Mantv7.id – Dalam kehidupan yang terus berubah mengikuti derasnya arus kemajuan zaman, satu hal yang tak pernah berubah adalah kasih sayang seorang ibu. Sosok yang senantiasa menjadi muara segala cinta dan pengorbanan, ialah bunda yang dalam diamnya, menyimpan kekuatan luar biasa demi anak-anaknya.
Teknologi mungkin mampu menciptakan kemudahan hidup, tapi tak satu pun alat buatan manusia dapat menggantikan pelukan hangat dan doa tulus seorang ibu. Di balik setiap langkah sukses seorang anak, ada pengorbanan yang tak terlihat, air mata yang tak terdengar, dan cinta yang tak pernah meminta balasan.
“Bunda, engkaulah muara kasih dan sayang…” kalimat ini seolah merangkum seluruh pengabdian seorang ibu. Ia rela mengorbankan segalanya, tak pernah mengeluh, dan selalu memberikan yang terbaik, meski dirinya harus menahan lelah dan luka.
Di zaman modern ini, ketika anak-anak lebih akrab dengan gawai daripada dengan tangan ibu mereka, refleksi atas makna pengorbanan seorang bunda menjadi penting. Kemajuan tidak boleh menghapus kedekatan emosional antara anak dan ibu, karena kasih sayang bukan sekadar komunikasi, tapi jiwa yang terhubung dalam doa.
Ustad Ahmad Rustam dari YLPK Perari DPD Banten menegaskan, “Ridha Allah terletak pada ridha orang tua, dan murka Allah terletak pada murka orang tua. Khususnya ibu, ia memiliki tiga kali lebih banyak hak untuk dihormati sebagaimana disebut dalam hadits Rasulullah SAW.”

Foto aktivis kerohanian asal Balaraja, yang juga sebagai Ketua Divisi Keagamaan YLPK-PERARI DPD Banten. (Foto: Mantv7.id)
Menurut beliau, doa seorang ibu adalah pintu keberkahan. Ketika seorang anak jauh dari rumah, namun masih dalam dekapan doa ibunya, maka sejatinya ia tidak pernah benar-benar kehilangan arah. “Doa ibu adalah tameng dari musibah dan kunci keberhasilan yang sering dilupakan,” tambah Ustad Ahmad Rustam.
Saat anak berada dalam pelukan, ibu memberikan kasih tanpa batas. Namun, saat jarak memisahkan, doa menjadi jembatan yang menghubungkan kasih itu tanpa terputus. Ibu tak pernah meminta kembali apa yang telah ia berikan. Ia hanya ingin anaknya bahagia dan selamat dalam hidupnya.
Sayangnya, tak jarang seorang anak tanpa sadar melukai hati ibunya. Dalam kelelahan dan kebingungan hidup, mungkin kita mengabaikan suara lembutnya, atau lupa mengucap terima kasih atas segalanya. Padahal, ibu adalah alasan kita mampu berdiri hari ini.
“Maafkan diriku, Bunda, kadang tak sengaja ku membuat relung hatimu terluka…” Sebait permohonan maaf yang seharusnya menjadi refleksi semua anak. Ibu tidak membutuhkan budi balas. Ia hanya ingin melihat anaknya tumbuh menjadi pribadi yang baik dan tidak melupakan asalnya.
Dalam dunia nyata, ibu bukan hanya peran biologis, tapi panutan dalam ketabahan dan kesabaran. Ia adalah teladan nyata bahwa cinta sejati adalah memberi tanpa meminta, menyayangi tanpa henti, dan mendoakan tanpa jeda.
Hikmah besar yang bisa dipetik adalah: bahagiakanlah ibumu selagi ia masih ada. Jadikan senyumnya sebagai pencapaian tertinggi, dan ridanya sebagai kompas kehidupan. Sebab tanpa doa ibu, hidup bisa terasa hampa dan berkah pun sulit menetap.
Maka, bagi setiap insan, mari kembali merenung. Apakah kita sudah cukup mencintai dan menghargai ibu kita? Apakah langkah kita hari ini telah mendapat restunya? Karena kebahagiaan sejati seorang anak akan selalu seiring dengan restu dan doa seorang ibu.
Bunda, engkau bukan hanya sosok dalam cerita, tapi pedoman hidup yang nyata. Engkaulah cinta pertama yang tak tergantikan, pendoa setia di setiap langkah. Terima kasih, Bunda, atas segalanya.
Semoga kami dapat menjadi anak yang membuatmu tersenyum di dunia, dan menjadi penolongmu di akhirat kelak.
(OIM)