Menu

Dark Mode
Klontongan Hukum dan Buzzer Keadilan: Ketika Negara Dibisniskan Lewat Opini Palsu Petani di Pringsewu Dikeroyok di Jalan Umum, Kuasa Hukum Desak Polisi Tangkap Pelaku Sugani Ditangkap, Perjuangan 6 Bulan YLPK PERARI Berbuah Hasil: Terima Kasih Jajaran Polresta Kabupaten Tangerang Betonisasi Busuk di Kabupaten Tangerang: Dari Bukit Gading ke Vila Balaraja, Proyek Siluman Menari di Atas Pajak Rakyat Silaturahmi Strategis YLPK PERARI dan Dishub Tangkab: Membangun Sinergi demi Kepentingan Masyarakat Rentenir Berkedok Koperasi, Bunga Over Tinggi, Dokumen Pribadi Disandera: Soala Gogo Jadi Teror Baru Warga

Lingkungan

Betonisasi Hebat, Hukum Lewat: Pemkab Tangerang Patut Dapat Penghargaan

badge-check


					Kolase foto Proyek betonisasi di perempatan PT PEMI, Desa Tobat, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang. (Foto: MANtv7.id) Perbesar

Kolase foto Proyek betonisasi di perempatan PT PEMI, Desa Tobat, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang. (Foto: MANtv7.id)

MANtv7, Kabupaten Tangerang – Proyek betonisasi di perempatan PT PEMI, Desa Tobat, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang, kembali menjadi sorotan tajam masyarakat. Proyek tersebut diduga kuat melanggar prosedur pelaksanaan kegiatan infrastruktur, dari awal proyek dimulai sampai pekerjaan selesai. Mulai dari minimnya sosialisasi kepada publik, ketiadaan rambu lalu lintas, pembatas pekerjaan, banner informasi proyek, hingga tidak adanya spanduk permintaan maaf atas terganggunya aktivitas pengguna jalan. Lebih parahnya, tidak terlihat pengawasan dari aparat terkait yang seharusnya hadir memastikan pelaksanaan proyek berjalan sesuai aturan.

Pantauan awak media di lapangan sejak awal pengerjaan, tidak tampak papan informasi proyek, padahal hal ini merupakan syarat mutlak dalam pelaksanaan proyek baik milik pemerintah maupun swasta. Penerangan jalan pun nyaris nihil, terutama di malam hari, yang berpotensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

Keluhan warga pun bermunculan. “Saya buru-buru mau kerja, eh malah harus putar balik cari jalan lain. Kesal banget,” keluh Jannah, seorang pengendara motor. Senada dengan itu, Abdu (39) menambahkan, “Tiba-tiba jalan ditutup tanpa pemberitahuan, rambu juga nggak ada. Ini jelas berbahaya.”

Dugaan kealpaan tidak berhenti di situ. Tidak tampak satupun pengatur lalu lintas (flag man), pembatas proyek, maupun tenda lalin di sekitar lokasi. Padahal, semua unsur ini secara normatif tercantum dalam RAB proyek dan wajib dihadirkan demi keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan.

Lebih miris lagi, peran pengatur lalu lintas justru diambil alih secara sukarela oleh para pemuda sekitar proyek. Mereka berjaga dari pagi hingga sore tanpa imbalan sepeserpun, bahkan harus menggunakan uang pribadi untuk membeli es, kopi, dan rokok. Untuk makan, mereka terpaksa pulang ke rumah masing-masing. Keadaan ini sangat memalukan dan memperlihatkan betapa lemahnya fungsi pengawasan dari dinas dan instansi yang seharusnya bertanggung jawab.

Aktivis pengamat pembangunan, Buyung., menilai pelaksanaan proyek ini cacat prosedur. “Setiap pengerjaan jalan, sekecil apapun, wajib ada rambu kegiatan, penerangan, dan pengaturan lalu lintas. Jika terjadi kecelakaan akibat kelalaian ini, maka pelaksana bisa dikenai sanksi administratif hingga pidana,” tegasnya.

Kritik keras juga dilontarkan terhadap tidak adanya respon dari kecamatan dan desa setempat. Pemerintah Kecamatan Balaraja dan Desa Tobat dinilai lemah dalam melakukan pengawasan. Padahal, proyek ini berada di wilayah administrasi mereka dan jelas-jelas berdampak langsung terhadap warga sekitar.

