Mantv7.id – Praktek penarikan kendaraan secara paksa oleh debt collector masih marak di berbagai daerah. Tak sedikit warga yang mengeluhkan intimidasi dan kekerasan verbal bahkan fisik, ketika kendaraan mereka dirampas di jalan raya atau di depan rumah. Ironisnya, tindakan ini kerap dianggap “biasa”, padahal secara hukum merupakan tindak pidana yang bisa dijerat pasal KUHP.
Kemajuan zaman menuntut masyarakat melek hukum. Di tengah derasnya informasi dan pesatnya digitalisasi, masyarakat harus mengetahui hak-haknya agar tidak menjadi korban pelanggaran oleh oknum yang mengatasnamakan perusahaan pembiayaan. Dalam konteks ini, edukasi hukum menjadi kebutuhan utama umat.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012, setiap pembiayaan konsumen yang memakai sistem jaminan fidusia wajib didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia. Tanpa pendaftaran tersebut, perusahaan leasing tak memiliki dasar hukum untuk melakukan eksekusi, apalagi melalui pihak ketiga seperti debt collector.
Namun fakta di lapangan menunjukkan sebagian besar perusahaan leasing justru tidak mendaftarkan jaminan fidusia. Mereka memilih jalur instan: memakai jasa penagih utang yang bertindak kasar dan tidak manusiawi. Ini bukan hanya melanggar hukum positif, tapi juga menabrak nilai-nilai keadilan sosial dan keislaman.

Foto aktivis kerohanian Kabupaten Tangerang asal Balaraja, Ustad Ahmad Rustam. (Foto: Mantv7.id)
Ustad Ahmad Rustam, Aktivis Kerohanian Kabupaten tangerang, mengingatkan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi prinsip keadilan dan musyawarah. “Rasulullah mencontohkan, dalam urusan utang piutang, kedamaian dan kasih sayang harus dikedepankan. Bukan tekanan, bukan kekerasan. Umat harus faham, bahwa mengambil barang orang lain tanpa hak dan proses sah, itu zalim, haram hukumnya,” tegasnya.
Secara hukum, tindakan debt collector yang mengambil kendaraan secara paksa bisa dijerat dengan Pasal 365 KUHP tentang perampasan, Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan. Maka, siapa pun yang terlibat dalam praktik ini, baik eksekutor maupun pihak leasing yang memerintahkannya, bisa dituntut pidana.
Penarikan kendaraan yang sah hanya dapat dilakukan melalui putusan pengadilan dengan dasar akta fidusia yang terdaftar. Artinya, yang berwenang melakukan eksekusi hanyalah juru sita dari pengadilan negeri, bukan debt collector jalanan yang mengandalkan intimidasi.
Masyarakat yang mengalami kejadian serupa dapat menempuh langkah hukum, seperti menyimpan bukti dokumen kredit, merekam kejadian, menghadirkan saksi, serta melapor ke polisi jika ada unsur kekerasan. Jangan pernah menandatangani dokumen penyerahan kendaraan tanpa pendampingan atau pemahaman hukum yang memadai.
Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri (YLPK Perari), sebagai lembaga perlindungan konsumen, menyerukan pentingnya masyarakat untuk menggandeng pendamping hukum apabila merasa terancam. “Kami siap mendampingi siapa pun yang merasa haknya dirampas. Ini bagian dari jihad sosial untuk melawan kezaliman sistemik,” ujar Aminnuddin, Humas DPD Banten YLPK Perari.

Logo YLPK PERARI, Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
Dalam konteks sosial modern, edukasi hukum bukan hanya untuk kaum akademik atau pengacara. Ia harus menjangkau tukang ojek, buruh, pedagang, bahkan ibu rumah tangga. Setiap warga negara berhak mendapat perlindungan hukum yang adil dan bermartabat.
“Barang siapa yang diam saat dizalimi, maka ia telah membiarkan kezaliman itu berkembang,” lanjut Ustad Rustam, mengutip salah satu ajaran Islam. Beliau mengajak masyarakat untuk berani bersuara, tidak takut menghadapi intimidasi, dan mengedepankan jalur hukum yang sah.
Mantv7.id mendukung penuh penyebaran literasi hukum yang ramah dan membumi. Harapannya, berita ini bukan sekadar informasi, tapi menjadi pelajaran berharga bagi umat untuk tidak tunduk pada tekanan, dan tetap berdiri di atas kebenaran serta keadilan.
Sebab, di zaman yang serba cepat ini, yang lambat belajar hukum akan cepat menjadi korban. Saatnya masyarakat bangkit, memahami haknya, dan menguatkan diri dengan ilmu serta iman.
(OIM & SI-AR)