Mantv7.id | Kabupaten Tangerang — Kalau aturan hanya jadi hiasan dinding kantor, untuk apa repot-repot bikin Peraturan Bupati? Puluhan dump truck tanah berkapasitas 24 ton diduga bebas melintas di luar jam operasional, padahal Perbup Nomor 47 Tahun 2022 sudah jelas mengatur batasannya. Pertanyaan pedas pun muncul: apakah mental pejabat Kabupaten Tangerang sudah kalah telak dari pengusaha dump truck? Lebih ironis lagi, Bupati Tangerang Maesyal Rasyid adalah sosok yang kala itu menjabat Sekda saat Perbup ini diteken. Artinya, ia tahu betul kelahiran aturan tersebut. Tapi kenyataannya? Aturan yang ditekennya sendiri kini ompong, tak punya taring. Wajar jika publik menduga, jangan-jangan sejak awal memang tidak pernah diniatkan untuk ditegakkan. Pejabat lain pun tak kalah memalukan. Wakil Bupati, Sekda, Dishub, Satpol PP, Polresta, DLHK, Camat, hingga kepala desa semuanya seolah sepakat diam. Lebih takut pada pengusaha bertubuh besi daripada rakyat yang setiap hari mengais nafkah sambil menelan debu. Bukan sekadar kelalaian, tapi dugaan pengkhianatan terhadap amanah rakyat.
Dishub Kabupaten Tangerang, lewat Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, mestinya jadi garda terdepan. Faktanya, dump truck bertuliskan “Cakra”, “MPU”, “PMJ” melenggang santai. Dishub? Lebih mirip penonton tetap ketimbang pengawas lalu lintas.
Satpol PP, yang biasanya galak saat menggusur pedagang kecil, kini mendadak ompong. Kalau berhadapan dengan rakyat kecil mereka bawa palu godam. Tapi dump truck yang melanggar Perbup? Sunyi senyap. Seragamnya dipakai untuk menegakkan aturan, atau sekadar kostum karnaval?
Polresta Tangerang, lengkap dengan Satlantas dan Reskrimnya, juga tak bisa pura-pura tuli. Rakyat selalu ditilang ketika lupa bawa SIM atau melanggar rambu kecil. Tapi dump truck raksasa di luar jam operasional? Seperti raja jalanan. Hukum pun terlihat pincang: tajam ke bawah, tumpul ke atas.
DLHK Kabupaten Tangerang, yang mestinya lantang soal polusi, justru bungkam. Bidang Pengendalian Pencemaran seakan lupa fungsi. Padahal debu tebal sudah bikin motoris sesak, pedagang rugi, anak sekolah batuk-batuk. Kalau ini bukan pencemaran, lalu apa?
Camat dan kepala desa di jalur lintasan pun tak kalah malu. Padahal mereka saksi langsung penderitaan warganya. Tapi tetap saja memilih diam, lebih sibuk menjaga kursi jabatan ketimbang menjaga hak rakyat untuk sekadar bisa bernapas lega.
Di jalan, penderitaan rakyat nyata. Mata perih, napas sesak, pakaian penuh debu. Tidak semua orang punya mobil ber-AC. Motoris, pedagang, anak sekolah mereka yang harus menanggung akibat dugaan pembiaran ini.
Konstitusi jelas bicara. Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menjamin hak warga atas lingkungan hidup yang sehat. UU No. 32 Tahun 2009 menegaskan larangan pencemaran. UU No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, Pasal 106 ayat (4) huruf d jo. Pasal 307, memberi sanksi kendaraan berat yang melanggar jam operasional. Tapi semua itu cuma huruf mati ketika pejabatnya kehilangan nyali.
Donny Putra. T, S.H, aktivis hukum dan sosial, pengurus Law Firm Hefi Sanjaya & Partners: “Kalau aturan dilanggar terang-terangan dan pejabat diam, itu indikasi pembiaran sekaligus dugaan maladministrasi. Ini bisa dilaporkan ke Ombudsman, bahkan ranah pidana. Jangan biarkan hukum cuma jadi alat menekan rakyat kecil, sementara pelanggaran besar dibiarkan.”
Buyung E, Humas YLPK Perari DPD Banten:
“Rakyat sudah jenuh. Setiap hari mereka hirup debu, batuk, dagangan kotor, tapi pejabat pura-pura buta. Kalau pejabat tidak bisa melindungi warganya, lebih baik mundur. Hak konsumen atas udara bersih dan jalan yang aman itu dilindungi undang-undang. Jangan jadikan rakyat tumbal kenyamanan pengusaha.”
Ustad Ahmad Rustam, aktivis kerohanian dan sosial: “Jabatan itu amanah, bukan tameng. Rasulullah SAW sudah menegaskan, setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban. Bagaimana pejabat tega membiarkan rakyatnya dicekik debu sementara mereka bersembunyi di balik kaca mobil dinas? Takutlah pada doa orang terzalimi. Debu di jalan ini bisa jadi debu penyesalan di akhirat.”
Hari ini publik bisa membaca satu realitas getir: dump truck lebih berwibawa daripada Perbup, debu lebih berkuasa daripada tanda tangan pejabat, dan pengusaha tambang lebih disegani daripada negara di Kabupaten Tangerang. Jika semua lini terus bungkam, maka rakyatlah yang lagi-lagi dipaksa menelan debu sementara pejabat tinggal menunggu giliran menelan hisab.
Debu rakyat bisa lebih berat hisabnya di akhirat daripada pengusaha yang kalian bela.
REDAKSI | Mantv7.id