Mantv7.id | Nasional — Di tengah maraknya musik yang cenderung dangkal secara makna, lagu “Dari Bumi ke Langit” karya Bondan feat. Two Black justru hadir sebagai oase spiritual di tengah padang gersang hiburan. Tak sekadar menyuguhkan irama yang enak di telinga, lagu ini sarat makna, menembus batas musik pop menuju ranah perenungan eksistensial dan spiritual.
Lagu ini menggambarkan dinamika batin manusia dalam menjalani kehidupan dan mencari jalan pulang kepada Sang Pencipta. Liriknya lugas namun puitis, menyampaikan pesan tentang pencarian makna, keterpurukan, dan usaha bangkit melalui ibadah, khususnya sholat. Sebuah pendekatan yang jarang ditemukan dalam genre hip hop Indonesia.
“Seperti ku turunkan kepala di atas debu, saat bertemu-Nya walau jarang lima waktu,” menjadi salah satu penggalan lirik paling menyentuh. Ia menggambarkan posisi sujud sebagai puncak kepasrahan manusia. Namun kejujuran bahwa sholat lima waktu belum dijalani secara sempurna mencerminkan realitas banyak orang dekat secara batin, namun masih jauh dalam praktik.
Bondan dan Two Black seolah tak ingin berdakwah dengan gaya menggurui. Mereka memilih menyuarakan kegelisahan dan kekurangan mereka sendiri agar pendengar tak merasa dihakimi, melainkan diajak merenung bersama. Di sinilah letak kekuatan lagu ini sebagai sarana edukasi spiritual dalam balutan musik modern.
Lagu ini juga mengandung kritik sosial dan refleksi terhadap cara beragama. “Terkadang manusia selalu ikuti teks,” menjadi sindiran halus bagi mereka yang menjalani ibadah secara kaku dan ritualistik, tanpa menghayati esensi ruhani di baliknya. Sholat bukan sekadar gerakan fisik, melainkan percakapan batin dengan Tuhan.
Dalam bait lainnya, Bondan menyinggung soal kejatuhan dan kebangkitan, seperti dalam kalimat, “Terkadang ku tangguh lalu kemudian jatuh.” Di sinilah letak relevansi universal lagu ini: setiap manusia pasti pernah merasa lemah, kehilangan arah, namun tetap diberi kesempatan untuk kembali mendekat dari bumi ke langit.
Bagi generasi muda yang hidup dalam era penuh distraksi, lagu ini menjadi pengingat bahwa spiritualitas tidak harus terasa jauh atau kaku. Bahkan melalui musik yang identik dengan budaya jalanan, pesan-pesan keagamaan dan kedalaman hidup bisa disampaikan dengan gaya yang jujur dan membumi.
Tidak hanya bagi Muslim, lagu ini juga menyentuh nilai-nilai universal tentang pencarian, perenungan, dan makna kehidupan. Meski secara spesifik menyebut sholat, semangat yang diusung adalah semangat untuk terhubung dengan sesuatu yang lebih tinggi nilai transendental yang sering dilupakan dalam hiruk pikuk dunia.
Pengulangan frasa “dari bumi ke langit” bukan sekadar metafora jarak, tetapi simbol perjalanan spiritual dari kehinaan dan kekacauan hidup menuju ketenangan dan kemuliaan batin. Dalam tradisi Islam, ini bisa dihubungkan dengan makna Isra’ Mi’raj: perjalanan ruhani seorang hamba kepada Tuhannya.
Lagu ini layak dijadikan materi edukasi dalam kajian keagamaan, diskusi kepemudaan, hingga forum dakwah kreatif. Ia tidak mendoktrin, namun membuka ruang tafsir dan percakapan. Suatu pendekatan yang lebih relevan di tengah masyarakat digital yang semakin kritis dan terbuka.

Foto aktivis kerohanian Kabupaten Tangerang asal Balaraja, Ustad Ahmad Rustam. (Foto: Mantv7.id)
Ustadz Ahmad Rustam, aktivis Kerohanian Kabupaten Tangerang, menilai lagu ini sebagai contoh pendekatan dakwah kreatif yang patut diapresiasi. “Lagu ini jujur, apa adanya. Ia tidak menghakimi, tapi mengajak. Dan itu esensi dakwah: bukan menyudutkan orang yang sedang jatuh, tapi memeluknya untuk bangkit. Dari bumi ke langit adalah metafora indah tentang perjalanan spiritual kita semua,” ujarnya.
Pesan penting lainnya adalah bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Bahkan ketika seseorang masih jatuh bangun dalam ibadahnya, selama ia punya niat untuk bangkit dan terus mencoba, ia tetap berada di jalur yang benar. Inilah yang coba ditanamkan oleh Bondan dan Two Black dengan ketulusan nada dan kata.
Sebagai media, kita perlu mendorong lebih banyak karya serupa musik yang menghibur sekaligus mencerahkan. Ketika industri musik bisa menjadi jembatan antara manusia dan nilai-nilai ketuhanan, maka transformasi budaya akan berjalan secara alami dan menyentuh akar terdalam kesadaran umat.
“Dari Bumi ke Langit” adalah bukti bahwa dakwah tidak harus dari mimbar. Ia bisa lahir dari studio rekaman, dari senar gitar, dan dari lirik rap yang jujur. Maka tugas kita adalah mendengarkan, meresapi, dan membagikannya agar semakin banyak yang ikut bangkit, dari bumi ke langit.
(OIM|Mantv.7.id)