Menu

Dark Mode
Sampah Bisa Dipungut, Tapi Mental Pencitraan Sulit Dibersihkan: Jalan Raya dan Fly Over Jadi TPS, UPTD 2 DLHK Balaraja Harus Hadir Sebelum Kamera Menyorot Banjir di Dusun Suka Damai: Musibah Alam atau Musibah Akal Sehat? LMPI Sukamulya Gelar Santunan Anak Yatim di Tengah Deklarasi Struktur Baru: Wujud Nyata Kepedulian, Bukan Sekadar Seremoni Jangan Seret Nama Masjid untuk Menutupi Aib Lama Exs Terminal Sentiong: Bangkitkan Kejujuran, Bukan Provokasi Demi Kepentingan Tuan Dalang Camat Jambe Jual Mimpi Tol & Kereta, Tapi Bungkam Saat Warga Tanya Proyek Paving Rp149 Juta: Aktivis Dan YPPK PERARI Desak BPK Dan Inspektorat Turun Tangan Serta Audit Semuanya Dibayar Murah, Tanpa Kontrak, Lalu Kesurupan Massal: Buruh Tumbang, PT Marta Berdikari Nusantara Bungkam, Pemerintah Cuma Diam

Daerah

Dibayar Murah, Tanpa Kontrak, Lalu Kesurupan Massal: Buruh Tumbang, PT Marta Berdikari Nusantara Bungkam, Pemerintah Cuma Diam

badge-check


					Foto gambar aturan tentang perusahaan yang membayar upah di bawah Upah Minimum (UMR) bisa dipidana. Sanksi pidana bagi pengusaha yang melanggar ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU Cipta Kerja) dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 185 ayat (1) yang telah diubah oleh UU Cipta Kerja. (Foto:: Mantv7.id) Perbesar

Foto gambar aturan tentang perusahaan yang membayar upah di bawah Upah Minimum (UMR) bisa dipidana. Sanksi pidana bagi pengusaha yang melanggar ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU Cipta Kerja) dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 185 ayat (1) yang telah diubah oleh UU Cipta Kerja. (Foto:: Mantv7.id)

Mantv7.id | Kabupaten Tangerang — Fenomena kesurupan massal di lingkungan kerja PT Marta Berdikari Nusantara, Kecamatan Tigaraksa, bukan lagi sekadar peristiwa ganjil yang bisa disapu dengan sapu lidi dan bacaan doa. Ini bukan cerita horor, ini alarm sosial. Buruh tumbang satu per satu, tapi yang lebih menyedihkan: institusi-institusi negara juga ikut tumbang, dalam diam. Tim redaksi Mantv7.id telah menggali keterangan dari sejumlah karyawan aktif yang kami lindungi identitasnya. Dari sana, terungkap kenyataan yang bikin miris. Di balik bangunan pabrik dan deru mesin, tersimpan praktik kerja yang bahkan tak layak disebut “kerja manusia”.

Upah di Bawah UMR, Tanpa Kontrak, Tanpa Jaminan, Tanpa Perlindungan

Berikut ini sejumlah fakta yang terkonfirmasi:
1. Buruh digaji harian Rp90.000–Rp120.000, jauh di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) Tangerang.
2. Tidak ada kontrak kerja resmi, tidak ada BPJS Kesehatan, tidak ada BPJS Ketenagakerjaan..
3. Tak satupun pekerja menerima surat PKWT. Yang ada hanya “asal kerja”, tapi risiko ditanggung sendiri.
4. Jam kerja memang 8 jam. Tapi tanpa perlindungan, itu sama saja perbudakan gaya baru yang dibungkus rapi oleh pembiaran institusional.

Ini Bukan Kesurupan, Ini Sistem yang Kacau Balau

Media mestinya jadi pelita, bukan jadi pendingin suasana yang meninabobokan publik. Dan sayangnya, ada media yang justru memutarbalikkan isu menganggap semuanya sudah beres hanya karena “kiyai sudah datang”. Padahal persoalan utama bukan gaib, tapi nihilnya perlindungan kerja.

Foto Kabid Humas DPP YLPK PERARI, Siarruddin. (Foto: Mantv.id)

Siarruddin, Kabid Humas YLPK PERARI, mengungkapkan dengan tajam, “Kalau gaji tidak UMR, tak ada BPJS, tak ada kontrak, lalu buruh kesurupan massal, terus dibilang ‘sudah kondusif’ karena didoakan, itu bukan solusi. Itu ngibul. Jangan taburkan kabut mistik untuk nutupi busuknya sistem kerja,” tegasnya.

