Mantv7.id | Kabupaten Tangerang – Saat rakyat berjuang membayar SPP dan membeli seragam anaknya dengan cara mencicil, para pejabat di Dinas Pendidikan justru tampak begitu nyaman berkegiatan di hotel-hotel berbintang. Belanja sewa hotel mencapai lebih dari Rp2,47 miliar hanya dalam satu tahun anggaran. Kegiatan demi kegiatan digelar dengan nama muluk: pelatihan, rapat teknis, sosialisasi, pembinaan, padahal ujungnya hanya memperkaya daftar SPJ.
Sebanyak 31 pos anggaran dengan jenis belanja yang sama: “sewa hotel”, menjadi pola yang mencolok. Terlebih, banyak dari kegiatan itu punya substansi serupa dan waktu yang berdekatan. Ini bukan lagi optimalisasi anggaran, melainkan dugaan pemborosan yang dikemas rapi. Bahkan kegiatan pelatihan guru mulok pun tak luput dari pesta hotel, alih-alih digelar di sekolah tempat guru itu mengajar.
Yang lebih parah, tak ada satu pun pengawas internal maupun eksternal yang bersuara lantang. Inspektorat, APIP, hingga DPRD, seolah hanya menyaksikan dari kejauhan tanpa intervensi. Tupoksi pengawasan, monitoring realisasi, validasi kebutuhan, hingga pemantauan dampak kegiatan, seakan hanya formalitas tanpa taring.
ASN dan pejabat yang digaji dari uang pajak rakyat, mestinya bekerja penuh dedikasi dan kesadaran moral. Namun fakta yang muncul justru sebaliknya: pengadaan kegiatan sewa hotel lebih dominan ketimbang program riil perbaikan kualitas pendidikan. Di mana peran Kepala Dinas? Bidang Perencanaan? Bidang Pendidikan Dasar? Semua terlihat sibuk menyusun kegiatan, bukan menyusun solusi.

Logo YLPK PERARI, Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
Kabid Humas YLPK Perari, Siarruddin, menyatakan bahwa ini adalah “cermin gagalnya etika birokrasi dan pengkhianatan terhadap semangat efisiensi anggaran.” Ia menambahkan, “Belanja ini harus dievaluasi total. APIP dan DPRD tidak boleh hanya jadi penjaga stempel.
Kami minta Bupati dan Wakil Bupati terpilih untuk tidak diam gedor semua pintu OPD, audit semua pengeluaran seperti ini! Jangan biarkan rakyat terus jadi korban birokrasi rakus dan semu.”

Foto Kabid Humas DPP YLPK PERARI, Siarruddin. (Foto: Mantv.id)
Siarruddin melanjutkan bahwa sekolah-sekolah masih banyak yang kekurangan sarana, guru honorer yang belum sejahtera, dan murid yang masih belajar di ruang kelas retak. Tapi justru para pejabat lebih sibuk menjadwalkan kegiatan di hotel ketimbang turun mengecek lapangan. “Kalau sudah begini, wibawa pemerintah tinggal angka nol,” tegasnya.
Aktivis sosial Buyung E. pun angkat suara: “ASN kita makin piawai membuat nama kegiatan, tapi makin gagal menunjukkan hasil. Pelatihan demi pelatihan hanya menguntungkan vendor hotel. Mereka kerja bukan demi negara, tapi demi SPJ. Ini pembiaran yang keterlaluan.”

Foto Buyung, aktivis sosial Kabupaten Tangerang. (Foto: IST. Mantv7.id)
Evaluasi seharusnya dilakukan setiap triwulan, bukan hanya menjelang audit akhir tahun. Namun kenyataannya, cek silang lapangan, uji dampak kegiatan, dan penelusuran output, nyaris nihil. Bahkan seksi atau bidang terkait seperti pengembangan kurikulum, pengelolaan anggaran, hingga layanan pendidikan, semuanya luput dari tanggung jawab kinerja menyeluruh.
Jika ini terus dibiarkan, maka APBD hanya menjadi bahan bakar kemewahan birokrasi. Para pejabat sibuk menyalurkan anggaran ke hotel, tapi lupa bahwa dasar pendidikan dimulai dari ruang kelas, bukan ruang seminar. Efisiensi hanya jadi jargon, bukan praktik nyata.
Bupati dan Wakil Bupati terpilih harus turun tangan langsung. Tidak cukup hanya mengimbau ASN untuk hemat anggaran. Harus ada gebrakan konkret: audit menyeluruh, pemanggilan seluruh OPD yang belanjanya janggal, dan pembentukan tim independen evaluasi pelaksanaan kegiatan. Jika tidak, maka lima tahun ke depan hanya akan menjadi babak lanjutan dari drama pemborosan ini.
Dimana suara moral para pengawas internal dan eksternal? Kenapa semua pihak yang diberi mandat menjaga integritas anggaran justru memilih diam, seolah jadi bagian dari sistem itu sendiri? Jawaban ini penting sebelum publik benar-benar hilang kepercayaan.
Karena jabatan adalah tanggung jawab, bukan fasilitas pribadi. Dan uang rakyat bukan pajak untuk liburan berkedok pelatihan. Jika dugaan ini dibiarkan, maka kita sedang membangun sistem birokrasi yang busuk secara sadar.
(OIM | Mantv7.id)