Pertanyaan besar pun muncul: di mana pengawas dari dinas teknis seperti Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, serta Inspektorat Daerah Kabupaten Tangerang? Apakah anggaran pengawasan yang telah dicairkan melalui APBD hanya formalitas semata?

Hingga berita ini ditayangkan, tidak ada keterangan resmi dari pelaksana proyek maupun dinas terkait. Para pekerja yang ditemui di lokasi hanya berkata singkat, “Kami hanya pekerja, tidak tahu apa-apa.”

Menyikapi dugaan pelanggaran ini, maka aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan, Kepolisian, dan BPKP, wajib turun tangan. Pemeriksaan secara menyeluruh harus dilakukan terhadap seluruh proses pengadaan, pelaksanaan, dan pengawasan proyek tersebut.

Sebagai catatan, sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat berhak mengetahui informasi proyek yang dilaksanakan di lingkungannya. Selain itu, mengacu pada Permen PU Nomor 12 Tahun 2014, pelaksanaan pekerjaan konstruksi wajib memasang papan nama proyek, alat pengamanan kerja, serta menyediakan rambu-rambu keselamatan.

Kolase foto logo YLPK-PERARI & MANtv7. (Foto: MANtv7.id)

Menanggapi persoalan ini, Humas DPP YLPK PERARI, Siarruddin, melontarkan kritik keras terhadap seluruh jajaran pengawas ASN dan pihak pelaksana. “Ini bukan lagi soal kelalaian, tapi pembiaran sistematis. Kalau anggaran sudah cair, lalu pelaksanaan di lapangan amburadul seperti ini, maka patut diduga ada unsur permainan. Aparat pengawas seperti tidur di atas gaji buta. Mereka digaji dari uang rakyat, tapi saat rakyat dirugikan, justru tidak ada yang turun tangan,” tegasnya.

Siarruddin juga menekankan bahwa kejadian seperti ini tidak boleh dianggap biasa. “Kecamatan dan desa setempat, serta semua dinas teknis, jangan hanya pintar di ruang rapat. Turun ke lapangan! Jangan tunggu viral baru ribut. Kami dari YLPK PERARI siap mengawal, dan jika perlu, kami ajukan laporan resmi ke APH (Aparat Penegak Hukum) agar kasus ini diusut tuntas,” pungkasnya.

Dugaan pengabaian terhadap standar pelaksanaan proyek ini menunjukkan kegagalan sistemik dalam pengawasan ASN yang bertugas di lapangan. Sudah saatnya Pemkab Tangerang melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja jajaran dinas teknis dan pejabat pengawas yang selama ini terkesan tutup mata.

Masyarakat mendesak adanya ketegasan dari Bupati Tangerang, serta sikap terbuka dari dinas-dinas terkait: Dinas Bina Marga dan SDA, Dinas Perhubungan, Inspektorat, Kecamatan Balaraja, dan Pemerintah Desa Tobat. Tanpa penindakan tegas, kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah akan semakin merosot.

Sebagai penutup, warga berharap adanya perbaikan menyeluruh terhadap tata kelola proyek di Kabupaten Tangerang. Keterbukaan, keselamatan, dan pengawasan bukan sekadar formalitas tapi kewajiban konstitusional dan moral.

Proyek yang mengabaikan aturan harus ditertibkan, bukan dibiarkan seperti “superhero arogan” yang kebal hukum di atas penderitaan rakyat.

(Dedi).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Betonisasi Busuk di Kabupaten Tangerang: Dari Bukit Gading ke Vila Balaraja, Proyek Siluman Menari di Atas Pajak Rakyat

18 June 2025 - 09:58 WIB

Rentenir Berkedok Koperasi, Bunga Over Tinggi, Dokumen Pribadi Disandera: Soala Gogo Jadi Teror Baru Warga

17 June 2025 - 09:52 WIB

ANAK PEMILIK KAMPUS TERKENAL JADI PREDATOR: Remaja 15 Tahun Diperkosa Berulang Hingga Hamil, Lalu Bungkam Dengan Uang Melalui Orang Suruhan

16 June 2025 - 14:37 WIB

Sampah dan ASN: Ketika Apel Pagi Jadi Mitos, Balaraja Tenggelam Dalam Bau Busuk Sampah

16 June 2025 - 10:31 WIB

Senyum Ustad Tak Lagi Terbuka, Tangis Anak Tak Lagi Didengar: Ke Mana Sugani, Si Pemerkosa Itu?

16 June 2025 - 09:43 WIB

Trending on Daerah