Mantv7.id – Kalau di Jayanti ada lomba baru bernama “Tahan Lapar dan Haus Sampai Camat Datang,” pasti juaranya sudah jelas: ratusan bocah SD peserta karnaval. Mereka lari-larian hampir lima kilometer di bawah terik matahari, lalu tiba di garis finish cuma disuguhi ‘diet ekstrim’ alias stand jajanan gratis yang masih tertutup rapat karena panitia ngotot belum boleh buka sebelum Camat, H. Yandri Permana, turun dari singgasana kehormatan.
Jadi, bukan anak-anak yang ‘dihargai’, tapi Camat. Mungkin panitia yakin, anak-anak ini punya stamina sirkus sultan. Kalau Camat datang terlambat? Ya sudahlah, anak-anak harus puasa dulu, biar latihan sabar sekaligus penggemblengan mental. Hebat ya, ternyata Karnaval Jayanti adalah acara resmi untuk mencetak generasi tahan lapar dan haus.
Lalu, setelah Camat resmi membuka stand itu dengan gaya super simbolis, anak-anak boleh makan dan minum. Tapi jangan senang dulu, karena panggung hiburan yang menunggu mereka malah sebuah pertunjukan dangdut goyang heboh hiburan ‘ramah anak’ versi Jayanti yang kalau ditonton orang tua bisa langsung kena vertigo.
Serius, anak SD disuguhi dangdut dengan goyang yang sepertinya lebih cocok buat remaja malam minggu yang lupa waktu. Panitia kayaknya lupa, bahwa anak-anak bukan penonton klub malam atau peserta kontes goyang “ABG Ngamuk.”

Logo Hefi Sanjaya & Partners. (Foto:Mantv7.id)
Donny Putra, S.H., dari Law Firm Hefi Sanjaya & Partners, mengingatkan tajam: “Kalau melibatkan anak-anak, acara harusnya profesional dan edukatif, bukan ajang eksperimen goyang liar yang bikin trauma.”

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
Buyung E., S.H., Humas YLPK PERARI DPD Banten, bahkan mengecam: “Memberikan hiburan tidak ramah anak itu seperti kasih kucing makan ikan asin ngawur dan berbahaya. Pemerintah harus sadar ini pelanggaran hak anak.”

Foto Ustad Ahmad Rustam aktivis kerohanian dan sosial Kabupaten Tangerang. (Foto: Mantv7.id)
Ustad Ahmad Rustam menegaskan: “Anak-anak adalah amanah, bukan objek untuk dipertontonkan goyang tak jelas. Pemerintah harus jaga moral dan norma sosial, bukan malah mengajari anak jadi pecinta dangdut goyang heboh.”
Jadi di Jayanti, anak-anak diuji jadi pejuang sabar, tahan lapar dan haus sambil menunggu Camat, kemudian diajak nonton goyang dangdut yang bikin kepala pusing dan hati orang tua remuk.
Mudah-mudahan Camat dan panitia tak lagi menganggap acara ini sekadar panggung drama sabar plus show goyang heboh, tapi sebagai tanggung jawab moral dan pendidikan.
Karena melindungi anak-anak itu bukan sekadar slogan kemerdekaan, tapi investasi masa depan bangsa bukan eksperimen diet ekstrem plus goyang liar yang bakal viral bukan karena prestasi, tapi karena malu.
REDAKSI | DEDY