Mantv7.id | Kabupaten Tangerang Di berbagai pemberitaan media lokal, Kecamatan Jambe disulap jadi surga strategis masa depan. Proyek tol, jalur pipa, hingga rel kereta dilafalkan sebagai bukti kesiapan wilayah menyambut geliat investasi. Camat Jambe, H. Chaidir, S.Sos., M.Si., tampil penuh percaya diri, layaknya juru promosi yang menjual mimpi pembangunan. Tapi sayangnya, di balik gegap gempita narasi ambisi itu, justru ada satu proyek kecil yang bikin kening berkerut: pemasangan paving blok senilai Rp149 juta di RW 02, Desa Sukamanah, yang menyisakan tanya lebih banyak dari jawab. Nilainya memang tak seberapa dibanding proyek raksasa. Tapi justru dari proyek kecil beginilah publik bisa menakar: apakah uang rakyat benar-benar digunakan dengan cermat, atau hanya jadi ladang main-main?
Yang bikin tambah aneh, saat warga dan jurnalis coba minta klarifikasi, Camat Jambe malah bungkam. Diam seperti tak tahu. Diam seperti tak mendengar. Diam yang terlalu sistematis untuk disebut kebetulan.
“Camat itu bukan juru bicara tol,” sindir Nurdin Ustawijaya, Pimpinan Umum CDB TV. “Kalau cuma pintar bicara soal potensi wilayah tapi nggak bisa ngawasi proyek di depan mata, itu bukan pemimpin, itu selebgram birokrasi.”

Foto Pimpinan Umum CDB TV, Nurdin Ustawijaya. (Foto: Mantv7.id)
Menurutnya, pejabat publik bukan hanya hadir saat panggung dan seremoni. Tugas camat itu jelas: mengawasi, mengoordinasi, memastikan setiap proyek berjalan sesuai aturan dan logika anggaran. Ketika camat diam dalam kondisi begini, publik layak mempertanyakan: sedang menjaga wibawa atau sedang menyembunyikan sesuatu?
Hasil investigasi media dan aktivis warga mengungkap kejanggalan di lapangan. Ukuran paving yang seharusnya 2 meter, kenyataannya hanya 178 cm. Bahkan setelah ditambah kasteen kanan dan kiri, totalnya hanya mentok di 198 cm tetap tak sampai spesifikasi.
Itu baru soal ukuran. Belum lagi soal volume material. Warga menyebut hanya satu truk base course dan dua truk abu batu yang datang. “Kalau anggarannya Rp149 juta tapi hasilnya begitu, ini proyek atau sandiwara pembangunan?” sindir salah satu warga.

Foto Zarkasih yang dikenal dengan Rizal, Ketua DPD YLPK-PERARI Provinsi Banten
Ketua DPD YLPK PERARI Banten, Zarkasih, menilai ini bukan sekadar kelalaian teknis, tapi sinyal bahaya atas integritas pejabat publik. “Kalau pejabat diam saat ada dugaan penyimpangan, itu cuma ada dua kemungkinan: tidak paham tugas atau sengaja membiarkan. Dan dua-duanya sama berbahayanya.”
Ia menegaskan, seorang camat bukan hanya simbol pemerintahan wilayah, tapi aktor utama dalam memastikan anggaran digunakan sebagaimana mestinya. “Pemimpin yang hanya muncul saat pidato dan menghilang saat ditanya, bukan sedang jaga wibawa tapi sedang bermain aman di bayang-bayang tanggung jawab.”
Zarkasih pun menyentil lebih tajam: “Jangan-jangan, paving ini cuma lapisan tipis dari lubang besar yang belum terbongkar.” YLPK PERARI menyatakan siap mendampingi warga untuk melapor ke Inspektorat, BPK, bahkan aparat penegak hukum jika ditemukan potensi kerugian negara.

Kolase foto logo YLPK-PERARI & MANtv7. (Foto: MANtv7.id)
Mantv7.id bersama YLPK PERARI mengajak rekan media, aktivis, LSM, dan lembaga sosial lainnya untuk turut memantau, memeriksa, dan bersuara. Jangan biarkan diam jadi ruang aman bagi penyimpangan. Saat pejabat bungkam, publik harus kompak bersuara.
Sampai berita ini diturunkan, Camat Jambe belum memberikan tanggapan. Pihak pelaksana proyek juga belum bisa dikonfirmasi. Mungkin sedang sibuk menyusun jawaban yang tidak terlalu jujur, tapi cukup aman untuk konsumsi publik.
Tapi satu hal yang tak bisa ditutup-tutupi: pembangunan bukan soal berapa banyak paving yang diletakkan, tapi tentang seberapa jujur pemerintah menaruh kepercayaan rakyat di tiap rupiah anggaran.
Dan ingat: Diam itu hak. Tapi rakyat punya hak yang lebih besar: untuk tahu, untuk bertanya, dan untuk curiga. Sebab ketika suara publik terus-menerus diabaikan, ia akan menjelma menjadi desakan hukum yang tak bisa dibungkam.
REDAKSI | OIM