Kabupaten Tangerang, MANtv7 – Dugaan kelalaian Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Tangerang atas krisis sampah di Desa Ciakar, Panongan, kembali memantik gelombang kritik tajam. Ironisnya, di tengah sorotan publik dan ancaman kesehatan masyarakat, aparat penegak hukum dan pengawas anggaran justru terkesan bungkam dan tak bertindak. Ke mana suara Inspektorat Daerah, Kejaksaan, hingga Kepolisian? Apa sikap tegas Bupati Tangerang dan jajaran dinas lain dalam menyikapi persoalan ini?
Fakta di lapangan yang dihimpun Forum Media Banten Ngahiji (FMBN) menunjukkan tumpukan sampah yang membusuk tanpa pengelolaan di kawasan permukiman warga. Hal ini tak hanya melanggar etika administrasi pemerintahan, tapi juga diduga kuat telah melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, khususnya Pasal 12 ayat (1) dan (2) yang menegaskan kewajiban penyediaan prasarana dan pengelolaan sampah secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Lebih lanjut, Pasal 40 dan 44 UU yang sama membuka ruang penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang lalai atau melakukan pembiaran atas masalah ini. Sayangnya, hingga kini, belum ada sinyal tindakan dari penegak hukum yang seharusnya melek terhadap potensi pelanggaran hukum dan kerugian negara.
Ketua Umum FMBN, Budi Irawan, menyatakan dengan tegas bahwa kondisi TPS yang tidak memenuhi standar adalah bentuk kegagalan sistemik. “Kondisi ini tak bisa dianggap remeh. Ini soal nyawa masyarakat, bukan sekadar tumpukan sampah,” ujarnya dalam keterangan pers, Senin (5/5/2025).
Wakil Ketua FMBN, M. Soleh, bahkan menyebutkan bahwa ini berpotensi menjadi bom waktu epidemi. “Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin akan timbul wabah yang membahayakan kesehatan masyarakat luas,” katanya.

Kolase foto logo YLPK-PERARI & MANtv7. (Foto: MANtv7.id)
Ketua DPD YLPK PERARI Banten, Rizal, juga turut menyampaikan peringatan keras atas dugaan kelalaian yang terjadi. Dalam pernyataannya, Rizal menegaskan bahwa jika dalam waktu dekat tidak ada langkah konkret dari seluruh pihak terkait, YLPK PERARI akan mengambil langkah advokatif.
“Kami tidak akan tinggal diam. Jika masih ada sikap abai dari dinas maupun penegak hukum, kami akan bersurat resmi kepada seluruh instansi terkait, termasuk melayangkan tembusan langsung ke tingkat Bupati sebagai bentuk kepedulian lembaga kami terhadap nasib lingkungan dan hak masyarakat,” tegas Rizal.
Ia menambahkan, YLPK PERARI siap mengawal persoalan ini hingga tuntas, agar kejadian serupa tidak terus berulang dan menjadi bom waktu yang membahayakan masa depan warga.
Yang mengherankan, hingga hari ini belum tampak langkah konkret dari DLHK. Pun Dinas Kesehatan masih diam, padahal jelas ada potensi bahaya medis yang mengancam. Dinas Permukiman, yang seharusnya memastikan kawasan layak huni, juga tak bergeming. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius: Apakah mereka semua sudah kehilangan kepekaan terhadap amanah publik?
Tak kalah penting, publik menanti gerak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Inspektorat Daerah. Apakah mereka sudah melakukan audit terhadap pengelolaan anggaran kebersihan yang bersumber dari triliunan dana APBD? Apakah pembiaran ini juga menjadi sinyal lemahnya pengawasan internal pemerintahan daerah?
“Kami mendesak adanya evaluasi total terhadap kinerja DLHK dan koordinasi antar instansi terkait. Jangan sampai rakyat hanya dijadikan objek pajak tanpa perlindungan nyata terhadap lingkungannya,” lanjut Budi Irawan.
Sorotan juga ditujukan kepada Kejaksaan Negeri dan Polres Kabupaten Tangerang. Jika memang benar telah terjadi dugaan pembiaran dan pengelolaan anggaran yang tidak sesuai peruntukan, maka sudah sepatutnya aparat hukum mengambil peran sesuai tugas konstitusionalnya.

Foto kondisi krisis sampah di Desa Ciakar, Panongan (Foto: MANtv7)
Dalam perspektif moral, Ustad Ahmad Rustam memberikan kritik bernas. “Tumpukan sampah yang dibiarkan adalah simbol kelalaian batin dan pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat. Dalam Islam, kebersihan bukan hanya fisik, tapi refleksi iman dan tanggung jawab sosial,” ucapnya.
Ia menegaskan bahwa abainya pemegang amanah terhadap tanggung jawab lingkungan bisa dikategorikan sebagai bentuk kezaliman terhadap masyarakat. “Dampaknya nyata, bukan sekadar teori. Harus ada langkah tegas, bukan janji,” tambahnya.
Publik pun bertanya: Di mana peran Kepala Desa Ciakar dalam mendorong intervensi? Apakah hanya diam tanpa inisiatif, padahal lingkungan yang sehat adalah hak warganya?
Krisis ini menyisakan luka yang dalam dalam kepercayaan rakyat terhadap pemerintah daerah. Transparansi dan tindakan nyata harus segera ditunjukkan. Jika tidak, bukan hanya lingkungan yang rusak, tapi juga kredibilitas pemerintahan akan runtuh di mata masyarakat.
Harapan kami, Pemkab Tangerang tidak lagi berlindung di balik birokrasi dan rapat-rapat kosong. Sudah saatnya Bupati dan seluruh jajaran turun langsung ke lapangan, membuat peta jalan (roadmap) penanganan sampah berbasis transparansi anggaran, akuntabilitas publik, dan partisipasi masyarakat.
Karena sampah bukan sekadar masalah kebersihan tapi ukuran dari bagaimana sebuah pemerintahan mengelola tanggung jawab dan rasa hormat terhadap rakyatnya.
(OIM)