Ia mendesak Inspektorat Kabupaten Tangerang untuk segera audit total Dinas Tenaga Kerja, terutama:
1. Bidang Hubungan Industrial & Syarat Kerja (HI & SK)
2. Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan
Bidang Perlindungan & Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Donny Putra T, S.H., aktivis sosial-lingkungan, menyentil keras lemahnya reaksi struktural pemerintah.

“Ini bukan hanya soal Disnaker, tapi juga Dinas Kesehatan. Seksi Kesehatan Kerja dan Seksi Pengendalian Penyakit ke mana? Puluhan buruh tumbang, itu harusnya jadi sinyal darurat kesehatan masyarakat. Tapi yang terjadi? Semua tutup mata, tutup telinga, bahkan tutup mulut,” kecamnya.

Donny juga menyorot Kecematan Tigaraksa dan pemerintah desa sekitar. “Kalau wilayahmu jadi lokasi kerja yang penuh pelanggaran, terus diam saja, berarti kamu bagian dari pelanggaran itu.”

Ustadz Ahmad Rustam, aktivis sosial dan kerohanian, ikut angkat suara. Tapi bukan untuk mengiyakan pendekatan spiritual sebagai solusi tunggal.

“Kalau ada yang kesurupan, kita doakan, iya. Tapi jangan semua dibebankan ke ‘kiyai’. Ini negara, bukan padepokan. Ada tanggung jawab struktural, hukum, dan kesehatan yang wajib dijalankan pemerintah. Jangan pelintir agama jadi penutup borok negara,” ujarnya lantang.

Siapa yang Bertanggung Jawab? Semua Harus Disorot

Berikut pihak-pihak yang disorot keras oleh redaksi berdasarkan peristiwa ini:
1. Dinas Tenaga Kerja Kab. Tangerang, terutama HI & SK, Pengawasan, dan Perlindungan Sosial.
2. Dinas Kesehatan Kab. Tangerang, khususnya Seksi Kesehatan Kerja & Pencegahan Penyakit.
3. Kecamatan Tigaraksa, sebagai pemegang kendali wilayah.
4. Pemerintah Desa sekitar, karena fungsi kontrol sosial di wilayahnya seolah absen.
5. BPJS Kesehatan & Ketenagakerjaan, karena gagal memastikan perlindungan sosial tenaga kerja.
6. Inspektorat & Ombudsman, karena fungsi pengawasan publik tidak boleh cuti dalam situasi seperti ini.

Jangan Semua Dilempar ke Dunia Gaib

Kesurupan massal ini harus dibaca sebagai alarm keras akan kondisi buruh yang tak layak. Fakta bahwa tidak ada kontrak kerja, tidak ada BPJS, tidak ada pengawasan, dan tak satu pun pejabat sigap bertindak adalah bentuk nyata dari ketidakhadiran negara di ruang kerja rakyat kecil.

Jika semua dijawab dengan “sudah kondusif” atau “kiyai sudah datang”, maka publik boleh bertanya: Yang kesurupan itu buruhnya, atau sistem kerjanya?

Kolase foto logo YLPK-PERARI & MANtv7. (Foto: MANtv7.id)

Redaksi Mantv7.id dan YLPK PERARI masih menunggu tanggapan resmi dari PT Marta Berdikari Nusantara, Disnaker, Dinkes, hingga pihak kecamatan dan desa. Jika tidak ada tanggapan terbuka dalam waktu dekat, investigasi lanjutan akan dilakukan.

Karena suara buruh tak boleh hilang begitu saja apalagi dikubur oleh diamnya birokrasi.

REDAKSI | OIM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Sampah Bisa Dipungut, Tapi Mental Pencitraan Sulit Dibersihkan: Jalan Raya dan Fly Over Jadi TPS, UPTD 2 DLHK Balaraja Harus Hadir Sebelum Kamera Menyorot

6 July 2025 - 09:53 WIB

Banjir di Dusun Suka Damai: Musibah Alam atau Musibah Akal Sehat?

6 July 2025 - 07:53 WIB

LMPI Sukamulya Gelar Santunan Anak Yatim di Tengah Deklarasi Struktur Baru: Wujud Nyata Kepedulian, Bukan Sekadar Seremoni

6 July 2025 - 05:42 WIB

Jangan Seret Nama Masjid untuk Menutupi Aib Lama Exs Terminal Sentiong: Bangkitkan Kejujuran, Bukan Provokasi Demi Kepentingan Tuan Dalang

6 July 2025 - 03:45 WIB

Camat Jambe Jual Mimpi Tol & Kereta, Tapi Bungkam Saat Warga Tanya Proyek Paving Rp149 Juta: Aktivis Dan YPPK PERARI Desak BPK Dan Inspektorat Turun Tangan Serta Audit Semuanya

5 July 2025 - 11:44 WIB

Trending on Daerah