Mantv7.id | Kabupaten Tangerang – Aktivitas pengurugan tanah di Kawidaran, Jl. Raya Km.22, Desa Cibadak diduga telah berlangsung lebih dari satu bulan tanpa pengawasan memadai. Bahu jalan yang seharusnya steril dari aktivitas berat berubah menjadi terminal liar truk-truk bermuatan tanah merah. Kondisi ini dinilai membahayakan pengendara motor dan merusak fasilitas umum. Kegiatan pengurugan ini disebut-sebut sebagai bagian dari pembangunan kawasan perumahan.
Hingga berita ini ditayangkan, belum ada keterangan resmi dari pihak pengembang maupun dinas terkait mengenai kelengkapan izin dan dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin) atas aktivitas tersebut. Ironis, sebuah kegiatan bisnis dapat berlangsung tanpa pengawasan ketat dari otoritas yang berwenang.
Warga sekitar mengeluhkan tanah merah yang berserakan di jalan, menyebabkan jalan licin saat hujan dan berdebu tebal saat panas. Bahaya tergelincir mengintai, terutama bagi pengendara roda dua yang melewati area tersebut setiap hari.
Yang menjadi pertanyaan publik, ke mana pihak Desa Cibadak? Apakah pemerintah desa tidak mengetahui adanya truk keluar-masuk dalam jumlah besar setiap hari? Ataukah sudah tahu, tetapi memilih bungkam?
Camat Kecamatan Cikupa sebagai penanggung jawab wilayah administratif juga belum memberikan keterangan apapun. Dugaan kelalaian dalam pengawasan semakin kuat ketika tidak ada satu pun aparat kecamatan terlihat turun langsung ke lokasi.
Dinas Perhubungan Kabupaten Tangerang seharusnya bertindak cepat jika ada gangguan lalu lintas akibat aktivitas proyek. Namun hingga kini, belum terlihat penertiban atau pemasangan rambu peringatan di area terdampak. Apakah ini bagian dari pembiaran sistemik?
Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) juga dituntut menjelaskan: apakah proyek pengurugan ini memiliki rekomendasi teknis dan sesuai zonasi? Dugaan pelanggaran tata ruang bisa saja terjadi jika perumahan dibangun tanpa rencana detail tata ruang yang sah.

Kolase foto tanah berserakan di sepanjang jalan KM.22 Kawidaran. (Foto: Mantv7.id)
DLHK Kabupaten Tangerang juga disorot. Tumpahan tanah dan debu yang mencemari jalan umum bisa dikategorikan sebagai pencemaran lingkungan. Namun belum ada kabar tindakan dari DLHK, baik berupa teguran administratif maupun pengawasan lapangan.
Satpol PP sebagai penegak Perda juga belum terlihat mengambil peran. Padahal jelas aktivitas tersebut berpotensi melanggar ketertiban umum dan merugikan pengguna jalan. Dugaan minimnya koordinasi antar instansi menjadi pertanyaan besar masyarakat.
Kapolsek Cikupa dan Polres Tangerang juga belum terdengar mengambil langkah pengamanan atau klarifikasi. Apakah penegakan hukum harus menunggu ada korban jiwa terlebih dahulu?

Foto Kabid Humas DPP YLPK PERARI, Siarruddin. (Foto: Mantv.id)
YLPK PERARI secara resmi menyampaikan desakan audit proyek dan investigasi terhadap seluruh instansi terkait. “Kami meminta semua OPD, DPRD, dan Kapolres untuk turun tangan. Jika proyek ini melanggar aturan, maka harus dihentikan. Jika tidak, berarti ada unsur pembiaran aktif oleh pemerintah,” tegas Siarruddin, Kabid Humas YLPK PERARI.
DPRD Kabupaten Tangerang, khususnya Komisi IV yang membidangi pembangunan, turut diminta buka suara. Fungsi pengawasan anggaran dan kegiatan pembangunan jangan hanya muncul saat rapat dengar pendapat. Rakyat menanti suara keberpihakan terhadap keselamatan publik.
Baik, berikut versi ajakan yang lebih panjang namun tetap padat, tegas, dan menggerakkan, cocok sebagai paragraf penutup dalam berita kritik:

Logo YLPK PERARI, Tidak akan ada perdamaian tanpa adanya keadilan. (Foto: Mantv7.id)
Situasi ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus tanpa kontrol publik. YLPK PERARI mengajak seluruh rekan media, aktivis sosial, LSM pengawas kebijakan publik, dan lembaga perlindungan konsumen untuk bersama-sama turun tangan, mengawal persoalan ini secara serius.
Tidak cukup hanya bicara di ruang-ruang diskusi, saatnya kita hadir di lapangan, memastikan bahwa aturan ditegakkan, kepentingan publik dilindungi, dan setiap bentuk kelalaian serta pembiaran tidak lagi menjadi budaya. Karena jika kita diam, maka kita turut menyuburkan ketidakadilan.
Akhirnya, publik hanya berharap satu hal: jangan biarkan jalan umum jadi korban dari kesepakatan diam antara pemodal dan pejabat. Proyek boleh berjalan, tapi tidak dengan mengorbankan keselamatan. Negara harus hadir di tengah rakyat, bukan jadi bayang-bayang pengembang.
(RED)