Mantv7.id | Yudo Sadewa, putra Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, kembali menjadi sorotan publik. Dalam unggahan di media sosial yang viral diberbagai media sosial dan media lokal, ia diduga menyinggung rakyat miskin dan menyindir pejabat lain, termasuk Sri Mulyani. Dalam unggahannya, Yudo menulis: “Alhamdulillah, ayahku melengserkan agen CIA Amerika yang menyamar jadi menteri.” Unggahan ini memicu perdebatan tentang perilaku anak pejabat di ranah publik. Banyak netizen menilai unggahan tersebut terlihat memamerkan status keluarga dan kekayaan, sehingga menimbulkan kesan arogan di depan masyarakat yang hidup penuh perjuangan. Beberapa komentar menyoroti istilah yang digunakan untuk rakyat miskin, seperti “mental kepiting, munafik, rasis, pengemis”. Istilah ini dianggap provokatif dan menyakitkan, meski konteksnya berasal dari unggahan pribadi, bukan pernyataan resmi dari media.
Pamer fasilitas seperti BCA Prioritas juga menjadi sorotan. Netizen menilai ini sebagai bentuk “flexing” yang menimbulkan jarak sosial antara elite muda dan masyarakat biasa.
Menyebut Sri Mulyani “agen CIA” menimbulkan kontroversi. Hingga saat ini, belum ada bukti resmi terkait klaim tersebut, sehingga penting untuk memisahkan fakta dan opini agar publik mendapat informasi yang berimbang.
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa belum memberikan komentar terkait unggahan anaknya. Namun publik menilai, perilaku keluarga pejabat dapat mempengaruhi citra kementerian dan pemerintah secara keseluruhan.
Kementerian Keuangan, sebagai institusi publik, memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan perilaku keluarga pejabat tidak merusak kepercayaan masyarakat.
Pemerintah pusat juga diingatkan untuk memberikan perhatian terhadap norma sosial dan etika publik, agar perilaku anak pejabat tidak dinormalisasi menjadi budaya elite baru yang arogan.

Logo Hefi Sanjaya & Partners. (Foto:Mantv7.id)
Donny Putra T., S.H., pengurus Law Firm Hefi Sanjaya & Partners, menegaskan bahwa unggahan anak pejabat tetap bisa menimbulkan konsekuensi hukum dan etika, terutama bila mengandung penghinaan terhadap orang lain.

Foto aktivis kerohanian Kabupaten Tangerang asal Balaraja, Ustad Ahmad Rustam. (Foto: Mantv7.id)
Ustad Ahmad Rustam menekankan pentingnya menjaga akhlak dan moral, terutama bagi keluarga pejabat, agar anak muda elite tidak menimbulkan kesan zhalim atau merendahkan masyarakat.

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
Buyung E., aktivis sosial dan humas DPD YLPK Perari Banten, mengingatkan bahwa kontrol sosial harus aktif berjalan. Media, masyarakat, dan lembaga pengawas publik wajib bersuara agar elite muda tidak menormalisasi kesombongan.
Pertanyaan muncul: para ulama, pemimpin ormas Islam, dan ustad kemana saat darurat akhlak ini terjadi? Suara moral publik dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan sosial.
Publik harus memahami: setiap tindakan anak pejabat mempengaruhi persepsi terhadap pemerintah dan institusi publik. Diam berarti membiarkan ketidakadilan atau perilaku arogan tidak terkoreksi.
Yudo Sadewa dan seluruh elite muda diingatkan: status dan kekayaan bukan lisensi untuk menghina atau meremehkan rakyat. Tanpa kontrol moral, hukum, dan sosial, perilaku ini berisiko menjadi budaya elite baru yang sombong dan terpisah dari masyarakat yang menjadi tulang punggung negara.
Status dan kekayaan bukan lisensi untuk merendahkan rakyat; arogan di media sosial hari ini bisa jadi cacat moral dan reputasi seumur hidup besok.
REDAKSI | Mantv7.id