Mantv7.id | Tigaraksa – Bukannya menghadirkan tawa dan keceriaan, taman bermain ini justru memicu jerit dan trauma. Sejumlah anak dirasakam tersengat listrik arus kecil saat bermain di Happy Garden Playground, yang berlokasi di Jl. Raya Tigaraksa–Cisoka, Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Banten. Kawasan rekreasi anak ini kini diduga telah berubah menjadi zona berbahaya. Lebih miris lagi, lokasi taman ini berdiri di atas lahan pribadi namun tetap dibuka untuk umum tanpa pengawasan dan tanpa jaminan standar keselamatan. Warga sekitar mengeluhkan kondisi instalasi kelistrikan yang dianggap membahayakan. Lantai terasa sengatan ringan, serta kabel-kabel yang tampak terpasang seadanya menimbulkan risiko sengatan. Meski demikian, taman ini tetap beroperasi, tetap ramai, dan ironisnya belum juga tersentuh pengawasan resmi.
“Anak saya kesetrum arus kecil, jadi buat ngak nyaman bermain disana. Main di taman kok rasanya kayak uji nyali,” ungkap seorang Ibu, warga Cisoka. Menurutnya, kejadian itu seharusnya cukup untuk mendorong tindakan dari pihak berwenang. Namun hingga kini, belum ada papan peringatan, belum ada petugas, dan belum ada sikap tanggap dari pemerintah.
Pertanyaannya: apakah semua pihak yang berwenang memang tidak mengetahui kondisi ini? Atau ada pembiaran karena lokasi berdiri di atas tanah pribadi? Lantas, apakah keselamatan anak-anak bisa dikompromikan hanya karena status lahan?
Dinas PUPR Kabupaten Tangerang, khususnya Bidang Pengawasan Bangunan dan Seksi Konstruksi, patut ditanya: mengapa tidak ada inspeksi, teguran, atau rekomendasi teknis atas fasilitas publik seperti ini? Padahal dalam kasus pedagang kaki lima, razia bisa digelar berkali-kali dengan sangat cepat.
DPMPTSP juga perlu menjawab: apakah taman ini memiliki izin operasional sebagai tempat hiburan anak? Bila tidak, bagaimana mungkin tempat yang berpotensi membahayakan dibiarkan tetap buka tanpa verifikasi teknis dari dinas terkait?
Dinas ESDM Provinsi Banten, melalui Seksi Keselamatan Instalasi Listrik, seharusnya segera mengecek kemungkinan adanya arus bocor atau instalasi grounding yang gagal. Keselamatan listrik bukan hanya soal rumah tangga jauh lebih penting jika menyangkut fasilitas publik yang dikunjungi anak-anak.
Dinas Pariwisata Kabupaten Tangerang, melalui Bidang Destinasi dan Seksi Pengembangan Wisata, juga tak bisa lepas tangan. Bila tempat ini menjadi destinasi rekreasi keluarga, maka standar keamanan publik harus ditegakkan. Bukan sekadar menunggu laporan viral.
Dinas Perkim, melalui Bidang Pertamanan dan Seksi Pemeliharaan Fasilitas Umum, mesti memahami bahwa taman pribadi yang dibuka untuk umum adalah bagian dari ruang sosial. Bila ada keluhan keselamatan, maka diamnya dinas bisa dimaknai sebagai bentuk pembiaran.
Pemerintah Kecamatan Tigaraksa dan Desa setempat pun diminta untuk tidak sekadar menjadi penonton. Ini wilayah mereka, ini warga mereka. Seksi Trantib dan Pelayanan Umum seharusnya menjadi garda pertama dalam pengawasan. Ketika bahaya sudah terjadi, diam bukan lagi pilihan.

Logo YLPK PERARI (Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri) Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
YLPK PERARI menilai kasus ini sebagai bentuk kelalaian sistemik. “Jangan tunggu ada anak yang kejang, baru semua sibuk rapat koordinasi. Sekarang pun sudah cukup untuk masuk ke ranah pelanggaran keselamatan publik,” tegas Siaruddin, Kabid Humas YLPK PERARI.
Aktivis sosial dan lingkungan pun angkat suara. “Jika tempat ini terbukti tidak memiliki izin atau menyalahi ketentuan teknis keselamatan, maka pengelola bisa digugat. Pemerintah juga bisa dikenai pertanggungjawaban hukum karena lalai dalam pengawasan,” ujar Donny Putra T., S.H.

Foto aktivis kerohanian Kabupaten Tangerang asal Balaraja, Ustad Ahmad Rustam. (Foto: Mantv7.id)
Tokoh kerohanian Kabupaten Tangerang, Ustadz Ahmad Rustam, menyampaikan kritik tajam. “Jangan cuma turun kalau ada peresmian. Anak-anak sudah kesetrum, masa masih diam saja? Itu bukan taman, itu jebakan.”
Warga hanya bisa berharap insiden yang terjadi belum sampai merenggut nyawa. Namun jika pembiaran terus terjadi, bukan tidak mungkin akan ada korban berikutnya. Dan saat itu terjadi, publik berhak bicara lebih keras karena diamnya pejabat bisa jadi bagian dari kejahatan yang lebih besar.
REDAKSI | Mantv7.id