakan karena budaya, alam, dan kehangatan penduduknya, kini menunjukkan sisi lain: keteguhan hati di tengah derita. Dalam derasnya banjir, masyarakat belajar lagi arti gotong royong dan ketabahan.
YLPK PERARI menyampaikan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya kepada keluarga korban dan seluruh masyarakat yang terdampak musibah ini. “Kami ikut merasakan luka yang dialami saudara-saudara di Bali, semoga diberikan kekuatan dan kesabaran menghadapi ujian ini,” ungkap pernyataan resmi YLPK PERARI.
Mantv7.id pun menyampaikan doa dan semangat untuk Bali. Pulau ini tetaplah Bali Bagus yang penuh daya hidup. Dengan semangat Ajeg Bali, mari kita yakini bahwa Pulau Surga ini akan segera pulih, masyarakatnya bangkit kembali, dan alam kembali tersenyum seperti sedia kala.
REDAKSI | OIM