Mantv7.id | Kabupaten Tangerang – Hujan deras yang mengguyur Desa Cikande, Kecamatan Jayanti, Senin siang (28/07/25), berubah jadi malapetaka bagi warga Kampung Pajagan RT 04 RW 04. Air tak tertampung dan merangsek masuk ke rumah-rumah warga. Penyebabnya bukan bencana alam besar, tapi ketiadaan drainase yang sejak lama dikeluhkan warga. Parahnya, meski video banjir dan keluhan warga telah viral di media sosial, Pemerintah Desa Cikande justru diam membisu, tak ada tanggapan, apalagi tindakan. Jeritan rakyat dibiarkan tenggelam bersama genangan air. Zane Febrian, warga RT 04/04, mengungkapkan keprihatinan mendalam. “Benar, pada hari itu hujan deras menyebabkan rumah kami kebanjiran. Kami berharap Pemdes segera bertindak. Jangan tunggu air makin tinggi dan amarah warga ikut naik,” katanya.
Ibu Munah, warga lain, menyentil tajam: “Air tidak mengalir karena tidak ada pembuangan. Kami bukan minta dibelikan perahu, cukup buatkan got! Tanah di sini nggak mampu serap air, masa pemerintah nggak tahu?”
Ibu Amah, warga lansia, menyampaikan fakta miris. “Saya tinggal di sini puluhan tahun, baru kali ini kebanjiran. Kasur anak saya rusak, buku sekolahnya terendam. Sampai rambut saya ubanan, got pun nggak pernah dibangun!”
Donny Putra, T. S.H – Pengamat Hukum & Pengurus Law Firm Hefi Sanjaya & Partners: “Ini bukan sekadar genangan, ini bentuk kelalaian administratif. Jika warga dirugikan karena nihilnya drainase dan Pemdes tidak merespons, itu bisa masuk ranah maladministrasi dan gugatan hukum. ASN dan kepala desa punya tanggung jawab hukum. Diam dan membiarkan warga menderita adalah bentuk pelanggaran prinsip pelayanan publik.”

Logo Hefi Sanjaya & Partners. (Foto:Mantv7.id)
Kalau RPJMDes tidak menyentuh drainase, maka pertanyaannya: anggaran desa digunakan untuk apa? Rakyat punya hak menuntut transparansi dan tanggung jawab.
“Dalam Islam, pemimpin yang membiarkan rakyatnya sengsara karena kelalaian dianggap berkhianat terhadap amanah. Banjir ini bukan ujian alam, tapi teguran atas matinya empati pemimpin lokal. Jika rakyat tidur di kasur basah dan pejabatnya tidur nyenyak, itu adalah bentuk kezaliman nyata.”
Jabatan itu bukan warisan, tapi titipan. Kalau rakyat dibanjiri penderitaan dan pemimpin diam, laknat tak akan jauh dari jabatan itu sendiri.
“Kami mencium pola pembiaran sistematis. Drainase tidak ada, respons pun nihil. Kalau kades dan perangkat desa tak mampu mengurusi kebutuhan dasar seperti got, mundur saja! Jangan jadi pajangan di kantor desa. Rakyat bukan patung, mereka punya hak atas lingkungan sehat.”
“Jika ini tak ditindaklanjuti, kami dari YLPK PERARI siap dampingi warga. Kami akan bawa persoalan ini ke DPMD, Inspektorat, bahkan DPRD. Kalau perlu, kami desak audit anggaran desa. Karena ini bukan hanya soal air yang tergenang, tapi juga soal hak rakyat yang digenangi ketidakpedulian.”

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
Hingga berita ini dirilis, pemerintah Desa Cikande belum memberikan klarifikasi atau tindakan konkret. Warga masih mengeringkan rumah mereka, sementara suara penguasa desa masih tidak terdengar.
“Yang becek bukan cuma jalan, tapi juga nurani para pejabat desa. Jika got tak dibangun, rakyat akan menggugat. Jangan tunggu rakyat turun jalan baru drainase digali.”
Air Hujan Bisa Mengalir, Tapi Amarah Rakyat Tak Bisa DibendungRedaksi membuka ruang hak jawab bagi Pemerintah Desa Cikande atau pihak terkait lainnya sesuai UU Pers No. 40 Tahun 1999.
Warga tak butuh janji, mereka butuh drainase.
REDAKSI | OIM