Mantv7.id | Kabupaten Tangerang – Jangan terkecoh dengan tembok tinggi, gedung megah, dan papan nama berlapis akreditasi. Sebab kadang, justru di balik dinding mentereng itu, tersembunyi noda paling keji yang tidak bisa dicuci dengan gelar atau uang. Inilah yang kini mengguncang Kabupaten Tangerang. Seorang remaja perempuan, masih 15 tahun inisial MI melahirkan bayi dari hasil hubungan yang diduga merupakan tindak pidana pemerkosaan, yang dilakukan oleh DNSY, anak kandung dari pemilik sebuah kampus swasta ternama di wilayah ini.
Kasus ini telah dilaporkan secara resmi ke kepolisian dan sedang dalam tahap penyelidikan, dengan laporan polisi bernomor LP/B/595/VI/2025/SPKT ini menjadi titik awal proses hukum ke Polresta Tangerang pada 16 Juni 2025.

Foto laporan polisi bernomor LP/B/595/VI/2025/SPKT ini menjadi titik awal proses hukum ke Polresta Tangerang pada 16 Juni 2025. (Foto: Mantv7.id)
Berdasarkan dokumen yang diterima redaksi, Kepolisian Resor Kota Tangerang melalui Unit PPA Satreskrim telah menerbitkan Surat Undangan Klarifikasi Nomor: B/M/RES 1.24/2025/Reskrim, yang ditujukan kepada pelapor, Sdr. U, perwakilan keluarga korban. Dalam surat itu disebutkan bahwa dugaan tindak pidana terjadi pada 27 Juli 2024 di kawasan Jalan Raya Citra Raya dan Hotel di Cikupa, Kabupaten Tangerang.

Foto surat undangan berdasarkan dokumen yang diterima redaksi, Polresta Tangerang melalui Unit PPA Satreskrim telah menerbitkan Surat Undangan Klarifikasi Nomor: B/M/RES 1.24/2025/Reskrim. (Foto: Mantv7.id)
Surat itu ditandatangani langsung oleh Kompol Arief Nazarudin Yusuf, S.H., S.I.K., M.H., selaku Kasat Reskrim Polresta Tangerang, dan mengacu pada Pasal 81 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pelapor diminta hadir memberikan keterangan, seiring penyelidikan yang terus bergulir.
Dari hasil penelusuran, terlapor DNSY diketahui sudah menikah dan memiliki anak. Ia bukan anak kecil, melainkan pria dewasa yang diduga secara sadar melakukan perbuatan keji. Berdasarkan kesaksian korban, awalnya ia diajak ke tempat hiburan malam, diberi minuman hingga tak sadarkan diri, lalu diperkosa dalam mobil.
Sebulan kemudian, kejadian serupa berulang di sebuah hotel. Korban akhirnya hamil dan sempat ditawari uang sebesar Rp3 juta, diduga melalui orang suruhan, untuk menggugurkan kandungan. Tapi bayi itu tidak digugurkan. Ia lahir. Ia hidup. Dan ia tidak pernah mendengar suara adzan dari ayah biologisnya.
Narasi simbolik yang dibuat seorang aktivis sosial untuk menggambarkan kegetiran nasib bayi tersebut: “Kakek… katanya kakek punya kampus besar. Tapi ayahku jahat, Kek. Dia lari. Tolong dong marahin. Aku lahir, tapi adzan pun tak pernah aku dengar dari suara ayahku sendiri,” ujar seorang aktivis sosial melalui narasi yang mewakili suara bayi korban.
Di tengah upaya keluarga mencari keadilan, muncul sosok berinisial AP yang mengaku dari LSM. Ia datang membawa surat perdamaian, menawarkan “solusi damai” secara tergesa. Namun upaya ini diduga sebagai bagian dari skenario pembungkaman.
Tapi yang menjadi pertanyaan besar: kenapa media lokal lainnya yang justru menyebut terang-terangan nama kampus, memuat foto gedung, bahkan wajah anak pemilik kampus, tidak diserang sedikit pun? Kenapa justru Mantv7.id, media yang berhati-hati secara etik, memakai inisial, dan bersandar pada dokumen hukum resmi, malah jadi sasaran tembak? Ada apa sebenarnya? Siapa yang sedang dilindungi?
Lebih menyakitkan dari diamnya institusi adalah ketika mereka yang seharusnya menjadi garda moral termasuk presiden mahasiswa dari salah satu institusi dan satu media lokal justru ikut menekan suara kebenaran. Bukan berdiri bersama korban, mereka malah menyerang media yang mencoba bicara. Ketika nurani digadaikan demi citra, maka suara mahasiswa tak lagi lantang untuk perubahan, tapi menjadi gema kekuasaan yang panik menutupi aib.
“Kalau pelaku anak orang kecil, pasti sudah ditahan. Tapi karena anak bos, semua pihak malah sibuk mengaburkan fakta. Ini bukan sekadar kasus, ini peta korupsi moral,” tegas Boskie, aktivis sosial yang terus bersuara.

Foto Kabid Humas DPP YLPK PERARI, Siarruddin. (Foto: Mantv.id)
Kabid humas YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri), Siarruddin juga bersuara lantang. Mereka mengajak semua pihak jurnalis, aktivis, mahasiswa, tokoh agama, hingga masyarakat umum untuk tidak diam.
“Ini bukan soal lembaga. Ini soal keadilan. Korban ini masih anak, dan dia sudah melahirkan. Kalau masih ada yang waras di Kabupaten Tangerang, berdirilah bersama kebenaran. Jangan tunduk pada toga, uang, atau jabatan,” tegas pernyataan resmi Siarruddin mewakili YLPK PERARI.

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
Marsugianto, S.H. dari Law Firm SM & Partners, kuasa hukum korban, juga menyatakan: “Kami mendukung penuh pemberitaan Mantv7.id. Ini bagian dari kontrol sosial dan hak publik atas informasi. Media jangan dibungkam hanya karena bersuara untuk korban.”
Berita ini ditulis berdasarkan dokumen resmi penyelidikan kepolisian, keterangan kuasa hukum korban, pernyataan lembaga resmi, serta wawancara dari berbagai sumber. Redaksi Mantv7.id menjalankan fungsi kontrol sosial sesuai Pasal 6 UU Pers No. 40 Tahun 1999. Hak jawab terbuka bagi semua pihak yang disebut. Narasi ini tidak bermaksud menghakimi, melainkan membuka ruang keadilan yang lebih terang.
Sementara itu, pihak keluarga pelaku dan institusi terkait memilih diam. Tapi diam di tengah aib bukanlah tanda kebijaksanaan, melainkan bentuk pembiaran terhadap pembusukan keadilan. Jangan diam. Karena di saat kita memilih bungkam, pelaku tertawa, dan korban kembali terluka.
Kini, waktunya membela yang lemah. Karena jika hari ini kita biarkan keadilan dibungkam, besok kita akan jadi korban berikutnya. Publik sangat berharap aparat menindaklanjuti proses hukum secara tuntas tanpa pandang bulu, termasuk jika terdapat keterlibatan pihak keluarga.
REDAKSI | Mantv7.id