Menu

Dark Mode
Program RTLH Cikande Sarat Dugaan Ketertutupan: YLPK PERARI Soroti Semua Lini, Jangan Ada yang Sembunyi di Balik Meja Proyek Amburadul SDN Cikande III Jayanti Bukan Kasus Pertama: Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang Diduga Pelihara Sistem Gagal dan Pembiaran Terstruktur 13 Wajah Baru Perkuat Barisan Anggota Muda PWI Kabupaten Tangerang 13 Wajah Baru Resmi Menjadi Anggota Muda PWI Kabupaten Tangerang Rapat di Hotel, Rakyat di Kolam Kesedihan: DPRD Kabupaten Tangerang Disorot Publik Ketimpangan Perlakuan Pejabat Demokrasi: Antara Dewan Dengan Kades Layaknya Sinetron Bawang Merah Dan Bawang Putih

Daerah

Dewan Baru Goyang Mikrofon Setelah Tersangka Masuk Bui: RDP Kasus Sugani Dipertanyakan, Jangan-Jangan Hanya Formalitas SPJ-LPJ?

badge-check


					Gambar kantor DPRD Kabupaten Tangerang. (Foto: IST. Mantv7.id) Perbesar

Gambar kantor DPRD Kabupaten Tangerang. (Foto: IST. Mantv7.id)

Mantv7.id | Tangerang – Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi II DPRD Kabupaten Tangerang pada 28 Juli 2025 menuai sorotan tajam. RDP yang seharusnya menjadi forum kontrol legislatif, justru disinyalir menjadi panggung simbolik belaka dalam kasus yang telah lama bergulir: dugaan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur dengan tersangka Sugani, yang saat ini telah resmi ditahan.

Ilustrasi gambar Pejabat Pemerintah angkat suara dalam publikasi pencitraan. (Foto: IST. Mantv7.id)

Sejumlah aktivis dan pengamat menilai langkah Komisi II itu terlambat dan terkesan reaktif. Pasalnya, sejak kasus ini mencuat dan mulai diperjuangkan oleh kuasa hukum korban oleh YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) tidak tampak peran atau gerak nyata dari legislatif. Jangan jadikan derita korban sebagai panggung pencitraan. Keadilan tak butuh tepuk tangan yang dibutuhkan adalah keberanian membela sejak awal, bukan setelah sorotan datang.

RDP memang sah menurut hukum. Berdasarkan PP Nomor 12 Tahun 2018 Pasal 103, komisi di DPRD berwenang menggelar rapat kerja maupun rapat dengar pendapat sebagai bentuk pengawasan. “Baru setelah tersangka masuk sel, baru ada RDP? Ke mana saja mereka ketika korban butuh dukungan psikologis dan hukum sejak awal?” ujar Rizal, Ketua DPD YLPK PERARI Provinsi Banten.

Namun, jika pelaksanaan RDP dilakukan tanpa urgensi, tidak menghadirkan pihak relevan sejak awal, dan berujung pada hasil formalitas, maka publik berhak bertanya RDP ini sungguhan atau hanya legalitas kegiatan demi SPJ dan LPJ anggaran?

Kecurigaan ini menguat lantaran tidak ada transparansi hasil konkret dan komunikasi dari Dewan kepada YLPK PERARI sebagai pendamping korban yang berjuang dari awal. Bahkan publik mempertanyakan: adakah tindak lanjutnya? Atau sekadar selesai dalam notulen dan dokumentasi?

“Kami turun sejak awal. Saat korban belum didengar, saat laporan belum viral. Kami hadir bukan karena panggung, tapi karena hati nurani dan mandat hukum. Jadi kalau sekarang ada pihak yang tiba-tiba bersuara, kami harus bertanya: di mana kalian saat awal kami berjuang?” Ujar Buyung. E, aktivis sosial dan lingkungan.

Perlu diketahui, pelaksanaan satu kali RDP bisa menelan anggaran puluhan juga sampai ratusan juta rupiah, tergantung skala dan peserta yang diundang. Anggaran tersebut meliputi konsumsi, transportasi narasumber, publikasi, dokumentasi, hingga biaya pengganti harian anggota dewan.

Sayangnya, hingga berita ini dirilis, tidak tersedia informasi terbuka tentang jumlah anggaran yang digunakan dalam RDP 28 Juli lalu. Masyarakat dan organisasi sipil dapat meminta informasi ini melalui mekanisme permohonan informasi publik (UU KIP No. 14 Tahun 2008).

Yang lebih menggelitik, muncul narasi bahwa ada pihak dewan atau lembaga yang mengklaim “membela korban.” Padahal secara hukum, DPRD tidak membiayai litigasi kasus individu.

Pendampingan hukum korban justru dilakukan secara independen oleh lembaga seperti YLPK PERARI, termasuk koordinasi support pengawalan kasus dengan MUI, YPAI Kabupaten Tangerang, dan DP3A.

Ustadz Ahmad Rustam, aktivis kerohanian dan sosial, juga ikut bersuara: “Dalam Islam, mempermainkan penderitaan orang lain demi keuntungan politik adalah bentuk kedzaliman. Keadilan tidak boleh dikapitalisasi. Jika niatnya bukan lillahi ta’ala, maka setiap langkah itu akan berbalik menjadi dosa sosial dan politik.”

Jika kemudian RDP digunakan untuk membangun citra “pembela anak” namun tanpa jejak advokasi sejak awal, itu patut diduga sebagai bentuk politisasi kasus.

Logo Hefi Sanjaya & Partners. (Foto:Mantv7.id)

Publik kini menunggu apakah RDP ini hanya kosmetik penghabisan anggaran? Atau ada tindak lanjut nyata yang memperjuangkan pemulihan korban, mendorong pemidanaan maksimal bagi pelaku, serta mencegah kasus serupa? “Kalau hanya buat dokumentasi dan SPJ, ya sama saja memanfaatkan luka korban untuk laporan kegiatan,” tegas Donny Putra T, S.H., pengamat hukum dan pengurus firma hukum HS & Partners.

YLPK PERARI menegaskan siap menguji kinerja Komisi II dan menelusuri dugaan pengeluaran anggaran jika tercium unsur formalitas tanpa keberpihakan terhadap korban. Surat terbuka dan laporan ke Ketua Dewan DPRD, Ombudsman maupun BPK bisa dilayangkan jika perlu.

Kolase foto logo YLPK-PERARI & MANtv7. (Foto: MANtv7.id)

Redaksi Mantv7.id membuka ruang hak jawab resmi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Jangan cari panggung dari luka, tegakkan keadilan tanpa drama.

REDAKSI | OIM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Program RTLH Cikande Sarat Dugaan Ketertutupan: YLPK PERARI Soroti Semua Lini, Jangan Ada yang Sembunyi di Balik Meja

1 August 2025 - 16:24 WIB

Proyek Amburadul SDN Cikande III Jayanti Bukan Kasus Pertama: Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang Diduga Pelihara Sistem Gagal dan Pembiaran Terstruktur

1 August 2025 - 14:31 WIB

13 Wajah Baru Resmi Menjadi Anggota Muda PWI Kabupaten Tangerang

1 August 2025 - 10:44 WIB

Rapat di Hotel, Rakyat di Kolam Kesedihan: DPRD Kabupaten Tangerang Disorot Publik

1 August 2025 - 04:58 WIB

Proyek GSG Cisoka Disorot: Diduga Rusak Aset Negara, YLPK PERARI Siap Ambil Langkah Hukum

31 July 2025 - 16:14 WIB

Trending on Ekonomi