Mantv7.id | Bendera Indonesia, Sang Saka Merah Putih, bukan properti untuk selfie pejabat. Merah menuntut keberanian nyata, bukan retorika kosong. Putih menuntut niat tulus, bukan janji manis yang hilang begitu lampu sorot mati. Lihat panggung kemerdekaan: pejabat tersenyum bak selebritas, kamera menyorot, sementara anggaran rakyat menguap tanpa jejak. Keberanian mereka hanya di media, niat tulus terkubur di balik laporan belanja resmi. Di kampung, rakyat patungan, merogoh kantong sendiri untuk cat gapura dan tenda. Hari kemerdekaan seolah punya dua wajah: VIP di podium, rakyat menanggung sendiri.
Pertanyaan sederhana: mengapa anggaran lebih diprioritaskan untuk pencitraan visual ketimbang pemerataan rasa merdeka? Senyum pejabat lebih penting daripada meringankan beban rakyat. Rumor lapangan mengungkap: siapa punya dana, dia meriah; siapa tak punya, ikut seadanya. Panggung besar, rakyat tetap menanggung sendiri.

Foto Ustad Ahmad Rustam aktivis kerohanian dan sosial Kabupaten Tangerang. (Foto: Mantv7.id)
Ustad Ahmad Rustam menegaskan dari perspektif agama: “Uang rakyat adalah amanah di hadapan Allah. Pemimpin yang lebih mementingkan pencitraan daripada kesejahteraan rakyat berdosa, menzalimi amanah, dan melanggar prinsip keadilan Islam. Merdeka sejati bukan seremonial, tapi saat rakyat terbebas dari beban yang tidak semestinya. Jika hanya panggung yang merdeka, hati pejabat tetap tertutup, iman mereka dipertanyakan.”
Pola ini memalukan dan berulang tiap tahun. Pejabat pesta, rakyat menjerit di kantong sendiri. Momen kemerdekaan jadi panggung pamer kekuasaan semu, bukan simbol persatuan. Ritual seremonial bukan topeng kegagalan. Saat bendera berkibar, itu harus menjadi cermin: apakah keberanian nyata atau hanya menundukkan kepala malu di balik sorotan media?

Foto Buyung E, Humas DPD YLPK PERARI Banten. (Foto: Mantv7.id)
Buyung E., aktivis sosial-lingkungan & Humas DPD YLPK Perari Banten, menegaskan kontrol sosial dan kemaslahatan rakyat: “Fungsi kontrol sosial harus aktif agar hak masyarakat terpenuhi, bukan menjadi pajangan pencitraan pejabat. Jika kemerdekaan hanya merdeka di panggung, dompet rakyat tetap terikat.”
Berita pencitraan pejabat? Cukup! Publik butuh fakta: kinerja nyata, akuntabilitas, dan bukti mereka benar-benar bekerja untuk rakyat. Seremonial megah tidak menutupi kegagalan mereka. Dalih “kemitraan” jangan menutupi fungsi kontrol sosial. Media dan publik harus menyorot, mengekspos, menuntut pertanggungjawaban, bukan jadi corong pujian.

Pengamat hukum Donny Putra T, S.H., dari Law Firm Hefi Sanjaya & Partners. (Foto: Mantv7.id)
Donny Putra, pengamat hukum & ASN juga pengurus Law Firm Hefi Sanjaya And Partners, menegaskan: “Penggunaan dana publik untuk seremoni harus diawasi ketat. ASN pelanggar wajib disanksi. Klaim tradisi tak bisa jadi tameng abai hukum.”
Masih banyak isu mendesak: ketimpangan pembangunan, layanan publik amburadul, partisipasi masyarakat terpinggirkan, anggaran tersia-siakan. Senyum pejabat di podium tak menutupi fakta pahit ini.
Merdeka itu saat rakyat tak lagi patungan untuk merayakannya.”
REDAKSI | Mantv7.id