Mantv7.id | Kabupaten Tangerang – Mengaku berkelas internasional, bawa-bawa ISO dan standar global, tapi di lapangan, kelakuannya justru bikin geleng kepala. Itulah potret kontradiktif yang diduga melekat pada PT. Demes Karya Indah, kontraktor pelaksana proyek pembangunan mushola RSUD Tobat Balaraja senilai Rp2.048.267.315. Alih-alih bekerja elegan dan taat regulasi, perusahaan ini justru diduga memperlakukan area proyek bak “wilayah kekuasaan”, bahkan dikabarkan menekan kontrol sosial dari LSM dan media. Beberapa jurnalis dan aktivis yang tengah menjalankan fungsi pengawasan publik justru diusir secara kasar. Salah satu wartawan bahkan nyaris terjungkal ke tumpukan pasir setelah diduga ditarik paksa saat meliput di lokasi.
Fakta ini bukan baru muncul. Sebelumnya, dua wartawan juga mengaku pernah diusir dengan cara tak pantas saat melakukan pemantauan serupa. Bahasa yang digunakan pun cenderung kasar, dengan nada arogan, mirip gaya preman proyek daripada profesional bersertifikasi.

PT. Demes Karya Indah, kontraktor pelaksana pembangunan mushola RSUD Balaraja dengan nilai anggaran Rp2.048.267.315. Mengusung nama besar, dokumen berstandar internasional, lengkap dengan ISO, jaminan mutu, serta sistem keselamatan kerja (K3) global. Namun di lapangan, pemandangan justru bertolak belakang pekerja memanjat ke ketinggian tanpa alat safety, tanpa helm, tanpa sepatu pengaman. Tidak ada pengawasan yang memadai, dan respons terhadap kritik publik justru dihadapi dengan sikap kasar. (Foto: Mantv7.id)
Ironisnya, PT. Demes Karya Indah membawa nama besar mengusung ISO, sistem manajemen mutu, serta jaminan K3. Namun di lokasi, yang terlihat justru pelanggaran mendasar: pekerja naik ke ketinggian tanpa alat pengaman, tak pakai helm, bahkan sepatu safety pun nihil. Pengawasan? Nyaris tak terlihat. Terhadap kritik? Responsnya malah diduga intimidatif.
“Label internasional bukan untuk dipajang, tapi dipertanggungjawabkan. Kalau proyek miliaran rupiah justru dijalankan dengan cara ugal-ugalan, itu bukan profesionalisme itu pembangkangan terhadap uang negara,” tegas seorang aktivis yang memantau langsung kondisi proyek.

Logo Hefi Sanjaya & Partners. (Foto:Mantv7.id)
Donny Putra, T., S.H., anggota tim hukum dari HEFI Sanjaya Law Firm & Friends, menilai dugaan tindakan kontraktor dan sikap diam pihak RSUD maupun dinas teknis sebagai potensi pelanggaran serius.
“Kalau ASN tahu tapi membiarkan pengusiran wartawan atau intimidasi kontrol sosial, itu bukan sekadar kelalaian. Itu bisa masuk kategori pembiaran jabatan, dengan konsekuensi administratif hingga pidana,” ujarnya.
Beberapa regulasi yang berpotensi dilanggar:
1. UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 18 ayat (1): menghalangi kerja jurnalistik bisa dipidana 2 tahun atau denda Rp500 juta.
2. UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP: publik berhak tahu informasi proyek negara.
3. UU Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3): mengatur standar keselamatan yang wajib diterapkan di lokasi proyek.
4. Pasal 421 KUHP: menyasar penyalahgunaan kekuasaan yang menghalangi hak publik.
5. Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah: mewajibkan keterbukaan dan akuntabilitas.
Tindakan pengusiran, arogansi, dan pengabaian keselamatan, ini bukan sekadar pelanggaran etika proyek. Ini potensi pelanggaran berlapis.

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
Pernyataan keras juga datang dari YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri). Humas DPD Banten, Buyung E., menyatakan pihaknya tengah menyiapkan pelaporan resmi ke Ombudsman, LKPP, Inspektorat, dan Komisi Informasi.
“Hari ini wartawan diusir, besok bisa jadi anggaran disulap. Ini bukan proyek ibadah, ini proyek dugaan kemunafikan! Kami akan kejar sampai ke akar, dari lapangan ke meja anggaran. Siapa pun bekingnya, akan kami buka!” tegas Buyung.

Logo Ormas LMPI. (Foto: Mantv7.id)
Sementara itu, Aminudin, Wakil Ketua Ormas LMPI MAC Balaraja, mengecam keras dugaan arogansi tersebut: “Kami tidak tinggal diam. Pembangunan tempat ibadah seharusnya mencerminkan nilai spiritual, bukan jadi ajang arogansi dan pelanggaran. Kalau benar ada intimidasi terhadap wartawan, itu pelecehan terhadap demokrasi!”

Logo LSM AJISAKA INDONESIA. (Foto: IST. Mantv7.id)
Hal senada disampaikan TB. Bayu. DY, Kabid Humas LSM Ajisaka Indonesia: “Jangan sampai proyek negara jadi arena ‘main-main’ segelintir kontraktor. Kalau terbukti arogansi ini dibiarkan, maka pemerintah ikut terlibat dalam pembiaran sistemik. Kami akan bantu kawal proses pelaporan dan pengaduan.”
Ustaz Ahmad Rustam, tokoh kerohanian dan aktivis sosial Kabupaten Tangerang, menyentil keras aspek moralitas dalam proyek tersebut. “Membangun mushola dengan cara kasar dan arogan kepada kontrol sosial, itu bukan amal ibadah. Itu pelecehan terhadap nilai keagamaan. Negara wajib hadir membenahi ini, jangan ikut menanggung dosa sosial dari proyek yang diduga penuh kesewenang-wenangan.”
Jika benar proyek mushola RSUD Balaraja dikerjakan dengan cara-cara semacam ini, maka pemerintah dan lembaga pengawas wajib segera turun tangan. Audit menyeluruh patut dilakukan. Jika terbukti terjadi pelanggaran prosedur, keselamatan kerja, dan arogansi terhadap pengawas sosial, maka kontraktor layak masuk daftar hitam (blacklist) oleh LKPP.
Tulisan ini disusun berdasarkan data lapangan, keterangan narasumber, dan fungsi kontrol sosial. Redaksi terbuka terhadap hak jawab sesuai dengan Pasal 5 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Mutu sejati tak lahir dari arogansi. Proyek negara bukan panggung kesewenang-wenangan.
REDAKSI | Mantv7.id