Mantv7.id | Di tengah derasnya arus informasi dan dugaan maraknya virus dusta yang meracuni ruang publik, Najwa Shihab tampil garang di podium sebuah forum acara. “Jurnalisme itu bukan sekadar profesi. Ini arena perlawanan terhadap kebohongan, kesewenang-wenangan, dan rasa takut yang sengaja dipelihara,” ujarnya dengan suara tegas. Najwa menyebut bahwa jurnalis punya tanggung jawab moral untuk menggaungkan suara publik. “Tugas ini sederhana tapi berisiko tinggi. Kami menyuarakan apa yang dianggap penting, walau ada upaya untuk membungkam,” katanya. Ia menilai bahwa setiap kali kebenaran disentuh, selalu ada pihak yang merasa terganggu. “Intimidasi muncul dalam berbagai rupa tekanan politik, dugaan kriminalisasi, hingga teror opini. Semua bertujuan membuat jurnalis bungkam,” lanjutnya dengan nada menusuk.

Logo Hefi Sanjaya & Partners. (Foto:Mantv7.id)
Dari sisi hukum, Donny Putra T. S.H., pengamat hukum dan pengurus Law Firm Hefi Sanjaya and Partners, ikut mengingatkan bahwa dugaan ancaman terhadap jurnalis adalah pelecehan terhadap demokrasi. “Undang-Undang Pers sudah jelas melindungi jurnalis. Tapi hukum akan percuma jika kita takut. Nyali adalah tembok pertama,” ujarnya keras.
Menurut Donny, prinsip 10 elemen jurnalistik adalah pilar moral pers. “Kebenaran, loyalitas kepada publik, disiplin verifikasi, dan independensi harus berdiri tegak. Media yang tunduk pada tekanan kekuasaan akan kehilangan marwahnya,” katanya pedas.
Ustad Ahmad Rustam, aktivis kerohanian dan sosial, menambahkan pandangan dari sisi spiritual. “Dalam Islam, menyuarakan kebenaran adalah kewajiban. Qulil Haqqa Walau Kana Murron bukan hanya kata, tapi perintah moral. Jangan takut kepada makhluk. Takutlah pada Allah yang Maha Benar,” ucapnya lantang.
Ahmad Rustam menilai, diam terhadap kebohongan adalah bentuk kemunafikan sosial. “Keberanian itu menular. Kalau jurnalis berani, publik ikut berani. Kalau semua diam, kezaliman akan makin merajalela,” katanya dengan sorot mata tajam.

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
Buyung E., aktivis sosial dan lingkungan Kabupaten Tangerang sekaligus Humas DPD YLPK Perari Banten, juga mengingatkan peran media agar tidak terjebak hanya pada rating dan sensasi. “Media itu mata rakyat. Jangan sampai mata ini ditutup oleh kepentingan. Berita harus tajam, relevan, dan punya keberpihakan pada publik,” ujarnya.
Buyung menilai, tanpa keberanian publik, pers tidak akan kuat. “Jurnalisme butuh dukungan masyarakat agar tidak mudah ditekan. Kalau publik pasif, kebenaran akan tergerus oleh kepentingan yang lebih kuat,” katanya keras.

Pengamat hukum Donny Putra T, S.H., dari Law Firm Hefi Sanjaya & Partners. (Foto: Mantv7.id)
Donny menegaskan kembali, “Dugaan intimidasi terhadap jurnalis harus dilawan. Jangan pernah tunduk pada ketakutan. Kalau pers dan publik kompak, kebenaran tak akan bisa dibungkam,” tegasnya.
“Jangan takut mengatakan yang benar meski pahit. Qulil Haqqa Walau Kana Murron. Suara kita adalah cahaya melawan kegelapan,” tambah Ahmad Rustam, menggelorakan semangat.
“Jurnalisme tak akan mati, selama ada nyali. Jangan pernah takut, jangan pernah tunduk. Kebenaran bukan untuk dijual, tapi untuk diperjuangkan,” tutup Donny Putra dalam suara yang bergema.
Pers Adalah Pilar Keempat Demokrasi
REDAKSI | OIM