Mantv7.id | Kabupaten Tangerang – Polemik program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Desa Cikande, Kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang, kian ramai jadi perbincangan. Program yang seharusnya menyentuh warga miskin ini justru menyisakan banyak tanya. Dugaan ketertutupan informasi, potensi permainan prosedur, hingga saling lempar tanggung jawab antar lembaga memperkeruh situasi. Di tengah gaduhnya birokrasi, langkah Ketua Umum LSM Seroja Indonesia, Taslim Wirawan, yang berani menyuarakan transparansi dan akuntabilitas justru jadi cahaya di lorong gelap. “Ini bukan soal cari panggung, tapi soal fungsi kontrol sosial yang dijamin undang-undang,” tegasnya. Sikap tersebut mendapat apresiasi terbuka dari YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri).
YLPK PERARI dengan lantang mengkritisi sikap tertutup pemerintah desa dan kecamatan yang dinilai cenderung saling cuci tangan.

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
“Sebut dan buka semua pihak yang terlibat! Jangan ada yang disamarkan. Dari Kaur Perencanaan, Kasi Ekbang, Seksi RTLH, hingga Kepala Bidang dan Kepala Dinas. Semua yang ikut dalam pengusulan dan pelaksanaan program patut dimintai pertanggungjawaban sesuai porsi dan peran masing-masing. Jangan ada yang sembunyi di balik meja jabatan,” tegas Buyung E., aktivis sosial-lingkungan sekaligus Humas DPD YLPK PERARI Banten.

Logo Hefi Sanjaya & Partners. (Foto:Mantv7.id)
Sementara itu, Donny Putra, T., S.H., pengamat hukum dan pengurus Law Firm Hefi Sanjaya & Partners, mengingatkan bahwa aparatur negara memiliki tanggung jawab administratif dan hukum. “Jika terdapat unsur penyelewengan data, ketidakterbukaan informasi, atau penyalahgunaan anggaran, maka itu bukan sekadar pelanggaran etika bisa masuk ranah hukum. Ada potensi pelanggaran terhadap UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” ujarnya.
Lebih tajam, Ustaz Ahmad Rustam, aktivis sosial dan kerohanian, menyoroti sisi etika dan nilai kemanusiaan. “Jangan jadikan rumah warga miskin sebagai alat dagang pahala atau bahan pencitraan. Dalam Islam, menyembunyikan hak orang lain adalah bentuk kezaliman. Menyalahgunakan program sosial adalah pengkhianatan terhadap amanah publik dan tanggung jawab spiritual,” ucapnya.

Foto Bonai atau Supriyadi, aktivis dan pemerhati kebijakan publik. (Foto: Mantv7.id)
Ketua Media Center Jayanti (MCJ), Bonai, juga angkat bicara soal tarik-menarik tanggung jawab antara desa dan kecamatan. “Kalau kepala desa dan camat malah saling lempar pernyataan, lalu siapa yang rakyat bisa percaya? Ini bukan sinetron. Ini tentang nasib rakyat kecil yang semestinya jadi prioritas,” kritiknya.
YLPK PERARI pun menyorot peran Bappeda, Bagian Pemerintahan Setda, hingga Komisi II DPRD Kabupaten Tangerang yang dinilai absen dalam pengawalan. “Dari proses pengusulan, verifikasi, pelaksanaan hingga pelaporan harus diaudit total. Tidak boleh ada yang merasa kebal. Ini uang negara, ini hak rakyat,” ujar Buyung.
YLPK PERARI mendorong Inspektorat, Dinas Perkim, Bappeda, BPKAD, serta perangkat teknis lainnya agar turun langsung ke lapangan. “Cek faktanya di lapangan! Jangan hanya andalkan laporan kertas. Jangan tunggu viral baru bergerak. Rakyat sudah bosan dengan sandiwara pejabat yang kerjanya setengah hati,” tegasnya.
Satu rumah RTLH yang diselewengkan, artinya ada hak rakyat kecil yang terancam hilang. Jangan tunggu dipermalukan publik untuk bekerja jujur. Negara tidak boleh membiarkan program rakyat jadi panggung drama elite birokrasi.
Yang dibutuhkan rakyat adalah aksi nyata, bukan klarifikasi dan alasan basi!
REDAKSI | OIM