Mantv7.ID | Di sebuah majelis yang hening, Rasulullah Muhammad ﷺ duduk bersama para sahabatnya. Suasana begitu syahdu, seperti langit yang menggantung senja dengan semburat kerinduan. Lalu dari lisan suci beliau, tiba-tiba terucap kalimat yang membuat dada siapa pun bergetar: “Aku sangat ingin berjumpa dengan saudara-saudaraku.”
Para sahabat yang selama ini setia mendampingi beliau tertegun. Mereka yang telah berjuang bersama, berdiri di medan perang, berpeluh dalam dakwah Islam, dengan penuh heran bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah kami ini saudara-saudaramu?”
Namun dengan lirih, penuh kasih dan kerendahan hati yang tak tergambarkan, Rasulullah menjawab, “Tidak. Kalian adalah sahabat-sahabatku. Adapun saudara-saudaraku adalah mereka yang beriman kepadaku, padahal mereka belum pernah melihatku.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban. Shahih – Al-Albani: Silsilah Ash-Shahihah no. 2888)
Kalimat itu membuat langit seperti runtuh perlahan di dada para sahabat. Dan kini, ribuan tahun setelahnya, kita sadar: beliaulah satu-satunya manusia yang rindu kepada kita bahkan sebelum kita lahir. Cinta yang melampaui batas ruang dan waktu.
Di tengah kerasnya zaman, di tengah runtuhnya moral dan rapuhnya iman, ternyata ada seseorang yang pernah menangis karena kita. Seorang nabi yang di malam sunyi, saat dunia terlelap, justru bangun dalam tangis dan sujudnya, memohonkan ampun untuk umatnya yang belum dilahirkan.
“Ummatii… ummatii…”, begitu rintihan Rasulullah ﷺ ketika membaca doa para nabi sebelum beliau, lalu menengadah dan berdoa, “Ya Allah, umatku… umatku.” Allah lalu memanggil Jibril dan berfirman: “Sampaikan kepada Muhammad bahwa Kami akan membuatnya ridha terhadap umatnya dan tidak akan mengecewakannya.” (HR. Muslim no. 202).
Betapa tidak ada cinta yang lebih murni dari itu. Betapa tidak ada kerinduan yang lebih suci selain kerinduan Rasulullah ﷺ kepada umatnya. Bukan karena kita layak, tetapi karena cintanya memang tak bersyarat.
Rasulullah bukan hanya seorang nabi dan utusan. Beliau adalah cinta itu sendiri. Bahkan di saat ajal menjemput, yang disebutnya bukan harta, bukan keluarga, bukan dirinya sendiri melainkan satu kalimat penuh getar: “Umatku… umatku…”
Kini kita tahu, bahwa setiap kali kita bershalawat, kita sedang membalas sepotong kecil dari cinta agung itu. Setiap taubat, setiap amal, setiap kebaikan adalah jawaban dari rindu yang tak pernah padam.
Lalu bagaimana mungkin kita berpaling? Bagaimana kita bisa hidup tanpa mengenalnya, tanpa mencintainya, tanpa menggenggam erat sunnahnya?
Dunia boleh menolakmu. Tapi Rasulullah ﷺ pernah menyampaikan sebuah pengakuan penuh cinta: “Aku ingin bertemu dengan mereka yang belum pernah melihatku, namun mereka mencintaiku.”
Dan di Telaga Kautsar kelak, beliau akan menanti. Dalam hadis shahih disebutkan: “Aku mendahului kalian di telaga. Siapa yang meminumnya, tak akan haus selamanya. Akan datang kepadaku kaum yang aku kenali, dan mereka mengenaliku.” (HR. Bukhari no. 6582).
Rasulullah ﷺ telah mengajarkan bahwa cinta bukan sekadar kata. Cinta adalah doa dalam sepi, tangis dalam sujud, dan kesetiaan dalam iman. Kita bukan hanya penerus ajaran kita adalah jawaban dari kerinduannya.

Foto aktivis kerohanian Kabupaten Tangerang asal Balaraja, Ustad Ahmad Rustam. (Foto: Mantv7.id)
Ustad Ahmad Rustam, aktivis kerohanian dari Kabupaten Tangerang, menyampaikan pesan lembut yang menusuk jiwa:
“Sungguh, kalau hari ini hati kita tidak tergetar, mungkin kita sedang kehilangan cinta sejati. Rasulullah rindu kepada kita, sementara kita tak sempat mengingatnya. Ini bukan soal air mata, ini soal iman dan penghormatan. Mari balas rindu itu dengan ketaatan.”
Semoga kelak, di hari yang penuh hisab, kita termasuk dari golongan yang dikenal oleh Rasulullah ﷺ, yang ia tunggu-tunggu dengan cinta yang tak pernah pudar. Umat yang ia rindu, dan yang ia sebut dalam doanya bahkan sebelum kita mengenal diri sendiri.
(OIM|Mantv.7.id)