Mantv7.id | Kabupaten Tangerang – Sementara para pejabat sibuk membuat slogan pendidikan dan menghadiri seminar seremonial, realita getir di lapangan terus menampar muka kita. Dari dugaan salah arah pola pendidikan, lulusan cumlaude yang memilih kerja kasar di luar negeri, hingga indikasi perlakuan semena-mena pada buruh pabrik di daerah sendiri. Dalam salah satu podcast yang kini viral, Guru Gempul menyinggung keras kualitas pendidikan di Indonesia. “Harusnya kalau belajar ekonomi itu diajarkan cara cari duit, kelola aset, sampai jadi konglomerat. Tapi kita malah disuruh hafal perbandingan kapitalis, Pancasila, dan komunis,” ujarnya. Menurutnya, pelajaran matematika di sekolah lebih mirip hafalan rumus ketimbang latihan logika. “Dulu saya bikin puluhan rumus baru, malah ditolak. Logika dimatikan demi hafalan.”
Bandingkan dengan Cina. Negara yang sering dicap komunis itu justru sejak SD sudah mengajarkan anak-anak mereka literasi kritis, diskusi, kompromi, dan mediasi sosial. Bahkan ada program semi-militer wajib yang melatih moral, adab, sopan santun, dan tanggung jawab sosial. Pola ini justru lebih dekat dengan nilai-nilai Islam, sedangkan di sini, akhlak hanya sebatas tulisan di rapor, jarang dihidupi dalam perilaku.

Pola pendidikan di Cina menerapkan pendampingan Militer. (Foto: IST. Mantv7.id)
Rasulullah SAW bersabda: “Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina.” Meski sebagian ulama menilai hadis ini dhaif, maknanya jelas: kejar ilmu bermanfaat, walau jauh dan sulit. Ironisnya, Cina sudah membuktikan spirit itu, sedangkan kita lebih sibuk gonta-ganti kurikulum ketimbang mencetak generasi berlogika dan berakhlak.
Seorang wanita lulusan cumlaude Universitas Gadjah Mada (UGM) dikabarkan lebih memilih menjadi cleaning service di Australia. Alasannya sederhana: 25 dolar per jam, 1.500 dolar per minggu, 6.000 dolar per bulan setara Rp60 juta. Sementara di negeri sendiri, lulusan sarjana baru digaji Rp3–5 juta per bulan, itu pun sering disertai syarat “fresh graduate berpengalaman.”

Kolase foto Seorang wanita lulusan cumlaude Universitas Gadjah Mada (UGM) dikabarkan lebih memilih menjadi cleaning service di Australia. (Foto: IST. Mantv7.id)
Di Kabupaten Tangerang, dugaan ketidakadilan buruh kembali mencuat. Buruh PT Marta Berdikari Nusantara disebut hanya digaji Rp90.000–Rp120.000 per hari, tanpa kontrak resmi, tanpa BPJS Kesehatan, dan tanpa BPJS Ketenagakerjaan. Perusahaan ini berdiri resmi sejak 19 Desember 2018, beralamat di Kawasan Industri Sumber Rezeki, Kampung Ciakar, RT 03/RW 04, Desa Cileles, Tigaraksa.

Kolase foto Puluhan Karyawan PT MBN di Tigaraksa Dilaporkan Alami Kesurupan Massal, Mayoritas Perempuan. (Foto: Mantv7.id)
Padahal pabrik ini disebut memproduksi sepatu untuk merek global seperti Puma dan beberapa merek lokal. Jika benar dugaan ini, ini ironis: sepatu bermerek dunia dibuat oleh buruh yang masih berjuang untuk sekadar makan layak. Meski tercatat legal, terdapat indikasi ketidakterbukaan izin teknis seperti Amdal, UKL-UPL, dan SLF ke publik. Bahkan, pada November 2024, pabrik ini sempat disegel polisi karena dugaan menjiplak merek ternama, namun tetap beroperasi setelahnya.
Menurut Kabid Advokasi YLPK Perari DPD Banten, Donny Putra T., S.H.,: “UU Ketenagakerjaan dan UU BPJS jelas mengatur hak buruh. Kalau benar dugaan ini, dan pemerintah daerah membiarkan, maka bisa dikategorikan pembiaran administratif yang punya konsekuensi hukum.”

Foto Donny Putra T. S.H., aktivis Sosial – Lingkungan juga selaku Kabid advokasi di DPD YLPK PERARI Banten (Foto: Mantv7.id)
Ustad Ahmad Rustam, aktivis kerohanian dan sosial, menegaskan: “Rasulullah bersabda: Berikan upah sebelum keringat kering. Kalau buruh dibiarkan tanpa BPJS dan kontrak, itu zalim. Cina yang komunis saja lebih Islami dalam mendidik moral dan memperlakukan buruh. Kita yang mayoritas muslim malah lalai.”
Data Perbandingan Upah & Perlindungan Buruh
1. Australia: Cleaning service Rp60 juta/bulan + jaminan lengkap.
2. Cina: Buruh OEM sepatu Rp7–12 juta/bulan + perlindungan kerja penuh dan fasilitas lainnya.
3. Indonesia: Buruh pabrik sepatu Rp90–120 ribu/hari, tanpa BPJS & kontrak.
Perbedaan ini bukan sekadar angka, melainkan cermin cara memanusiakan manusia.

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
YLPK Perari DPD Banten dan MANtv7.id menyatakan siap mengawal dan mendampingi persoalan ini hingga tuntas, sebagai bagian dari tanggung jawab sosial untuk memastikan hak-hak buruh terlindungi dan publik mendapat informasi transparan.
Publik wajar bertanya: Disnaker Kabupaten Tangerang, apakah kalian benar-benar turun ke lapangan atau hanya duduk tanda tangan kertas di kantor ber-AC? Buruh menjerit di wilayah kalian sendiri, sementara pejabatnya tetap nyaman menerima gaji puluhan juta dari pajak rakyat.
Spanduk “Merdeka Belajar” dan “Lowongan Kerja Baru” tak ada artinya bila:
1. Anak pintar lari ke luar negeri.
2. Buruh dicekik di tanah sendiri.
3. Generasi kita tetap miskin logika dan adab.
Jika benar dugaan ini, pejabat yang diam akan dimintai pertanggungjawaban, bukan hanya di pengadilan dunia, tapi juga di akhirat.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Marta Berdikari Nusantara dan Disnaker Kabupaten Tangerang belum memberikan tanggapan resmi atas dugaan tersebut. Mantv7.id tetap membuka ruang klarifikasi.
REDAKSI | OIM